"Mereka tidak kunjung menyembuhkannya." Otto begitu gelisah, walau Karl tidak lagi menjerit dan merintih. Ia terlihat begitu peduli. Sementara itu Marek masih dalam kebenciannya, melihat Karl masih terlantar dan tidak didatangi perawat.
Orang-orang sungguh abai, mungkin sejak awal tidak memiliki keinginan untuk membantunya. Karl terlalu bersabar, bahkan kini masih diragukan kondisinya baik sepenuhnya. Hanya perawatan seadanya yang dapat diberikan. Potongan kasa dan antiseptik yang tidak seberapa. Namun, bocah itu masih bersikap tenang, lebih baik dari hari-hari yang lalu.
Ia sudah mulai meninggalkan ranjangnya. Berjalan meskipun lambat, terkadang ke kantin atau sekedar ke kamar mandi. Ia kesulitan menuruni anak tangga, hanya di saat itu ia akan merintih lagi. Setiap hari mulai gelap, ia akan terbaring di ranjangnya lagi. Dengan keadaan yang lebih baik, tanpa lembap dan kotor. Seseorang--Marek atau Otto--akan membantunya mengganti perban.
"Terima kasih, Rudolf," ucapnya. Ia tersenyum simpul.
Sepatah kata yang membuat pikiranku mengembara. Masa lalu, masa kecil yang buruk. Kepada seseorang yang entah kenapa memasuki hidupku, mengacaukannya dengan sikap menjengkelkan itu. Begitu polos dan bodoh. Memuakkan. Mencoba menolongku, seakan aku sangat membutuhkannya.
Itu selalu bergumul di pikiranku, mengenai apa saja yang telah aku lalui. Apakah ia benar? Apakah aku memang membutuhkan itu? Sebuah kepedulian, alih-alih menganggap seluruh dunia adalah musuhku. Sebuah perhatian dan kasih sayang? Mengapa aku sangat membutuhkannya? Apa yang terjadi kepadaku? Apa sebenarnya aku inginkan? Apa tujuanku?
Aku membenci ini, waktu di mana aku mengulang semuanya. Aku harus mengembara karena bocah yang mengalami sakit di jari kakinya. Siapa dia? Kenapa ia membuatku merasa seperti ini? Wajah siapa yang aku lihat?
Heinz, adikku yang memuakkan.
Apakah aku harus memutar ulang seluruh kenyataan pahit itu? Dari mana semuanya dimulai? Awalnya aku hanya seorang anak yang bahagia. Hidup untuk dicintai dan mencintai. Seorang ibu yang tidak pernah aku lupakan. Sebuah pertanyaan besar, mengapa ia harus pergi? Siapa yang bersalah atas itu? Pihak rumah sakit? Adikku Heinz yang baru lahir? Atau si penulis takdir?
Apakah dari sana semuanya dimulai? Masa-masa ketika aku tidak lagi mendapat kebahagiaanku. Siksaan, hanya cerita nestapa dari seorang bocah yang sudah putus asa. Mencari-cari kematian, berpikir itu akan mengakhiri segalanya. Tidak ada waktu untuk bangkit. Hanya merangkak saja, ingin merebut kembali apa yang sudah dirampas.
Apakah aku mendapat kebahagiaan itu? Pada kenyataannya aku tidak dapat meraihnya. Realita yang tidak adil itu berkata lain. Melawan, apa yang aku pikirkan adalah melawan. Hidup ini telah berlaku seenaknya kepadaku. Aku mulai membenci segalanya.
Istri yang tidak aku cintai. Setiap malam hanya ada kesedihan. Kebahagiaan yang palsu, pada kenyataannya aku selalu menyebut Gertraud, membayangkannya berada di dekapanku. Aku berpaling, menjadi pengkhianat. Bahkan ketika anak itu lahir, aku tahu ia akan membenciku. Namun, apakah aku mencoba memperbaiki itu?
Tidak. Aku membiarkan semuanya terjadi. Skenario buruk itu menjadikanku manusia yang lebih keji, hanya membuatku terlibat dalam pembentukan dunia yang lebih mengerikan.
Berpaling dari keluarga kecilku hanya memberikan kebahagiaan palsu. Nyatanya itu adalah hal yang menyedihkan. Aku pikir, aku telah meraih kebahagiaan yang kekal. Namun, lihat aku! Siapa aku sekarang? Kebahagiaan belum ada di tanganku. Aku hanya seorang kriminal, membenci dan dibenci.
Pikiran buruk akan selalu menghantui, juga pertanyaan-pertanyaan membingungkan itu. Malam ini aku malah termenung sendiri di hadapan bocah itu. Sungguh membuatnya bertanya-tanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Der Schmetterling
Mystery / ThrillerKonrad Schröder, seorang remaja tanggung yang tinggal di sudut kota Berlin. Kekerasan, pertengkaran orang tua, dan perginya figur ayah membuat hidup pemuda itu dihantui kekelaman. Suatu hari seorang bocah misterius mendatanginya, mengaku dirinya ada...