Aku berjalan dengan percaya diri dibalik seragam sipir yang aku curi dari Erich. Percikan darah tertinggal sedikit di kerah baju. Namun, cukup tersamarkan oleh warna yang gelap. Jika tidak ada yang memerhatikan dengan jeli, atau tersorot terik matahari, aku akan baik-baik saja.
Perkumpulan itu masih berlangsung. Bahkan kini situasi memanas. Mulai terdengar adu mulut antara sipir dan narapidana. Terlihat dari kaca di pintu, sebuah gelombang kerusuhan ditahan oleh sipir yang mengatur barikade. Tidak terdengar begitu jelas. Cukup teredam, hanya menyisakan dengungan seperti tawon.
Aku meninggalkan tempat itu melalui lorong yang panjang dan barisan jendela. Sebuah ketenangan ada di luar sana, berbanding terbalik dengan situasi di dalam. Sebuah keberuntungan untuk para penjaga dan anjing-anjingnya. Mereka bersenda gurau, sesekali menendang kaleng seperti bola.
Dapur, titik pertama peletakan jeriken bensin. Poldek meletakkannya di pojok barisan jeriken minyak goreng. Selama ini aku selalu memerhatikannya, memastikan tidak seorang pun mengambil dari pojok, atau secara acak.
Aku pastikan sekali lagi dengan mengendusnya, dan aku yakin bahwa itu jeriken yang benar. Tiga buah, dan aku menumpahkan semuanya.
“Pak, ada apa ini?” Suara itu mengejutkanku.
Aku langsung memutar leherku ke sumber suara, dan aku temukan seorang wanita muda di belakangku. Lengkap dengan serbet yang berminyak di tangannya, dan atasan yang dipenuhi noda.
Tidak pernah aku berhenti menuangkan bensin ke lantai dan dinding. Sampai-sampai wanita itu ternganga dan mematung di sana. Ia mulai mengendus-endus udara. Sebuah bau yang begitu khas. Ia berjalan mundur dan tergesa-gesa pada akhirnya.
Aku membanting jeriken itu dan untuk mengejarnya. Lantai yang basah menghalangi langkahnya. Ia tergelincir dan meluncur di lantai. Aku tangkap ia, aku tarik kakinya untuk menjauhi pintu.
“Tolong aku! Tolong aku!” teriaknya, dan ia memegangi apa pun yang bisa ia raih. Seketika mataku tertuju kepada susunan pisau di rak. Aku ambil satu, sebuah bilah yang paling mengilap.
Mulutnya terbungkam oleh tanganku. Ia menengadah, mengikuti tarikan dari dagunya. Sebuah tatapan terakhir yang dipenuhi takut. Sebuah perlawanan dari kaki yang menendang-nendang udara.
Mata besar seperti Magda yang malang, dan sebuah sobekan di leher seperti yang ia dapatkan. Bahkan terlihat lebih muda dari Magda. Ia tergeletak begitu saja, tanpa ada lagi pergerakan.
Aku berjalan menuju titik selanjutnya. Lantai dua, lorong yang menyimpan tragedi. Tempat Martin meregang nyawa. Tepatnya di bawah tangga, ketika pada keadaan normal tempat kosong itu memiliki sarang laba-laba dan debu. Tikus-tikus membuat sarang di sana. Tumpukan galon kosong membentuk gunung. Di antara kekacauan itu jeriken bensin di sembunyikan.
Empat buah, semua terisi penuh. Jalur bensin dari dapur dilanjutkan sampai titik tertentu. Setidaknya sampai keempat jeriken itu kosong. Melalui kantor-kantor dan lorong menuju sel.
Terlihat seperti keadaan pasca banjir, tetapi seseorang terlalu malas untuk membereskannya. Aku terus mencari peruntunganku, berharap keributan di sana berlangsung lama. Sampai aku mencapainya, dan jeriken bensin telah mengering.
Aku berlari tergesa-gesa dari bangunan itu. Menuruni tangga, sempat tergelincir. Menemui seisi bangunan kosong. Tidak seorang pun yang berkeliaran. Hanya aku temui para petinggi yang bermain kartu di ruangannya. Sebuah tawa dan botol-botol anggur. Kaki yang terangkat ke meja, perkumpulan yang menyenangkan. Terlihat kehadiran wanita-wanita asing yang ikut bersenang-senang dengan kartu. Aku tetap merunduk di bawah barisan kaca jendela.
Sesampainya di luar, aku memejamkan mataku. Kembali mengingatnya, bahwa ketenangan adalah kunci. Jalan perlahan-lahan, di atas aspal, dengan para penjaga di seberang sana. Perlahan tapi pasti, berupaya mencapai gudang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Der Schmetterling
Misteri / ThrillerKonrad Schröder, seorang remaja tanggung yang tinggal di sudut kota Berlin. Kekerasan, pertengkaran orang tua, dan perginya figur ayah membuat hidup pemuda itu dihantui kekelaman. Suatu hari seorang bocah misterius mendatanginya, mengaku dirinya ada...