Kejutan

9.9K 1.3K 72
                                    

Hi, All! Bab ini lumayan panjang, chapter terpanjang Rahasia Runa sejauh ini. So please be patient :)

SATYA

Ada satu kutipan terkenal dari film Forrest Gump, film yang gue tonton waktu SMP dulu. "Life is like a box of chocolates. You never know what you're gonna get." Hidup itu seperti sekotak cokelat. Kita nggak akan pernah tahu apa yang akan kita dapatkan.

Hal ini kena banget di gue sekarang. Bukan hanya soal hidup secara keselurahan, tapi lebih spesifik lagi mengenai orang-orang yang gue temui, termasuk rekan kerja dan karyawan di Adipa. Iya, gue lagi ngomongin soal Runa. Oh, jangan lupa nama lengkapnya: Runa Mentari HARIADI.

Seringkali orang yang kita temui ternyata punya cerita, latar belakang dan masa lalu yang tidak kita sangka. Runa salah satunya. Ceritanya pas malam Sabtu yang lalu terus berputar di kepala gue selama weekend kemarin. Asli gue susah tidur selama tiga malam berturut-turut.

Di hari Senin ini akhirnya gue ketemu lagi sama dia. Kebetulan malam ini kantor punya acara makan-makan di luar menyambut tahun baru, sebelum orang-orang pada ngambil cuti panjang. Jadi sekarang gue dan semua karyawan lainnya sudah berada di sebuah restoran di sekitaran Kebayoran.

Kebetulan di meja panjang ini gue duduk lumayan jauh dari Runa. Tapi gue nggak bisa menahan diri buat memperhatikan dia sesekali, apalagi karena seharian di kantor tadi gue memang nggak ada bertemu dia sama sekali.

Kebetulan semua orang di meja ini sedang sibuk mengobrol satu sama lain dan melahap hidangan di atas meja. Suasana juga lumayan riuh karena musik yang diputar dan restoran ini juga lagi ramai dengan para pengunjung yang baru pulang kerja.

Well, lupakan dulu soal hubungan Runa dengan Tarama. Gue sebenarnya susah konsentrasi karena pesona dia malam itu. Untung aja gue bisa bersikap biasa aja dan nggak mengucapkan sesuatu yang bodoh di depan dia. Style-nya malam itu memang beda banget dengan kesehariannya di kantor. Bukan berarti di kantor dia nggak menarik—justru gue suka penampilannya yang sederhana, tapi mata gue juga nggak bisa bohong kalau di gala dinner kemarin dia lebih cantik dari hari-hari biasa. Mungkin kalaupun gue nggak kenal dia, kehadirannya bakalan tetap menarik perhatian gue selama acara berlangsung.

"Sat..." Tiba-tiba ada yang memanggil gue dengan suara pelan. Ternyata Molaf. Si tengil ini kebetulan duduk di samping gue.

"Apaan?"

"Jangan kentara banget lah," sambungnya bisik-bisik.

"Maksud lo?"

Raut mukanya pun berubah semakin jail. "Lo ngelihatin yang mana? Si Rininta atau Runa?"

Gue pun mendecakkan lidah lalu kembali menyuap makanan yang ada di depan gue. Kebetulan Runa dan Rininta memang duduk bersebelahan.

"Kalau naksir deketin. Ajak pulang bareng kek."

"Berisik lo."

Molaf pun terkekeh. "Kalau tebakan gue sih... Runa kayaknya."

Gue menoleh lagi. Sedikit penasaran bagaimana tebakannya bisa benar.

"Kayaknya tipe lo soalnya. Kalau si Rininta baru tipe gue," ucapnya sambil menyengir.

"Lo dulu di ITB kok bisa lulus, Mol? Padahal kerjaan lo pasti godain cewek mulu," balas gue sinis.

Molaf lalu tertawa terbahak-bahak, tepat ketika musik di restoran ini sedang berhenti berputar dan orang-orang lagi pada hikmat mengunyah makanan mereka masing-masing.

Rahasia RunaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang