Terjebak Lagi

5.7K 921 52
                                    

Makasih yaa semua udah comment dan like yang banyak kemaren. Terharuuu 🥹
Dan sesuai janji, aku upload bab selanjutnya buat kaliaaaan!

Please like and comment ya ❤️
Kalau rame aku double up dehh 😁

.

RUNA

Hari ini adalah hari ulang tahunku yang ke 24. Umur yang terbilang masih muda tapi aku sudah mulai merasa tua. Umur di mana satu per satu teman lamaku mulai mengumumkan pernikahan atau bahkan kehamilan anak pertama. Dan umur yang pasti akan cepat sekali berlalu dalam sekejap saja.

Di pagi hari, Mama menyambutku dengan ceria dan membuatkanku sarapan istimewa. Bubur ketan hitam andalannya dan setangkup egg sandwich favoritku.

"Selamat ulang tahun ya, anakku sayang. Semoga bahagia selalu dan semakin cantik luar dalam."

"Amiin..." Aku pun memeluk Mama sambil mengucapkan terima kasih. Dalam hati aku justru make a wish supaya Mama diberi umur panjang dan ketenangan hidup. Karena kebahagiaannya adalah yang terpenting buatku saat ini.

Namun sejujurnya, setelah kejadian semalam, malas sekali rasanya untuk menyambut hari ini dengan sukacita. Rasanya juga begitu malas untuk berangkat kerja seperti biasa. Jika aku bisa meminta apa saja, kado yang paling aku inginkan adalah supaya tidak bertemu dengan Satya di kantor hari ini.

Sampai saat ini dia juga masih tidak menghubungi sama sekali. Tidak ada ucapan selamat ulang tahun, tidak ada pula sapaan selamat pagi seperti biasa. Yah, bukannya aku berharap sih. Lagipula aku sangsi bahwa dia tahu—atau peduli—bahwa hari ini adalah hari aku dilahirkan.

***

"Oh, ada yang ulang tahun ya?" tanya Molaf ketika aku sedang berada di ruangan Satya.

Aku pun mengangguk. Masih berharap Satya tidak mendengar percakapan kami, walaupun sangat tidak mungkin rasanya.

"Siapa?" Molaf bertanya lagi.

"Saya."

Kulihat Molaf cukup terkejut. Tapi entah bagaimana dengan Satya. Aku tidak ingin menoleh untuk sekadar melihat reaksinya. Dengan terpaksa aku juga tidak mengundang Satya untuk makan pizza nantinya karena bagaimanapun aku masih marah dan sakit hati atas ucapannya.

Begitu waktu makan siang tiba, aku pun turun untuk mengambil pesanan pizzaku di lobi. Setelah mengambilnya dari mas-mas pengantar, aku langsung naik menuju pantri, tempat aku akan membagikan pizza kepada teman-teman satu divisi.

Namun begitu sampai di pantri, aku begitu bingung dengan apa yang kulihat. Di atas meja sudah tersedia berbagai macam makanan enak yang membuat silau.

Ini ada acara apa? Apa ada karyawan lain yang mengadakan syukuran atau perpisahan di lantai ini?

Satu per satu, teman-teman kerjaku yang sudah kuundang datang. Mereka pun juga terkejut dengan hidangan yang tersaji di atas meja.

"Wah, Na, lo anak konglomerat ya jangan-jangan?" seru Ilyas dengan polosnya.

"Ini ulang tahun apa kawinan lu, Na? Masya Allah..." ucap Angga sambil mengusap dada.

"Kalau gini sering-sering aja ya, Na. Tiap bulan gitu!" sambung Rininta.

"Kalau tiap bulan namanya bukan ulang tahun dong, Sayang..." goda Ilyas.

Rahasia RunaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang