RUNA
Satu minggu kemudian. Di sinilah kami sekarang, Resto Mandala di daerah Wolter Monginsidi. Sebuah restoran Chinese yang cukup terkenal sejak lama. Interiornya antik dan ruangannya memang agak sempit. Sebagian mejanya terbuat dari aluminium dan kursi-kursinya mengingatkanku dengan kursi yang kududuki ketika membuat KTP di Kelurahan. Namun restoran ini memakai AC sehingga terasa sejuk untuk kami berdua.
Tadinya aku ingin mengajak Satya ke sebuah warung nasi goreng di pinggir jalan di daerah Panglima Polim. Tapi takutnya ia malah pingsan kalau langsung kuajak ke tempat yang panas dan berdebu seperti itu. Jadi menurutku Resto Mandala merupakan pilihan yang cukup tepat, sederhana tapi juga masih manusiawi buat seorang Satya yang mungkin nggak pernah makan di kaki lima seumur hidupnya.
Pesanan kami sudah datang. Sepiring besar mi goreng seafood dan nasi goreng kepiting. Menurutku pribadi, dua menu ini sebetulnya buat dimakan empat orang. Tapi aku curiga Satya bisa menghabiskan semuanya dengan lahap. We'll see.
"Tell me more about you." Aku kembali membuka percakapan setelah menelan beberapa sendok nasi goreng.
"Kamu mau tahu soal apa emangnya?"
"Hmm, enakan mana, Philly atau Jakarta?"
"Jakarta. Tapi Philadelphia enak juga sih. Nggak enaknya karena dingin aja. Sama banyak homeless."
"Terus cantikan mana cewek sana atau sini?"
Seketika Satya yang sedang minum pun terbatuk-batuk. Dia pasti tidak mengira pertanyaan itu akan keluar dari mulutku. Aku pun tertawa dalam hati melihatnya.
"Kamu serius nanya gitu?" tanyanya dengan nada protes.
Aku mengangguk.
"Itu pertanyaan jebakan bukan sih?"
"Kok jebakan? Itu pertanyaan yang valid, lho!"
Satya pun terlihat ragu.
"Oke, gini deh. Cantikan Gal Gadot atau Scarlett Johansson?" tanyaku lagi.
"Hmm. Scarlett."
"Nah itu kan bisa jawab!"
"Ya, beda lah. Yang satu ngebandingin dua kota, yang satu lagi cuma ngebandingin dua orang. Lebih gampang."
"Kalau gini gimana... cakepan aku atau Rininta?" Sengaja aku membawa nama Rininta yang memang punya banyak penggemar di kantor.
Satya tersenyum sambil memutar garpunya di antara tumpukan mi goreng. "Oh kalau itu sih gampang... Rininta."
Spontan aku memasang wajah kecut, sementara Satya dengan cueknya mengunyah makanan dengan lahap.
Ketika mata kami bertemu, Satya kembali tersenyum. "Kenapa kok cemberut?"
"Nggak apa-apa."
"Bercanda, Runa."
"I know. Tapi yang di balkoni waktu itu... were you joking too?"
Kali ini Satya terpaku melihatku. Wajahnya kembali terlihat serius. Namun sebelum ia membuka mulut, aku memotongnya dengan pertanyaan penting yang sudah mendekam di kepalaku sejak lama.

KAMU SEDANG MEMBACA
Rahasia Runa
ChickLitSeorang Runa Hariadi seharusnya menjalani hidup dengan begitu mudah dan serba mewah. Namun sesuai dengan sifatnya yang lembut tapi rebel, ia justru mengambil jalan hidup yang lebih sulit. Runa memilih untuk bekerja di sebuah perusahaan fast-moving c...