Perkenalan

19.2K 1.7K 35
                                        

RUNA
6 tahun yang lalu

Gelap, sepi dan senyap.

Tidak ada yang terlihat dan tidak ada yang terdengar dari dalam sini, tempatku duduk di lantai sambil memeluk lutut. Walk-in closet berukuran 3 x 3 meter ini buatku adalah tempat ternyaman dan teraman untukku bersembunyi di rumah ini.

Aku tahu di luar sana ada hal-hal yang tidak ingin aku lihat, tidak ingin aku dengar, dan tidak ingin aku ketahui. Rumahku telah menjadi tempat paling asing sekaligus neraka meskipun bukan aku yang berdosa.

Aku tidak menyalakan lampu dan juga tidak ada jendela sama sekali di ruangan ini. Keadaan pun gelap gulita, sesuai dengan hati dan perasaan yang aku rasakan saat ini.

Tok, tok, tok.

"Runa..."

Seseorang memanggilku.

"Runa ... Runa di dalam?"

Aku tahu pasti itu suara siapa. Bu Darmala, wanita yang sudah bekerja di rumah ini sejak aku berusia 9 tahun.

Aku pun menghela napas panjang, lalu bangkit menuju pintu. Kubuka pintu perlahan dan kudapati Bu Darmala menantiku dengan wajah khawatir.

"Runa nggak apa-apa?" tanya wanita berusia 47 tahun itu dengan penuh perhatian.

Air mata yang kutahan sejak tadi akhirnya tidak kuasa aku tahan lagi. Aku pun memeluk Bu Darmala dan melepaskan tangisanku. Bu Darmala membalas pelukanku dan tangannya menepuk-nepuk punggungku dengan perlahan.

"Sabar, Manis sayang ... Sabar ..." ucapnya lembut. 'Manis' adalah panggilan khas yang ia berikan kepadaku. Awalnya ketika aku kecil ia sering memanggilku 'Anak Manis'. Namun semakin aku dewasa, Bu Darmala semakin sering menanggalkan kata 'Anak' karena terkesan kekanakan, tidak sesuai dengan usiaku yang sudah melewati masa remaja.

"Aku nggak tahu mesti gimana, Bu..." kataku sambil terisak.

"Runa nggak mesti gimana-mana. Biarkan saja Ibu dan Bapak yang mengambil keputusan."

Sungguh aku membenci hari ini dan juga beberapa hari terakhir. Segala kemungkinan terburuk yang aku tidak harapkan akan terjadi akhirnya terwujud. Sungguh menyesakkan dan membuatku merasa sakit, meskipun aku tahu ada yang seharusnya merasa lebih sakit, yaitu Mama.

***

Hari ini

Kantor terlihat lengang. Ini adalah hari keduaku menginjakkan kaki di kantor ini. Kemarin aku sudah berkenalan dengan paling tidak 10 karyawan lainnya, menangani brand Parala, rangkaian produk tabir surya untuk berbagai usia. Sejauh ini semuanya memperlakukanku dengan baik, dan yang pasti belum ada yang bertanya mengenai latar belakang kelurgaku atau papaku kerja di mana, sesuatu yang paling aku khawatirkan akan terjadi. Selain itu, untungnya perusahaan keluargaku, Tarama International, seingatku tidak mempunyai produk tabir surya. Jadi paling tidak, aku tidak perlu dibayang-bayangi produk serupa keluaran Tarama.

"Mbak Runa?"

Seorang wanita berusia 30-an dengan rambut bob memanggilku. Aku mengangguk dengan wajah bingung.

"Bisa ikut saya sebentar?"

Beliau ini siapa ya?

Rahasia RunaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang