Mimpi

7.3K 1.3K 61
                                    

RUNA

Pikiranku kosong selama beberapa detik hingga Satya kembali bersuara dan berhasil mengembalikanku ke bumi. "Runa katanya mau belajar pottery, Ma."

"Oh ya?" Mama Satya melihatku sambil tersenyum ramah namun pandangannya menyimpan banyak tanda tanya. Ia pasti mengira-ngira aku ini siapa.

"I-iya, Tante..." Hanya itu yang bisa kuucapkan akhirnya.

"Terus kenapa kamu nggak ngabarin Mama dulu kalau mau ke sini? Kan Mama bisa siap-siap!"

"Lah Satya juga nggak tahu kalau kita mau ke sini. Runa tadi yang ngajak. Dia udah tahu tempat ini duluan, Ma," kilah Satya dengan cuek.

Aku pun berusaha tetap tersenyum menyaksikan percakapan ibu dan anak ini. Padahal aku masih belum nyaman karena pertemuan yang tidak direncanakan ini.

"Runa sebelumnya sudah pernah bikin keramik?"

"Belum, Tante..."

"Oh yaudah sini Tante ajarin."

Gawat. Gimana kalau aku nggak bakat sama sekali dan kelihatan bodoh pas diajarin sama mamanya Satya? Bisa-bisa langsung dicoret pasti dari daftar calon menantu! Ahem, hypothetically yaa... Aku bukannya udah berharap juga sih. 

"Yuk, kita ke belakang. Ada ruangan khusus buat yang mau belajar privat."

"Oke, Ma. Satya juga diajarin kan?"

"Ah, kamu! Dari dulu Mama suruh belajar nggak pernah mau. Alasannya macem-macem. Sekarang kok tiba-tiba minta diajarin?" keluh Mama Satya.

Satya pun cengengesan. Sejauh ini aku bisa melihat ia memang cukup nyaman dengan mamanya. Mungkin apa yang ia katakan di mobil tadi memang benar adanya, mamanya tipikal orang tua yang santai, jadi pasti jarang ada konflik di antara mereka berdua.

Dari situ pun kami beranjak ke belakang dan beliau memberikan kami celemek untuk dipakai agar tidak mengotori baju. Beliau lalu mulai mengajari kami berdua untuk membuat sebuah mangkuk dengan menggunakan roda gerabah. Perasaanku yang semula gugup dan kikuk, perlahan semakin santai karena mulai menikmati proses yang diajarkan. Membuat keramik ternyata memang terasa menyenangkan dan juga relaxing, meskipun tangan jadi kotor dan belepotan karena perpaduan air dan tanah liat.

"Tante udah berapa lama menggeluti pottery?" tanyaku basa-basi kepada wanita yang aku yakin terlihat lebih muda dari usia sebenarnya. Meskipun sudah ada garis-garis kerut di wajah, mama Satya bisa dibilang punya kulit yang masih kencang dan berpendar. Pakaiannya yang sangat kasual dengan celana denim, kaus lengan panjang polos, dan espadrilles Chanel juga tidak menutupi kesan elegan dari penampilannya.

"Udah 10 tahun. Awalnya iseng-iseng aja belajar di Singapura waktu nemenin Satya sekolah di sana. Eh, ternyata keterusan sampai sekarang."

"Ohh..." Seingatku Satya memang pernah mengatakan bahwa dia dan adiknya menempuh pendidikan SMA di Singapura, sebelum akhirnya kuliah di Amerika.

"Mama aku bukan cuma bisa bikin keramik, Runa. Dia juga bisa bikin perhiasan sama melukis," ucap Satya yang duduk di sebelahku.

"Wah, keren banget. Oya, Tante bukannya juga punya bisnis batik ya?"

"Kalau itu sebetulnya teman Tante yang berperan. Tante cuma support aja jadi mitra bisnis dia."

Setelah tersenyum menanggapi jawaban mamanya Satya, aku pun menoleh ke arah Satya. Ia terlihat sedang serius membentuk tanah liat di depannya menjadi benda yang ia inginkan.

Rahasia RunaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang