Sayap Pelindung

3.1K 449 16
                                    

RUNA

Entah sejak kapan Kak Rio sudah berdiri di depan pintu. Tatapannya cenderung tenang dan datar ketika melihat kami berdua, berbeda sekali denganku yang merasa horor begitu pandangan kami bertemu.

"Kakak ngapain di sini?" tanyaku was-was.

Ia pun menarik napas dengan kuat sambil melonggarkan dasi.

Tunggu, tunggu... Dia nggak bakalan mukul Satya atau hal bodoh lainnya kan?

Untunglah kulihat Kak Rio memasukkan kedua tangannya ke dalam kantong celana yang membuatnya terlihat semakin berwibawa-sekaligus intimidatif.

"Boleh kita bicara sebentar?" ucapnya yang terdengar lebih seperti perintah daripada permintaan.

Aku menoleh sebentar ke Satya yang sampai saat ini belum berkata apa-apa. Sepertinya ia juga masih kaget, atau mungkin sedang berusaha membaca situasi.

"Kita berdua aja kan, Kak?" tanyaku untuk memastikan.

"Bertiga. Three of us," responnya cepat dan langsung masuk ke dalam apartemenku tanpa permisi.

***

"Udah berapa lama?" tanya Kak Rio dengan intonasi tenang namun juga tajam.

"B-berapa lama apanya, Kak?"

Jika ada seseorang yang bisa mengukur seberapa cemas dan takut wajahku saat ini dari skala 1-10, aku yakin nilai 10 saja tidak cukup. Minimal 15 lah.

"Berapa lama sudah kerja di Adipa?"

Haaahhh-

"Dan berapa kama kalian sudah seperti ini?"

Tuhan, tolong pingsankan aku.

Namun alih-alih pingsan, aku mulai merasakan napasku terasa berat dan dadakh semakin sesak. Apa hanya karena panik atau jangan-jangan asmaku kembali kambuh.

"Kak..."

Entah perasaanku saja, tatapan mata Kak Rio yang tadinya tenang kini mulai berubah. Kulihat ada binar kecewa di matanya saat ini.

"Kak, please dengerin penjelasan aku dulu ya," ucapku sambil mengedarkan pandangan sekeliling. Untunglah Mama sepertinya sudah tidur di dalam kamarnya. Jadi hanya kami bertiga di ruangan ini yang terperangkap dalam suasana kelam.

"Sejak kapan?" Kak Rio mengulangi pertanyaan yang sama tanpa menurunkan nada bicaranya. Tidak hanya kecewa, ia juga terlihat letih. Kemeja putihnya pun terlihat lecek karena pasti sudah ia kenakan seharian tadi.

"Sudah beberapa bulan, Kak..." jawabku dengan bergetar. Lalu kurasakan Satya menyentuh punggungku untuk menenangkan.

Satya mulai membuka suara. "Saya tahu mungkin hal ini cukup mengagetkan buat Mas, tapi Runa punya alasan yang kuat kenapa-"

"Karena uang? Iya kan?" Kak Rio mengalihkan pandangan dari Satya ke arahku. Ia pun terlihat semakin gusar. "Kakak bisa terima kalau kamu nggak mau kerja di Tarama, tapi bagaimana bisa kamu mengemis dari Adipa?! Sedangkan Kakak atau Tante Soraya bisa membantu kamu kapan saja?"

Rahasia RunaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang