Pertemuan Pertama

2.8K 454 59
                                    

Terharu ternyata masih ada yang nungguin dan ngikutin cerita ini :')

Terima kasih!

*

"Seminggu yang lalu Bu Dian ini baru saja nikahin anaknya lho. Tahu gitu saya ajak kamu juga ke resepsi, saya pergi sendirian soalnya..."

Pak Juna baru saja menyampaikan sebuah informasi yang membuat Runa terusik. Tanpa bisa dicegah, pikirannya langsung membayangkan mantan kekasihnya bersanding di pelaminan, dengan seorang perempuan yang menjadi pilihannya.

"Menantunya nggak dibawa ke sini, Mbak? Biasanya suka jalan berdua," lanjut Pak Juna berbasa-basi.

"Nggak, Jun, Calista lagi sibuk di kantor."

Calista... Nama yang indah, gumam Runa dalam hati. Pasti parasnya juga cantik.

"Lawyer kerjaannya memang nggak kenal waktu ya, ceu."

Mama Dian tertawa sambil mengangguk. "Bulan madu aja belum sempat itu mereka. Dua-duanya sibuk terus."

Runa semakin merasa gerah. Bisakah percakapan ini segera beralih topik saja? Bukankah seharusnya mereka membicarakan tentang charity atau apa lah yang berhubungan dengan kerjaan.

"Jadi gini Runa, Bu Dian mau mengadakan acara charity untuk Pusaka Wastra bulan depan. Kita diminta untuk mengurus salah satu bagian dari acara tersebut, bekerjasama dengan seniman-seniman yang ikut serta."

"Pusaka Wastra?"

"Pusaka Wastra itu perkumpulan ibu-ibu pecinta kain nusantara. Nah, Bu Dian ini ketuanya."

Oh, pastilah yang dimaksud Pak Juna ini adalah ibu-ibu sosialita ibu kota yang selalu menyempatkan waktu untuk menghadiri acara ini dan itu. Demi eksistensi dan tentu saja bersosialisasi. Tapi untuk seorang wanita seperti Mama Dian, Runa yakin beliau selalu punya maksud dan tujuan yang lebih bermakna setiap kali mengadakan acara-acara seperti ini.

"Iya, Runa. Biasanya setahun dua kali kami mengadakan acara besar, seperti charity, pameran, dan peragaan busana. Kali ini rencananya mau diadakan di Dharmawangsa."

"Oh, baik, Tante."

Selanjutnya mereka pun lanjut membicarakan segala detail mengenai acara tersebut. Mama Dian tampak sangat bersemangat dan binar cerah terlihat dari matanya.

"Sekitar seminggu lagi kita bisa meeting ya, Mbak," ucap Pak Juna ketika pembicaraan sudah mau selesai.

"Oke, Jun." Tiba-tiba Mama Dian menoleh ke Runa sambil tersenyum. "Nggak nyangka akhirnya bisa ketemu Runa lagi. Kapan-kapan kalau ada waktu, main-main ke rumah ya, Nak."

Deg. Runa tidak tahu apakah Mama Dian memang serius atau hanya berbasa-basi soal ini. Ia pun hanya merespon dengan mengangguk sopan walau tidak mengiyakan dalam hati. Runa tahu dia tidak punya tempat lagi di sana. Dia tidak pantas untuk menginjakkan kaki di rumah itu lagi. Dia tidak berhak untuk mendapatkan perhatian dari keluarga mereka lagi, seperti yang pernah ia dapatkan dulu.

"Oya, selamat ya, Tante..." ucap Runa menggantung.

Mama Dian tercenung sejenak. Sepertinya ia menunggu penjelasan dari maksud ucapan tersebut.

"Selamat untuk pernikahan..." Di sini Runa sempat tercekat, sungguh sulit untuk menyebut satu nama itu.

"Arka? Pernikahan Arka?" sambung Mama Dian yang mungkin sudah gregetan untuk menanggapi.

Eh?

Oh. Arka... Adiknya Satya yang anak nomor dua! Astaga! Runa pun mengutuki dirinya sendiri yang sudah salah sangka.

Rahasia RunaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang