Belum Selesai

3.4K 395 25
                                    

Sejenak ia terdiam sambil menatap sepasang mata di sampingnya yang sedang menaruh harapan. Perasaannya sempat tidak keruan. Namun tiba-tiba saja Runa malah tertawa lalu melepaskan genggaman tangan pria itu.

"Mungkin kamu nggak tahu gimana rasanya diperjuangkan sama ayah kamu sendiri, tapi aku yang bakalan memperjuangkan kamu, Runa. Suatu saat kamu bakalan tahu seperti apa rasanya diperjuangkan."

Setelah sekian lama, laki-laki itu kembali hadir di kehidupannya. Laki-laki yang dulu pernah ia cintai dengan tulus, lalu menyakiti hatinya di saat ia sedang terpuruk, tiba-tiba saja datang mengetuk pintu perasaannya yang sudah lama tertutup rapat.

Apakah Runa mau begitu saja membuka diri dan mempersilakannya masuk untuk mendiami relung hatinya seperti sedia kala? Tidak. Tidak boleh secepat itu. Justru ia mulai merasa bodoh karena telah larut dalam percakapan ini.

Mudah sekali mulutnya berkata manis seperti itu, gerutunya dalam hati. Baru saja beberapa hari yang lalu ia mendengar sendiri pria itu tidak menaruh perhatian sama sekali akan keberadaannya kembali di Jakarta.

"Kalau kamu lupa, kita sudah berpisah 4 tahun tanpa kabar sama sekali. Dan tiba-tiba kamu bicara soal 'perjuangan'? Selama ini kamu ke mana saja?!"

Satya tertegun mendengar suara tinggi Runa. Ia hanya bisa menatapnya dengan diam selama beberapa detik, hingga tiba-tiba matanya basah. Dalam senyap, ruangan sempit itu terasa semakin pengap.

Runa pun mengalihkan pandang. Tidak berani menatap pria itu lagi. Kali ini, ia telah patah hati untuk kesekian kali.

"But you don't know what I've been going through..." ucap Satya dengan suara pelan, memecah keheningan.

"What? What have you been going through? Tell me!" balas Runa dengan ketus. "Hidup kamu baik-baik saja hingga bisa sampai di titik ini. Hidup kamu sempurna, Satya! Kamu udah punya jabatan tinggi, keluarga kamu harmonis, kamu bisa punya dan melakukan apapun yang kamu mau. Iya kan?"

Tiba-tiba sebuah suara mulai terdengar dari luar pintu. Terdengar beberapa orang sedang berbicara. Mereka berdua spontan berdiri dan tidak berapa lama kemudian lift berhasil terbuka setelah ditangani oleh beberapa orang petugas. Tidak ada percakapan berarti di antara mereka berdua setelahnya. Masing-masing hanya sibuk meredam pikiran yang bergemuruh di kepala. Hingga urusan transaksi lukisan selesai pun, interaksi mereka tetap kembali ke setelan awal. Begitu asing. Begitu berjarak. Seperti sebelumnya.

***

Berhari-hari setelah peristiwa di lift waktu itu, mereka tidak pernah lagi bertemu. Sesekali Runa hanya terhubung dengan Tante Dian untuk urusan pekerjaan, tetapi tidak dengan anaknya. Ia kembali larut dalam pekerjaan dan tugas yang mendera, terutama untuk persiapan acara Pusaka Wastra minggu depan.

Namun pikirannya sebetulnya terusik sesekali. Berbagai kekhawatiran mengganggunya di sela-sela waktu. Ada pula perasaan bersalah atas perkataan dan perkataannya hari itu kepada Satya.

Hingga tiba-tiba sosok yang sudah sangat lama tidak ia lihat, muncul di galerinya pada suatu sore yang cerah.

"Molaf?" Runa sempat tidak percaya dengan apa yang ia lihat.

Laki-laki itu pun tersenyum hingga matanya mengecil. "Apa kabar, Na?"

"Ya ampun... Baik. Lo gimana?"

"Baik, Na. As you can see, gue udah nggak di Adipa lagi sejak tahun lalu," jawab Molaf sambil membentangkan tangan. Terlihat Molaf sedang mengenakan kaos dengan logo sebuah perusahaan bernama Aventurer.

Ternyata kantor Molaf tersebut, sebuah perusahaan rintisan di bidang e-commerce, sedang mengadakan town hall meeting di Jakarta Central Gallery (JCG). JCG memang mempunyai satu space kosong yang bisa dipakai untuk mengadakan acara kecil dengan suasana berbeda dari venue biasanya, berlatar belakang instalasi dan suasana yang lebih artistik.

Rahasia RunaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang