Dengan wajah sumringah, Molaf menyapa semua orang di hari pertama ia kembali masuk di kantor ini. "Morning, All!"
"Morning, Mol," balas beberapa karyawan bersamaan.
"Cerah banget ya yang baru pulang dari Europe!" goda Pinkan yang kebetulan sedang mengambil beberapa print out di dekatnya. Molaf memang baru saja menyelesaikan cutinya jalan-jalan di beberapa negara di Eropa langsung setelah sebelumnya di Belanda untuk urusan pekerjaan.
"Cerah dong, angin Swiss kan beda," balas Molaf dengan sombongnya yang membuat Pinkan tertawa.
"Tapi BM kita kok jadi kusut terus mukanya, Mol? Di Belanda anginnya jelek ya?" sambung Ilham yang kebetulan berada di dekat mereka.
"Satya?" tanya Molaf sambil menaikkan sebelah alis.
"Iya. Di Belanda kemaren ada masalah apa gimana? Sejak balik dari sana wajahnya nggak pernah ramah gitu. Gue tiap masuk ke ruangannya berasa masuk kandang singa," balas Ilham dengan wajah masam.
Molaf pun menoleh ke arah ruang kerja Satya yang pintunya sedang ditutup rapat. Bisa diprediksi bahwa Satya sudah berada di dalamnya karena dia selalu datang paling pagi di lantai ini.
"Gue ke sana dulu ya," pamit Molaf yang beranjak untuk menemui Satya di ruangannya. Ini adalah kali pertama mereka bertemu setelah berpisah jalan di Amsterdam kemarin.
Tok, tok.
Tanpa menunggu jawaban dari dalam, Molaf membuka pintu dan masuk ke dalam ruangan. Terlihat Satya sedang sangat sibuk dengan pekerjaannya.
"Gue denger Alan masuk rumah sakit karena dihajar orang di club. Beneran?" tanya Molaf tanpa sapaan basa-basi sebelumnya.
"Iya," Satya menjawab singkat tanpa menoleh sama sekali. Matanya masih terpaku ke depan layar.
Molaf menghela napas berat. "Itu anak bikin masalah sama siapa kali ini?"
"Abang sepupunya Runa."
"Hah?"
Kali ini Satya berhenti mengetik lalu melihat ke arah Molaf. "Gue juga nggak ngerti, Mol. Tiba-tiba aja dia datang terus ngehajar Alan habis-habisan."
Kali ini Molaf tidak langsung menjawab. Ada jeda selama beberapa detik.
"Karena video itu?" tanya Molaf tiba-tiba.
Satya menaikkan sebelah alisnya. "Video apa?"
"Video... Runa," jawab Molaf mulai gamang karena tidak yakin sejauh apa ia harus bercerita.
"Maksud lo apa, Mol? Video apa?" desak Satya mulai gregetan. Sungguh ia tidak mengerti tentang apa yang Molaf bicarakan.
"Lo... tanya Runa deh. Gue nggak punya hak buat ngomong."
Satya pun semakin pusing. Jelas ia tidak suka dengan jawaban Molaf yang menggantung.
"Tapi Runa udah nggak di sini..." Wajah Satya berubah sendu begitu mengatakannya.
Kali ini Molaf yang tampak bingung. "Maksudnya?"
"Udah nggak kerja di sini, Mol. Bokapnya udah tahu."
Molaf menganga. "Serius?! Terus? Dia terpaksa resign, gitu? Kasihan amat."
Satya menyandarkan punggungnya ke belakang lalu memejamkan mata sekilas. "Gue juga nggak tahu dia di mana. Gue mau nemuin dia malam itu, tapi apartemennya kosong. Hapenya juga nggak aktif sampai sekarang."
"Damn. Serem banget, Sat. Jangan-jangan diculik sama bokapnya lagi?" ujar Molaf setengah bercanda yang sayangnya nggak lucu sama sekali di telinga Satya. "Terus lo nggak mau nyari ke mana-mana? Tanya ke abang sepupunya itu lah."
KAMU SEDANG MEMBACA
Rahasia Runa
ChickLitSeorang Runa Hariadi seharusnya menjalani hidup dengan begitu mudah dan serba mewah. Namun sesuai dengan sifatnya yang lembut tapi rebel, ia justru mengambil jalan hidup yang lebih sulit. Runa memilih untuk bekerja di sebuah perusahaan fast-moving c...