Jam Besuk

6.5K 751 51
                                    

RUNA

Setelah pulang kantor, akhirnya aku sampai di rumah sakit tempat mamanya Satya alias Mama Dian dirawat. Aku mendapati Satya sedang duduk sendiri di koridor dengan keadaan yang cukup berantakan. Wajahnya terlihat capek dan pakaiannya sudah kusut di sana-sini. Namun begitu ia melihatku, matanya berubah cerah dan ia pun tersenyum lebar. Aku langsung memeluknya untuk memberikannya kekuatan dan juga melampiaskan rasa rindu karena sudah tidak bertemu sejak tadi pagi.

"Kamu naik apa ke sini?" tanyanya lembut.

"Taksi. Kamu udah makan kan, Sayang?"

Satya pun mengangguk di mana ia masih memegang lenganku setelah pelukan kami terlepas. Aku melihat ke sekeliling dan tidak mendapati siapa-siapa.

"Jadi gimana keadaan Mama sekarang?"

Satya menghela napas berat. "Mama lagi istirahat sekarang. Tadi udah diperiksa sama dokter, tinggal nunggu hasilnya."

"Memangnya Mama sakit apa?"

"Yang aku tahu Mama punya asam lambung. Tapi hari ini gejalanya cukup parah. Setelah dari acara dengan temannya, Mama muntah-muntah dan susah bernapas di sekitaran lobi Plaza Indonesia. Untung aja kebetulan Alan ada di dekat situ."

Ah, Alan... Nama itu lagi dan lagi hadir di antara kami berdua.

"Alan... masih di sini?" tanyaku mulai was-was.

"Nggak, dia lagi ada urusan. Aku bersyukur banget dia udah nolongin Mama hari ini," jawabnya dengan mata yang kembali sayu. Satya tidak bisa menyembunyikan kekhawatirannya.

"Yaudah, semuanya udah baik-baik aja kan. Aku yakin mama kamu bakalan pulih secepatnya." Aku pun mengelus kepalanya dengan lembut. Jarang sekali aku melihatnya sesedih ini, selain ketika aku dirawat akibat asma waktu itu. Pasti berat untuknya melihat dua orang di dalam hidupnya masuk rumah sakit dalam waktu yang berdekatan.

"Aku udah kasih tahu Mama tadi supaya jaga makan, jangan kecapekan. Kamu juga jaga diri ya. Aku ngga mau lagi lihat kamu sesak napas kayak waktu itu. Pokoknya selain aku, kamu juga harus bawa inhaler kemana-mana."

"Iyaaa, ampun deh kamu jarang-jarang cerewet gini," balasku gemas sambil kembali memeluknya.

"Sat!"

Badanku tiba-tiba membeku. Suara barusan terasa seperti sambaran petir di siang bolong. Suara dari seseorang yang paling tidak aku harapkan kehadirannya.

Aku melepas pelukan dan kami berdua melihat ke arah panggilan. Benar saja, pria berengsek itu sedang berjalan mendekati kami bersama seorang wanita paruh baya di sampingnya yang terlihat anggun dengan dress linen warna putih gading. Beliau terlihat membawa sebuah buket bunga yang sangat cantik di tangannya, sedangkan Alan menenteng sekotak kue dari sebuah pâtisserie ternama. Spontan aku tersadar bahwa aku lupa membawa buah tangan apapun karena terburu-buru pergi begitu selesai bekerja tadi. Aghh!

Alan dan wanita tersebut pun menyapa Satya dan sekilas Alan melihatku.

"Mi, kenalin ini Runa, pacarnya Satya," ucap Alan kepada wanita yang ternyata adalah ibunya. Aku pun menyalami beliau dengan sopan, walau dalam hati aku berkata, jadi ini wanita yang telah melahirkan laki-laki se-berengsek Alan. Namun mamanya Alan menyambutku dengan sangat ramah yang membuatku langsung merasa bersalah dengan pikiranku barusan.

"Wah jadi ini dia anaknya! Dian banyak cerita tentang kamu..." Mama Alan melihatku dengan mata berbinar sambil tetap memegang tanganku dengan kedua tangannya. "Dian senang sekali lho akhirnya Satya punya pacar. Katanya cantik dan baik juga. Tante ngiri deh, anak Tante belum juga punya pacar."

Rahasia RunaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang