Pergulatan Batin

3.9K 457 54
                                    

AMPUN DAH INI NULIS SATU BAB DOANG SAMPAI BERHARI-HARI T_T

VOTE DAN COMMENT YAA PLSS!! <3<3

Terima kasih juga buat yang udah komen di bab yg kmrn :* Maaf ga bisa reply tapi pasti aku baca satu2 ❤️🙏☺️

~

Rio dan Runa meninggalkan Nautilus dalam diam. Keduanya tidak berinteraksi sama sekali dalam perjalanan ke bawah karena sibuk dengan pikiran dan perasaan masing-masing.

Rio bahkan banyak mengumpat dalam hati akibat interaksinya dengan Satya barusan. Sialan! Ngapain juga gue ngomongin soal itu tadi kalau reaksinya kayak tai.

Sementara itu, Runa masih mengingat jelas kalimat yang ia dengar sendiri, di mana sambil berdiri kaku ia melihat sosok yang sudah sangat lama tidak ia lihat secara langsung. Malam ini ia sedang mengenakan dress hitam bertali bahu tipis dengan rambut yang digelung ke atas. Ia diajak oleh Tante Soraya untuk makan malam bersama di restoran Palm Court, yang terletak di hotel yang sama dengan tempat Kak Rio sedang menyendiri di bar tadi. Siapa sangka ia harus bertemu dengan Satya. Namun malam ini ia jadi tahu bahwa laki-laki itu sudah tidak lagi peduli kepadanya.

Sesampainya mereka di meja, ada rasa haru yang tiba-tiba ia rasakan melihat kehadiran keduanya. "Terima kasih, Tante, sudah mendukung dan memperhatikan Runa selama ini. Sudah menjadi sosok ibu buat Runa. Runa nggak akan sampai di titik ini kalau bukan karena Tante dan Kak Rio," ucap Runa sambil memeluk Tante Soraya dari samping.

"Kak Rio, terima kasih sudah menjadi sosok kakak yang luar biasa buat Runa," imbuhnya kemudian dengan mata berkaca-kaca.

Kak Rio pun tersenyum. "I'm proud of you, dek. Tetap jadi diri kamu sendiri ya." Ia pun beranjak dari tempat duduknya dan memeluk mereka berdua dari belakang. Sementara itu Tante Soraya juga ikut terharu dan mencium kening Runa dengan lembut. "Tante juga bangga sama Runa. Yang penting Runa bahagia dan sehat selalu ya, nak."

***

Sementara itu, di belahan dunia yang lain, Satya memutuskan untuk tidak pulang ke apartemennya sendiri, melainkan ke rumah orang tuanya. Ia sedang tidak ingin sendiri. Begitu banyak hal yang menimpanya saat ini. Dari mulai masalahnya dengan Tarama mengenai akuisisi yang tidak berjalan sesuai dengan rencana, hingga kejadian malam ini di mana ia melihat Runa tanpa saling bertemu pandang. Ia yakin Runa bisa melihat keberadaannya di bar tadi tetapi gadis itu memilih untuk tidak mengindahkannya sama sekali, seakan-akan ia makhluk tidak kasat mata.

Namun tentu saja Satya tahu mengapa. Ia yakin Runa mendengar kalimat yang ia ucapkan kepada Rio dengan semena-mena. Saya nggak punya waktu buat hal-hal seperti itu.

Well said, Satya. Well said, lirihnya dalam hati.

Sesampainya di rumah, Mama Dian menyambutnya dengan wajah cerah, berbanding terbalik dengan suasana hatinya sendiri.

"Kenapa, Nak?"

"Nggak apa-apa. Lagi capek aja."

"Oh, ya ampun." Mama Dian pun mengelus kepala anak sulungnya dengan kasih sayang.

"Lusa mau temenin Mama?" lanjutnya.

"Ke mana?"

"Ketemuan dengan salah satu vendor acara Pusaka Wastra. Namanya Pak Juna... Ada Runa juga." Mama melihatnya dengan tatapan penuh harap. Entah apa maksud di balik permintaannya karena Satya tahu bahwa mamanya sebetulnya tidak perlu ditemani. Beliau sudah terbiasa ke mana-mana sendiri dengan supir dan juga asisten pribadinya.

Mama memang sudah bercerita soal pertemuannya dengan Runa beberapa hari yang lalu lewat WhatsApp, makanya Satya tidak kaget lagi ketika Rio memberitahunya di bar tadi. Namun sampai hari ini kabar tersebut tidak diindahkannya. Tidak berarti sama sekali baginya.

Rahasia RunaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang