Rasa-rasanya, lebam Elraga itu sudah bersahabat dengan wajah tampan Elraga. Karena, tidak pernah hilang lebam itu dari wajahnya. Tiap kali sudah mulai sembuh dan pudar, lebam itu datang lagi karena Elraga berkelahi lagi.
Kini, di warung kopi terdekat, mereka semua terduduk. Elraga, bersama teman-temannya.
"Lo jangan terlalu kepancing emosi, Elraga," tutur Reno halus. "Gue tahu lo emosi. Tapi, kalau tadi lo lawan dia, itu malah makin jelekin citra kita, SMA Arubuana."
Elraga kini menatap Gerald tak terima. "Terus, lo mau salahin gue atas semua ini, hah?! Lagian, citra basket kita udah jelek, ngapain disangkal lagi. Gara-gara si Chandra bangsat itu, basket kita jadi begini!"
"Gue tahu, emang kurang ajar sih si Ale tadi. Tapi, kita gak bisa apa-apa, Elraga. Maksudnya, kita emang kalah dari mereka. Itu kan sebuah pertanda buat kita latihan lebih giat lagi, Elraga! Gue paham banget, dia emang ngeselin, tapi bisa apa kita?" kata Gerald.
Gerald memang begitu, di antara semuanya, Gerald-lah pendengar yang baik. Dia bisa membalidasi perasaan sang korban tanpa merasa terintimidasi. Malah, mereka merasa nyaman, dan juga mendapatkan pelajaran yang berarti.
Misalnya saja, di sini, ditekankan agar SMA Arubuana menjadi lebih giat dalam berlatih basket daripada mereka bergulat.
"Satu lagi, El. Gue mau nambahin," tandas Algra. "Gue tahu lo emang kesal. Tapi, jangan turutin segala emosi lo, El. Karena, akhir dan dampaknya ke lo lo juga. Coba, sebelum lo marah atau beraksi, tahan deh. Karena, kalo lo marah-marah terus, cepet tua lo!"
"HAHAHAHAHA, PARAH EL DIBILANG TUA!"
"ANJRIT, DIEM LO ALDI!!"
"Lo gak tau, Gra. Kenapa gue kayak begini. Kenapa gue sangat sensitif kepada emosi gue, lo gak tau!" balas Elraga.
Elraga kini menyingsingkan celananya, menunjukkan paha kekarnya, yang ternyata banyak sekali bekas-bekas cambukan. "Liaat ini, Gra. LIAT!"
Teman-temannya sudah jelas tahu, jika ini pasti ulah bapaknya Elraga. Tapi, nyatanya mereka tetap saja iba melihatnya. Hati mereka tetap saja mencelus ke dalam juarng tanpa ada batasnya.
Didapati paha besar itu sebuah bekas pecutan yang berpola acak, melintang panjang, kemudian pola itu bertabrakan dengan bekas pecutan lainnya. Warnanya merah kebiruan, sangat ngeri dan nyeri melihatnya.
"Lo suruh gue pada buat ga marah, sementara ini yang gue selalu dapat di rumah! LIAT! LO PADA PUNYA MATA, KAN? JELAS!" suara Elraga makin mantap sekarang. "Gue gak mau marah-marah. Gue juga gak mau dapet siksaan kayak begini. Sakit.
"Sepanjang hari, sepanjang latihan, gue sembunyiin ini semua. Sakit rasanya. Sakit banget. Bahkan, sejak tadi latihan dan sparing, gue nahan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Sepucuk Surat untuk Elraga [SELESAI]
Teen FictionBasket SMA Arubuana terancam dibubarkan! Elraga, sebagai ketua basket, berusaha dengan keras untuk membangun kembali pamor basket SMA Arubuana yang telah redup sebelum-sebelumnya. Bersama dengan Kalamanda, si murid baru, semuanya terasa mudah bagi...