34. Lagu untuk Kal

21 7 0
                                    

Sore itu, Elraga kembali ke sekolah dengan mobil van bertepatan dengan bel pulang sekolah yang berdering pulang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sore itu, Elraga kembali ke sekolah dengan mobil van bertepatan dengan bel pulang sekolah yang berdering pulang. Seketika itu pula, lapangan dibanjiri oleh para siswa-siswi yang hendak pulang.

Tim basket SMA Arubuana menjadi pusat perhatian saat itu juga. Mereka melihat Elraga dan kawan-kawannya dengan tatapan kagum. Sebab, desas-desusnya terdengar jika mereka mulai menorehkan prestasi lagi. Dan sekarang, mereka telah melaju pada dua puluh besar untuk DBL tingkat provinsi.

Hal itu merupakan suatu kebangaan, apalagi jika bisa mnegalahkan 40 sekolahan seantero Jakarta. SMA Arubuana pasti akan melambung tinggi. Tapi, Elraga dan tim basketnya sadar, hal itu pasti tidak mudah. Sebab, mereka harus melewati banyak tim basket hebat lainnya.

Salah satunya SMA Exonic, yang bahkan Elraga selalu kewalahan mengalahinya. Elraga yakin, bahwa itu tidak akan mungkin terjadi. Beruntung, kepala sekolahnya hanya minta SMA Arubuana masuk ke babak dua puluh besar dahulu, bukan langsung ke tahap pemenang. Karena, kalaupun iya, tim basket SMA Arubuana yakin mereka tak akan sanggup.

Di lapangan itu juga, tatapan Elraga dan Zega saling menubruk. Mereka menatap satu sama lain, dengan waktu yang cukup lama. Berakhir, Zega yang tersenyum dan mengangguk-angguk. Di mata Elraga, senyuman itu nampak bagaikan senyuman sarkastis, yang Elraga tidak sukai. Sama sekali.

"Dikira sepak bola doang kali yang mantep, lupa mereka punya basket," keluh Elraga saat duduk di kantin, menyeka keringatnya.

Tak berselang lama, segerombolan siswi yang masih mengenakan bet putih, datang mengerubungi Elraga. Elraga tahu, mereka adik kelas. Masih kelas sepuluh. "Kak, s-semangat, ya," tutur salah satu siswi sambil ragu-ragu memberikan sebotol minuman cokelat. "P-pasti bisa jadi juara."

Elraga menatap botol itu. Sementara, siswi itu sudah lari, mengibrit.

"Anjir, dia takut ego liat lo, El. Katanya kayak iblis, makanya dia lari ngibrit gitu," tutur Aldi sambil merampas minuman tadi.

"Sialan, itu minuman buat gue, bukan buat lo," protes Elraga.

"El," panggil Kal. "Gimana lombanya, pesan gue gak dibales."

Elraga tersenyum. "Baik, kok lo gak dateng tadi?"

"Gak bisa El. I'm so sorry, El. Lo berjuang sendirian, gak ada yang dukung—"

Elraga menempelkan telunjuknya pada bibir Kal. "That's enough, Kal. By you're always supporting me, that's more than enough, Kal."

Kal tersenyum samar. Dia merasa ada kupu-kupu yang terbang di dalam perutnya. Membawanya terbang hingga langit ke tujuh.

"Kapan pertandingan dua puluh besarnya? Habis itu udah, kan?"

"Tiga hari lagi. Doain, ya."

Sepucuk Surat untuk Elraga [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang