53. Turut Berduka Cita

26 6 0
                                    

Elraga pulang ke rumahnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Elraga pulang ke rumahnya.

Rumahnya terlihat redup, dengan bendera kuning yang sudah disematkan di pagarnya. Ada banyak sekali papan berbunga yang bertuliskan "TURUT BERDUKA CITA".

Elraga teringat kembali akan kepulangan mamanya, seketika. Niatnya, setelah pengumuman basket tadi, dia akan langsung pulang dan meratapi semua nasibnya. Ternyata, keajaiban sempat singgah dulu pada kehidupannya lewat Zega Ardhitama.

Sehingga, ketika dia pulang, dia merasa harus membawa kabar bahagia ini pada teman-temannya. Dan bersama mereka, Elraga lupa akan permasalahan yang ia hadapi di dunia ini. Kini, begitu Elraga masuk ke rumah, ada banyak sekali pasang mata yang melihatnya.

Sesosok cowok berkeringat yang menggunakan baju basket lusuh.

Elraga tahu, dia memiliki banyak sekali dendam pada mamanya, sebab dia tidak merestui pernikahannya dengan Aris. Menjadikannya, sisa hidup yang ia alami, penuh dengan kekerasan fisik.

Tapi entah kenapa, ketika dia benar-benar ditinggal mamanya, dia benar-benar merasa kehilangan.

Kehilangan yang amat sangat terasa dalam.

Segerombolan ibu-ibu mendatanginya. Mereka menepuk pundak Elraga, "Yang sabar ya, Nak?"

Elraga memaksakan senyumnya. "Iya, makasih, Tante."

Ketika ia hendak ke kamarnya, mata Elraga bertubrukan dengan bapaknya, Aris. Mata itu menyiratkan lelah, kecewa, kehilangan, dan semuanya. Tapi dia tidak berlaku apa-apa. Elraga mengedikkan bahunya, dia pergi ke kamarnya.

Sekarang, bersandar pada pintu kamarnya, dia menatap kosong ke jendela yang menggantungkan bintang-bintang berkilau. Dia berpikir, bagaimana jika mamanya tidak pergi ke Eropa. Ketika pagi itu, Elraga tidak berdebat dengan mamanya, dan mengambil kopernya, melarangnya pergi?

Pasti mamanya akan masih ada di sini, dengan rutinitas hariannya. Kembali ke butik.

Atau malah, sekarang Elraga diberi apresiasi. Entah pelukan hangat, atau ucapan selamat, sebab Elraga telah berhasil menggapai impiannya, menjadi juara satu basket.

Andai saja hidup tidak memporak-porandakannya sejauh ini, pasti dia akan bahagia. Jauh lebih bahagia.

Kamarnya rapi sekarang. Elraga sempat melipat dan menaruh kembali baju-bajunya ke dalam lemari, membuang sampah yang berserakan, dan juga merapikan selimut serta sprei kasurnya.

Entah kenapa, sekarang ada desakan kuat dari dalam dirinya untuk membuka laman Facebook miliknya. Hal yang tersirat dalam benaknya adalah... foto-foto alaynya ketika ia masih kecil.

Ia teringat Reno.

Bisa habis gue kalau akun Facebook gue ketauan.

Ia, dahulu, ketika ia masih bahagia, hidup dengan papanya, Elraga gemar berselfie ria. Ia memasukkan foto dengan topinya yang miring, melempar basket, dan atau bahkan ketika ia berbaring sambil menjulurkan lidah. Semuanya ia unggah.

Sepucuk Surat untuk Elraga [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang