26. Permintaan Maaf

25 8 0
                                    

Kal tidak masuk sekolah hari ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kal tidak masuk sekolah hari ini.

Cahaya matahari merambahi kamar redup Kal, menyinari Kal yang sedang terduduk di atas ranjang, dengan tangan melingkari kakinya. Lututnya menjadi topangan dagunya sepanjang malam. Pikirannya kalut, dan dia tidak bisa tidur karenanya. Kini, pandangan matanya kosong menatap ke arah depan. Air matanya sudah kering, kepalanya sekarang pusing,

Elraga mendominasi pikirannya. Dia tidak tahu harus bagaimana. Tujuan dan misinya sekarang sudah di depan mata. Tapi, karena sebuah kesalah pahaman, dia harus bertengkar hebat dengan Elraga. Dia sudah tidak paham lagi harus bagaimana, haruskah ia menuruti egonya untuk pergi saja, atau terus melanjutkan misinya kepada Elraga? Sebuah balas budi.

Kal tidak tahu manakala dia meninggalkan semuanya, apakah perasaan bersalah akan menghantuinya seumur hidup? Satu hal yang diajarkan papanya selalu adalah... jadilah orang yang bertanggung jawab. Apapun yang terjadi, selalu bertanggung jawab atas perlakuan yang dilakukan.

Tapi gue gak sengaja...

Ponselnya berdering sekarang, Tara meneleponnya. Kal sejujurnya tidak tertarik sama sekali untuk mengangkat. Setidaknya, dia membiarkan ponsel itu berdering selama lima belas detik.

Kal mengangkatnya.

"Halo?" tanya Kal dengan terkejut, karena dia tidak sadar jika suaranya bisa separau itu.

"Kal, lo di mana? Lo kena macet atau apa? Ih—Melina, anjir, sabar kek gue dulu yang ngomong... halo, Kal?"

Kal diam.

"Ih—anjir Leona, sabar—" Kemudian terdengar suara desut. Pasti ponsel Tara direbut.

"Halo, Kal? Are you fine?" tanya Leona.

Sial, air mata Kal kini lolos kembali. Kemudian, yang terdengar adalah suara isakan-isakan menyayat hati dari dalam dirinya.

Pernah kah kalian, ketika berusaha menahan sedih, ada yang bertanya sebatas 'apa kamu baik-baik aja?' dan air mata kalian langsung tumpah begitu saja? Iya, Kal merasakannya seperti itu.

Matanya ibarat bendungan bocor sekarang.

Dia mematikan ponselnya, memutus telepon itu dan kini, di kamar, dia menangis lagi. Astaga, dia tidak tahu sudah sebanyak apa dia menangis. Dia harus tegar. Kini, dia beranjak dari kasur dan hendak mencuci mukanya.

Di depan kaca, dia melihat wajahnya yang bengkak. Matanya yang sembab dan memerah tengah berenang dalam kubangan gelap, matanya menjadi ceruk dalam karena mata pandanya. Rambutnya berantakan dan kusut.

Kini dia mencuci mukanya, dan mengeringkannya dengan handuk bersih.

Telepon berdering lagi, dugaannya pasti itu dari teman-temannya lagi. Astaga, tidakkah mereka membiarkan Kal sendirian untuk sementara waktu? Kal berjanji, besok dia akan masuk lagi—

Sepucuk Surat untuk Elraga [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang