50. Antara Mimpi dan Hati

26 6 5
                                    

w tau banget rasanya digantung pasti gaenak

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

w tau banget rasanya digantung pasti gaenak. kebetulan kemarin ada yg komen dan minta next, yaudah deh gue upload heheh. happy reading, guys!

***

Jangan tanya apa kondisi Elraga sekarang.

Dia benar-benar syok.

Hari ini, di tempat yang sama, dia mendapatkan dua kabar menyakitkan. Aldi dan Reno yang diserang, dan mamanya yang sekarang meninggal.

Tubuh Elraga mengejang, dan juga merinding. tatapannya koosng ke depan. dan ponselnya lolos dari genggamannya. Seketika itu pula, lututnya melemas, dan dia langsung bersimpuh di atas nasibnya yang menerjangnya berkali-kali.

Dia masih termangu, dengan tatapan kosong yang mulai memancarkan air mata di pelupuknya. Kenapa?

"Halo," tutur bapaknya dengan suara parau. "Elraga, kamu di mana, pulang, El."

Elraga terisak-isak, dengan bibirnya yang masih kaku. Kulitnya seketika memucat begitu saja. Mamanya... meninggalkannya. Mamanya telah pergi jauh terbang, menyusul papanya yang sudah berpulang, kembali pada pangkuan-Nya.

Malaikat mengkungkung kota, seakan-akan mereka memberikan semangat, dan juga bela sungkawa terhadap Elraga yang ditinggal mamanya pergi selama-lamanya, dan sejauh-jauhnya.

"Elraga—"

"BOHONG, BAPAK BOHONG KAN KALAU MAMA MENINGGAL?" raung Elraga di tempat, yang membuat banyak pasang mata menatapnya. "MAMA MASIH HIDUP, PAK. BAPAK JANGAN BOHONG!!" Elraga berdiri kemudian.

"Elraga... pulang, Nak."

Baru kali ini, sosok kejam itu memanggilnya 'Nak'.

"BAPAK BOHONG, BAPAK PENIPU. MAMA MASIH HIDUP. MAMA DI PERJALANAN PULANG, MAU KETEMU SAMA EL. MAMA UDAH JANJI!!!"

Sekarang, yang terdengar di suara telepon itu hanyalah isak tangis bapaknya. "El...."

"BAPAK PEMBOHONG, MAMA MASIH HIDUP!!! MAMA PERJALANAN PULANG KE RUMAH!!" Elraga meraung. Seketika, ada perasaan sesal yang timbul begitu besar muncul di dalam hatinya, atas segala perlakuannya pada mamanya.

Elraga menutup sambungan telepon itu, kemudian membanting ponselnya seketika. Sehingga, ponsel berlogo apel itu retak berkeping-keping. Elraga menatapnya dengan puas, disertai dengan engahan napas yang terengah-engah.

Seketika, keadaan hening.

Benar-benar hening.

Elraga melihat ponselnya lagi yang sudah retak. Sekarang, sebuah pikiran berkelebat dalam benaknya.

Di sana, semua orang menatapnya dengan iba. Satu aula menatapnya dengan iba.

Elraga benar-benar heran.

Sepucuk Surat untuk Elraga [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang