Can I? 15. She Sad

108 51 21
                                    

Budayakan membaca sampai selesai.

.

By. Kanti

-----Happy Reading-----

.

''Reno!'' teriakan Jourdy ternyata tidak bisa menghentikan langkah Reno yang cepat. Karena gemas Jourdy dan Fino lari mengejar Reno dan berhasil mencegahnya.

''Reno please, please gua mohon, jangan kayak gini.'' Sambil memegang tangan Reno, Jourdy memohon. ''Gina punya alasan kenapa dia harus nutupin penyakitnya sama lo dan ke kita juga. Tolong paham gimana perasaannya Gina. Dia pasti nggak mau bikin teman-temannya khawatir sama dia.'' Ujar Jourdy, Fino setuju. Fino juga paham dengan kondisi Gina.

Tangan Reno lepas dari pegangan tangan Jourdy. Menatap kearah lain masih dengan perasaan kecewa. Dan kembali menatap Jourdy, ''Tapi gua sahabatnya dari kecil. Apa susah bilang sama gua?''

''Ren, Gina itu sakit parah loh. Dan lo malah kabur bukan semangatin dia?'' kata Fino, tidak tau di mana lagi otak Reno berada. Apa sudah jatuh ke lutut atau malah menghilang entah kemana.

''Jangan kayak gini Ren, lo malah makin bikin Gina down. Di saat seperti ini dia butuh orang kayak lo yang selalu ada buat dia. Kalau lo sayang Gina lo nggak boleh seperti ini. Semangatin Gina supaya Gina bisa sembuh. Kalau Gina sembuh lo juga bahagia. Kita semua juga bahagia. Jangan kekanak-kanakan Ren, lo itu udah gede.'' Panjang nasihat dari Jourdy. Inilah bakat terpendam Jourdy yang masih sedikit orang tau. Bahkan Jourdy sendiri sampai speechless dia bisa memberi nasihat bijak seperti ini.

Kekanak-kanakan? Reno terlihat seperti itu? Mungkin iya.

Sekarang hanya ada Reno dan Gina di dalam ruangan berbau obat ini. Tatapan Reno yang terus memandang Gina tiada hentinya. Rasa bersalah akibat sikapnya tadi sungguh pantas menyuruh Reno untuk minta maaf.

''Sorry ya Gin, gua tadi kaget. Gua benar-benar kecewa karena lo nggak bilang ke gua soal penyakit lo. Ya, mungkin karena kita terlalu dekat sampai gua percaya kalau lo nggak akan main rahasia sama gua tapi pada kenyataannya lo punya satu rahasia besar yang gua nggak tau.'' Lalu membuang napasnya. ''Gua nyesal atas sikap gua tadi. Gina, lo maafin gua kan?'' ayo Gin, please maafin Reno.

''Iya Ren, gua maafin lo dan gua juga maklumin sikap lo tadi. Gua juga minta maaf karena gua nggak bilang sama lo. Gua punya alasan sendiri dan lo juga pasti tau alasannya. Di samping itu juga gua takut Ren, gua masih nggak percaya dengan penyakit gua.'' Kedua mata Gina sudah berkaca-kaca. ''Gua nggak bisa terima ini terjadi sama gua. Gua nggak mau Ren, gua nggak mau suatu saat kalau gua nggak sembuh, kalau gua benar-benar pergi ninggalin lo itu akan membuat lo benci sama gua. Gua nggak mau lo benci sama gua karena gua ninggalin lo. Gua nggak mau.'' Rasa takut itu muncul di hadapan Gina. Gina tidak bisa membayangkan bagaimana jadinya kalau ia benar-benar pergi untuk selamanya.

''Sstt, jangan ngomong yang aneh-aneh. Lo pasti bisa sembuh. Lo nggak akan pergi ninggalin gua dengan keadaan lo seperti ini.'' ucap Reno sambil memeluk Gina.

Tidak lama mereka melepas pelukannya. Kepala Gina mendapat elusan dari Reno. ''Kata dokter lo harus rajin pengobatan supaya penyakit lo nggak makin besar. Gin, kalau lo takut lo ingat gua aja. Ingat senyuman gua supaya lo bisa menghadapi semua ini. Gua akan selalu ada buat lo selamanya. Nggak ada tersisa setetes pun yang gua buang untuk nggak ada buat lo.''

''Makasih ya, Ren.'' Bahagia nya Gina akhirnya bisa menutupi kesedihannya yang berlarut panjang.

***

''Nggak perlu. Aku udah butuh perhatian kamu lagi. Kamu sadar nggak setelah kepergian kamu di rumah sakit waktu itu aku sudah kecewa banget sama kamu dan aku sudah tegaskan ke diri aku sendiri untuk tidak lagi bertemu atau saling sapa! Bahkan bicara seperti ini pun aku tidak mau. Aku nggak tau apa yang kamu lakukan selama beberapa hari  ini dan tiba-tiba muncul menjadi manusia yang sok perhatian. Intinya aku mengingatkan sama kamu untuk taubat karena suatu saat kamu akan menyesali perbuatan kamu dan di saat itu nggak ada orang yang peduli sama kamu.'' Maya tidak menyesali dengan apa yang ia katakan barusan. Hati nya sudah hancur oleh Johan. Selama satu bulan ini Maya berusaha untuk sabar dan ikhlas dan membiarkan pria itu pergi tanpa mengundang rasa khawatir dan cemas di hati Maya. Ia sungguh membenci Johan. Laki-laki tidak bertanggung jawab.

Tawa Johan sudah mirip seorang psychopath. Tidak angin yang membawa kelucuan namun Johan bisa tertawa. ''Dasar wanita kurang ajar. Apa kamu lupa siapa yang memulai duluan? Apa perlu aku ingatkan sama kamu kalau kamu,'' telunjuk Johan menunjuk Maya. ''kamu duluan yang merayuku. Kamu yang mengejar-ngejar aku dan sekarang kamu menyalahkan aku karena aku pergi tidak bertanggung jawab atas kehamilan kamu? Cih, harusnya kamu juga sadar diri Maya. Apa kamu punya kaca di rumah? Kalau punya coba ngaca lihat diri kamu yang memprihatinkan ini. Mau-mau nya kamu melakukan itu sama aku dan pada akhirnya kamu menyesal. Harus nya kamu bisa berpikir Maya tentang akibat perbuatan kamu bukan nyalahin aku seperti ini.'' panjang kali lebar Johan membalas semua emosi Maya.

Laki-laki tidak punya hati. Bisa-bisa nya tertawa dan menyalahkan orang lain di atas perbuatannya yang menjijihkan. Maya tidak terima dengan ucapan Johan yang kurang ajar. 

PLAK!

Oh shit.

Gatal pipi kanan Johan tidak bisa ditahan akibat tamparan dari Maya yang keras. Wanita itu rupanya pandai menampar pipi orang tanpa perasaan. Bahkan sekarang pipi kanan Johan memerah.

''Nyesal aku ketemu dan punya perasaan sama kamu.'' Ucap Maya dipenuhi penyesalan, kemudian enyah begitu saja dengan matanya yang sedikit berkaca-kaca.

Sedangkan Johan, ia masih stay di tempatnya memandang wanita itu yang terus melangkah sampai bayangannya hilang. Bahkan tidak sekalipun wanita itu menoleh ke belakang.

Tidak bisa dipercaya. Amel, dia melihatnya dengan jelas. Ternyata ini kelakuan Pak Johan di luar sekolah? Mengejutkan sekali. Amel masih merasa ini adalah mimpi buruk. Ya, mimpi buruk bagi sekolahnya. Apalagi Pak Johan adalah guru baru yang mengajar mata pelajaran olahraga kelas 11. Jika semua warga sekolah tau pasti sangat heboh.

Segera Amel cabut dari sini supaya tidak ketahuan Pak Johan. Bisa kena amuk kalau sampai ketahuan. Langkah Amel dipercepat sampai ia berhenti di dekat Jourdy dan Fino yang menunggunya di lobi utama.

''Nah, ini nih, anaknya. Akhirnya muncul juga setelah berabad-abad. Ngapain aja lo di toilet eh? Lama banget!'' omel Jourdy kesal. Lama nya seperti menunggu kepastian dari dia.

Senyum simpul Amel keluar. Tidak biasanya Amel mengeluarkan senyuman simpulnya. ''Perut gua mendadak mules. Sorry ya?''

''Yaudahlah, yuk, balik?'' sahut Fino.

Bisa-bisanya Amel berbohong kepada dua temannya. Apa susahnya Amel memberitahu kepada mereka soal apa yang sudah ia lihat tadi? 

.

.

.

- Can I? -

#next16

Hai guys!

Gimana nih, sama Can I? chapter 15?

Ini adalah second story author, so kalian JANGAN LUPA untuk VOTE, KOMEN dan DUKUNG ya?

Kalau ADA TYPO langsung KOMEN aja ya?

Thank you, see you!!!

Can I? ( End )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang