Can I? 53. Emosi Amel

100 50 13
                                    

Budayakan membaca sampai selesai.

.

By. Kanti

-----Happy Reading-----

.

''Udah Fin, jangan nangis terus. Reno bakal sadar kok, tapi mungkin bukan sekarang.'' Kata Jourdy, bukan karena kesal atau jengkel melihat Fino menangis. Memang terlihat berlebihan tapi wajar kalau Fino menangis.

''Gua merasa bersalah banget Jour, gua nggak bisa nggak merasa bersalah dengan keadaan Reno seperti ini.'' dengan isak tangisnya, Fino terus-terusan dihantui oleh rasa bersalah. Langit pun tidak bisa menyalahkan Fino atau bahkan memaksa Fino untuk berhenti menangis.

Dari depan sana lari seorang pria menuju kemari membawa ekspresi cema dan khawatirnya. Irwan yang tadi menerima telpon dari Mba Titin kalau Reno kecelakaan, langsung ijin dari kerjanya untuk datang kemari. Tidak bisa seorang ayah tenang kalau mendengar anaknya masuk rumah sakit apalagi karena kecelakaan.

''Gimana sama Reno?'' terdengar dari nada suaranya, sangat menggambarkan perasaan Irwan.

***

Irwan masuk menatap Reno, anaknya yang terpejam. Setelah mendengar kata Shani tentang kondisi Reno, perasaan Irwan makin tidak tenang. Kedua matanya memerah berkaca-kaca memegangi tangan Reno.

''Kenapa kamu bisa seperti ini Reno?''

Air matanya terus mengalir apalagi melihat kedua mata Reno yang ditutup perban, tidak bisa menghentikan air matanya untuk berhenti mengalir.

''Anak bapak, yang kuat ya nak? Cepat sadar ya? Bapak nggak kuat lihat kamu seperti ini. Bapak nggak bisa lihat anak bapak terbaring dengan kondisi seperti ini. Bapak mohon, cepat bagun ya nak? Bapak mohon.'' Pipi Irwan dibanjiri oleh air matanya, beberapa kali ia mengisakan tangisnya tapi air mata itu tetap keluar tak ingin berhenti. Sesedih itu Irwan sebagai orang tua.

Kalau di dunia ada orang tua yang tidak sedih melihat anaknya bernasib sama seperti Reno, apa pantas disebut orang tua?

***

''Gimana sama Reno? Udah siuman?'' Amel bertanya sambil duduk disamping Mba Titin di sofa dekat ranjang yang ditiduri Gina.

Shani menggeleng, ''Belum. Bahkan bokapnya dari tadi belum keluar. Dia sedih banget.'' Jelasnya. Lalu menatap Gina yang masih terbaring dengan kedua mata yang terpejam. Shani mendekat ke Gina berdiri di samping Gina masih menatapnya. Perasaan iba yang ada di dalam diri Shani menambah. Mereka berdua, Reno dan Gina sama-sama belum sadarkan diri. Shani ingin tau apa rencana Tuhan setelah ini. Ia tidak mau melihat mereka berdua bernasib tidak enak.

''Cepat sadar ya, Gin? Gua mau kalau Reno udah siuman, dia bisa lihat lo siuman juga. Jangan seperti ini terus.'' Ucap Shani lirih, namun masih bisa didengar oleh Amel dan Mba Titin.

Amel bangkit dari duduknya melangkah untuk berhenti di sebelah Shani. ''Gua mau ngomong sama lo. Nggak di sini.'' Ucapnya. Lalu pergi keluar dari ruangan ini diikuti Shani.

Dan berhentilah mereka di tempat yang tidak jauh dari ruangan Gina. Tidak terlalu ramai tidak terlalu sepi juga. Sebelum memulai bicara, Amel menarik napasnya lalu ia hempaskan pelan-pelan lewat mulut.

''Lo kelihatan gugup, ada apa?'' tanya Shani, jelas nampak di raut wajah Amel.

''Mm, itu soal Gina sama Reno. Lo pasti tau kalau mereka dari kecil udah berteman sampai sekarang. Bahkan mereka bisa dibilang pasangan yang serasih. Jadi gua mau setelah mereka siuman, lo jaga jarak sama Reno. Gua nggak mau lihat Gina menahan rasa cemburu karena lo dekat sama Reno.''

Shani membuang napasnya panjang. Malas rasanya untuk membahas masalah ini. ''Pertama Jourdy, dia suruh gua buat jaga perasaannya Gina. Kedua Gina, dia suruh gua buat jagain Reno. Ketiga Reno, dia suruh gua buat rahasiain di mana dia kerja ke semua orang termasuk Gina dan sekarang elo Amel, lo suruh gua buat jaga jarak sama Reno. Enak banget tinggal suruh gua buat lakukin itu semua? Gua punya hak untuk melakukan apapun yang gua mau jadi stop larang gua buat jaga jarak sama Reno.''

''Karena lo suka sama Reno?'' sahut Amel menebak.

''Amel, bisa stop bahas persoalan ini di sini? Ini bukan waktu yang pas untuk membicarakan masalah ini.'' komen Shani. Di saat seperti ini seharusnya berharap kepada Tuhan untuk mendapat yang terbaik.

''Terus kapan waktu yang pas? Tunggu Gina sama Reno siuman? Kapan? Kepala gua udah nggak kuat Shan, tahan ini semua? Gua kasihan sama Gina. Dia tersiksa selama ini di rumah sakit lo tau nggak?'' lama-lama nada suara Amel naik karena gemas sendiri.

''Amel cukup.'' Henti Shani tanpa membentak.

''Engga.'' Amel menggelengkan kepalanya. ''Gua nggak bisa cukup Shan. Meskipun gua tau lo adalah cewek yang baik tapi gua nggak bisa diam. Gua mau lo turutin apa kata gua untuk jaga jarak sama Reno. Reno itu punya Gina. Selamanya.''

Diam sebentar menahan dirinya untuk tetap tenang. Ya meskipun sebenarnya Shani ingin membentak Amel karena dia menyebalkan.

''Mel, jadi gua tuh cape. Gua cape Mel, harus turutin banyak omongan orang. Apa gunanya gua punya hak untuk memilih kalau pada akhirnya gua nggak bisa pakai hak gua untuk memilih?'' sedikit curhatan dari Shani. Ia lelah dengan orang-orang yang meminta harapan dari Shani.

''Oke, oke, sorry karena gua nggak ngerti rasanya jadi lo. Sekarang lo jawab, lo suka kan sama Reno?'' tidak ada nada yang rendah atau nada yang enak didengar, Amel terkesan seperti terpaksa mengatakn maaf dan dia seperti memaksa Shani untuk menjawab pertanyaanya.

Shani kembali membuang napasnya panjang. Masih berusaha untuk tenang. Bibir nya tersenyum seperti orang tertekan. ''Gua nggak bisa jawab.'' Kata Shani lirih.

''Kenapa?''

''Karena lo nggak akan percaya sama jawaban gua.'' Jawab Shani cepat. Realitanya pasti seperti itu. Amel tidak akan percaya dengan jawabannya.

Shani benar, Amel memang tidak percaya. Mana mungkin Amel bisa percaya kalau Shani sedikitpun nggak ada rasa suka sama Reno. Bulshit.

''Gua nggak maksa lo buat percaya tapi pada kenyataannya gua nggak ada perasaan suka ke Reno. Gua nggak suka sama Reno. Sama sekali engga. Kecuali kalau lo tanya, apa gua pernah baper? Iya, gua pernah baper sama Reno. Dan menurut gua itu wajar terjadi karena perasaan nggak bisa diatur.'' Panjang dari Shani menceritakan kepada Amel apa yang pernah ia rasakan. Tidak ada yang salah dengan itu semua. Percayalah jangan takut baper dan menyalahkan diri sendiri karena baper itu muncul kapanpun tanpa ada jadwal.

''Gua nggak mau bahas ini lagi. Biarin Gina dan Reno yang urus sendiri masalah ini karena ini soal perasaan mereka. Kita nggak boleh terlalu ikut campur.'' Kata Shani kepada Amel yang masih diam.

Amel tidak memberi tanggapan apapun. Ia kesal tapi juga sadar atas apa yang Shani ucapkan di akhir kalimat.

''Shani.'' Hendak Shani melangkah enyah dari hadapan Amel, Amel malah memanggilnya.

''Apa lagi?'' Shani menanggapinya malas.

''Sorry, gua emosi.'' Ucap Amel.

Shani menghela, ''It's okay.''

.

.

.

- Can I? -

#next54

Hai guys!

Gimana nih, sama Can I? chapter 53?

Ini adalah second story author, so kalian JANGAN LUPA untuk VOTE, KOMEN dan DUKUNG ya?

Kalau ADA TYPO langsung KOMEN aja ya?

Thank you, see you!!!

Can I? ( End )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang