Can I? 45. Permintaan Gina

77 36 12
                                    

Budayakan membaca sampai selesai.

.

By. Kanti

-----Happy Reading-----

.

Tatapan Jourdy beralih kepada pakaian yang dipakai Shani pagi ini. Padahal roti yang dipegangnya begitu lezat karena ada balutan cheese mozarela yang melengkapi sehingga membuat banyak orang tertarik tapi masih kalah menariknya dengan pakaian yang dipakai Shani.

''Mau ke mana lo Shan?'' tanya Jourdy. Hari Sabtu tidak biasanya Shani mandi dan berpakaian rapi seperti sekarang.

Shani mendekati kulkas mengambil sebotol susu murni nasional yang dibelinya kemarin sore. ''Kencan.'' Jawab Shani asal.

''Sama siapa?'' tanya Jourdy diselipi nada tidak percaya. Masalahnya Shani jomlo. Kalau pun dia suka Arthur tapi Arthur nggak tau kalau dia suka Arthur.

Kursi di geret lalu duduk di depan Jourdy dan membuka botol susu murni itu dengan tenaga yang normal. ''Kepo banget sih?'' lalu meneguk susu murni yang enak dan lezat tak kalah dengan roti yang di makan Jourdy.

''Gimana nggak kepo. Lo kan, jomlo.'' Ledeknya.

Shani menghela. ''Iya sih, gua jomlo. Dah ah, gua cabut mau ketemu temen.'' Kursi di dorong pelan lalu memasukan sebotol susu murni itu ke dalam tas.

''Eh, temen lo siapa?'' tanya Jourdy kepada Shani yang sudah jalan menjauh.

''Kepo!''

''Shan! Pulang beliin gua corndog!''

***

Jam belum genap menunjukan pukul delapan pagi. Harus nya Shani masih bisa rebahan di kasur bukan berdiri di samping Gina pemilik wajah pucat. Shani tidak tau kenapa Gina tiba-tiba menyuruhnya kemari. Yang jelas pasti itu penting bagi Gina.

''Sorry ya, gua ganggu waktu lo.'' Sebelum ke inti pembicaraan, Gina meminta maaf. Sambil berbaring Gina tersenyum simpul. Ia tidak kuat harus berposisi duduk dengan tubuhnya yang lemas ini.

''It's okay. Lo mau bicara apa?'' Shani tidak mau basa-basi. Meskipun hari ini dia punya banyak free time.

Sebelum mengeluarkan semua yang ingin Gina keluarkan. Ia diam sebentar menarik napasnya perlahan mengambil energi positif untuk menyemangatinya lalu dihembuskan perlahan. ''Penyakit gua udah stadium tiga.'' Mendengar itu Shani langsung syok.

''Serius? Gin, kok bisa?'' Shani dibuat panik. 

Gina malah tersenyum seakan-akan itu bukan masalah besar. ''Nggak penting apa penyebabnya. Karena bukan itu yang mau gua bicarakan sama lo.'' Kata Gina.

''Terus apa?'' Shani bertanya.

''Ini soal Reno.'' Jawab Gina.

Haruskah gentian Shani yang menolak untuk mendengar nama Reno disebut dipembicaraan kali ini?

''Shani. Gua nggak tau seberapa bahagianya Reno ketika lagi sama lo. Mungkin aja Reno bisa lebih bahagia kalau dia sedang bersama lo ketimbang sama gua.'' Shani diam belum tau harus meresponnya bagaimana. Shani dibuat bingung dengan Gina saat ini.

Kertas yang dilipat rapi Gina ambil di bawah bantalnya lalu ia berikan kepada Shani. ''Tiga hari lagi gua ulang tahun. Gua mau lo kasih surat ini ke Reno di hari ulang tahun gua.'' Ucapnya menahan kesedihan di lubuk hatinya.

Oke, Shani menerimanya. Lalu apa seterusnya?

''Gua juga mau minta sesuatu sama lo boleh?''

''Apa?''

''Tolong jagain Reno buat gua ya?'' pinta Gina.

Kelopak mata Shani beberapa kali berkedip kearah lain. Permintaan jenis apa ini? Sampai detik ini Shani masih tidak mengerti sebenarnya apa yang Gina pikirkan. Di mana otak waras Gina? Kenapa dia bisa meminta satu permintaan yang belum tentu Shani mau menerimanya.

''Gin, gua-''

''Shan, please. Cuma lo satu-satunya cewek selain gua yang bisa bikin dia bahagia. Gua tau itu. Gua lihat semuanya Shan. Bahkan Reno kasih sesuatu ke lo pun gua tau. Tapi lo jangan salahin Reno karena gua tau. Gua tau bukan karena dia tapi karena gua suruh Amel buat pantau kalian. Sorry gua lakukan itu karena gua ingin tau apa yang Reno lakukan di sekolah tanpa gua. Gua ingin lihat dia selalu tersenyum. Tolong Shan, gua mohon sama lo. Jangan hentikan senyuman di bibir Reno. Jagain dia buat gua ya?'' Sorot mata Gina memang terlihat dalam menatap Shani dan itu menandakan kalau Gina serius dengan ucapannya.

''Lo memohon seperti ini ke gua seolah-olah hidup lo udah nggak lama lagi. Padahal lo belum tau apa kehendak Tuhan nantinya.'' Ujar Shani memikirkan takdir yang tidak pernah diketahui manusia akan berjalan ke mana.

Shani menghela. ''Gin, gua itu lagi suka sama cowok lain.'' Jujur dari Shani. Ia masih terpikirkan Arthur. Belahan jiwanya yang satu persen tidak tau kalau Shani menyukainya. Alias diam-diam suka. Cukup menatapnya dari jauh pun sudah membuat organ ditubuh bergejolak ria.

''Tapi lo baper nya sama Reno kan?'' sahut Gina. Bisa banget dia bikin Shani terdiam.

Bibir bawah Shani basahi tidak berani menatap wajah Gina yang padahal dari tadi Gina terus menatapnya.

''Shan, Cuma ini permintaan gua. Nggak lebih. Gua mohon lo mau ya?'' mohon Gina terus tanpa henti sebelum Shani mau. ''Apa lo tega lihat Reno sedih? Kalau lo anggap dia teman pasti lo juga akan merasakan sedih. Karena lo itu cewek berhati baik, lo adalah cewek yang cantik seperti yang Reno bilang. Shan, gua udah ikhlas kalau suatu saat gua dan Reno berjalan di di jalan yang berbeda. Gua udah bisa terima itu.'' apa yang Gina katakan seolah-olah ada mantra yang membuat Shani terhipnotis mempunyai rasa empati. Melihat Gina yang menyedihkan ini mana mungkin Shani menolaknya tapi disisi lain ia tidak bisa menjadikan dirinya sebagai orang ketiga yang membuat hubungan mereka seperti ini.

Seharusnya dari awal Shani tidak pernah ikut campur dalam masalah mereka. Seharusnya dari awal Shani tidak pernah merespon Reno bahkan Shani tidak perlu membuka hatinya untuk peduli dengan nya.

''Gua terima bukan berarti gua berharap lo akan pergi untuk selamanya. Gua nggak mau itu terjadi sama lo. Setelah lo sehat lo bisa kembali sama Reno. Dan saat itu tugas gua untuk jagain Reno selesai.'' Kata Shani melihat dirinya yang begitu menyedihkan. Menjadi seseorang yang bertugas menjaga orang yang dicintai Gina.

''Thank you Shan. Gua nggak akan lupa untuk balas budi atas kebaikan lo.'' Ucapan terimakasih itu tulus keluar dari hati Gina untuk Shani.

''Nggak perlu Gin. Gua nggak butuh balas budi dari lo. Gua nggak mau nyusahin lo.'' Tolak Shani. Meskipun masih ada rasa tidak ikhlas tapi ia tidak butuh balas budi.

Sekarang apa tugas Shani sudah dimulai?

Keluar dari ruangan Gina dan meninggalkan gadis itu sendirian tidak membawa apapun yang bisa membuat Shani tersenyum. Ia bingung. Sangat bingung. Harus dari mana ia memulainya? Apa ia harus bersikap seperti biasanya atau bagaimana?

Sedangkan di dalam, Gina mengusap air matanya yang keluar setelah kepergian Shani. Bibir nya mencoba untuk tersenyum namun hati nya tidak. Ini hal yang menyakitkan ketika menyuruh orang lain menjaga orang yang dicintainya. Sebelumnya Gina tidak pernah melakukan hal konyol ini.

Jadi ini rasanya.

.

.

.

- Can I? -

#next46

Hai guys!

Gimana nih, sama Can I? chapter 45?

Ini adalah second story author, so kalian JANGAN LUPA untuk VOTE, KOMEN dan DUKUNG ya?

Kalau ADA TYPO langsung KOMEN aja ya?

Thank you, see you!!!

Can I? ( End )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang