57 - Dingin

2.4K 375 44
                                    

🦋 Halohai! 🦋

Santai, gais, santai...

Huru-haranya ngga lama, kok.

Di sini bakal keliatan siapa yang punya ego paling tinggi dan siapa yang mau ngalah.

Pasti Nara yang ngalah ngga, sih? Kan, kalo Bian sekeras batu.

15.00

Sekitar lima menit lagi Bian akan sampai di kantornya. Perasaannya memang kalut karena melihat foto yang dikirimkan oleh seseorang yang tak dikenal satu jam lalu, namun dia mencoba untuk tenang. Mengendarai mobil dalam jarak cukup jauh harus mengandalkan pikirannya yang fokus.

Hujan masih mengguyur langit Jakarta hingga pukul tiga sore ini. Bahkan perjalanan Bian dari Bogor hingga Jakarta ditemani hujan yang cukup deras. Tiga kali dia menghubungi ponsel istrinya, namun nihil tidak mendapatkan jawaban. Pun dengan nomor Anin, sama saja tidak ada jawaban dari sang empunya.

Turun dari mobil Bian bergegas menuju ruang kerjanya karena harus mengganti jas dan kemejanya yang basah. Setelah selesai mengganti pakaiannya, Bian duduk di kursi kerjanya dan berniat untuk menghubungi Nara kembali.

Lima kali menghubungi, nihil.

Dua kali mengirimkan pesan, tidak ada jawaban sama sekali.

Sesekali Bian menghirup napas pelan dan menghembuskannya secara perlahan. Mencoba untuk meredam emosinya, mencoba untuk tetap tenang karena dia yakin Nara baik-baik saja. Tiba-tiba ponselnya berbunyi tanda telepon masuk. Dengan sigap Bian mengambil ponsel yang tergeletak di meja kerjanya. Mama. Dugaannya salah, padahal dia berharap itu adalah panggilan telepon dari Nara.

"Bian, Nara belum pulang juga. Mama takut dia kenapa-napa," kata Hanna dengan nada yang cukup panik.

"Iya, Ma, Bian udah coba hubungi tapi ngga diangkat."

"Ya Allah. Kamu mau coba cari? Dia pergi ke mana?"

"Nara cuma pamit ke mal, Ma. Bian ngga tahu ke mal mana. Nanti Bian cari, lima menit lagi Bian jalan."

"Ya, udah. Kabari Mama, ya, Sayang."

"Iya, Ma, nanti Bian kabari Mama."

"Bian," panggil Hanna secara tiba-tiba.

Bian pun mengerutkan keningnya. "Kenapa, Ma?"

"Ada yang ngirim foto ke Mama, itu foto..."

"Iya, Ma, Bian udah tahu," timpal Bian memotong pembicaraan Mamanya itu. Setelahnya menghela napas kasar, rupanya Mamanya juga mengetahui foto tersebut.

"Are you okay?"

"Bian ngga papa, Ma. Nanti Bian mau tanya sama Nara."

"Ya, udah. Mama percaya sama menantu Mama, dia ngga mungkin berbuat yang aneh-aneh di belakang kamu. Kabari Mama kalau kamu udah sama Nara, ya."

"Iya, Ma. Bian tutup dulu teleponnya, Bian mau jalan."

Setelah itu Bian lekas menutup panggilan teleponnya. Memeriksa sekiranya tidak ada lagi hal yang harus dikerjakan, Bian pun bergegas keluar dari ruang kerjanya untuk pulang dan mencari Nara.

Jangan tanyakan perasaan Bian saat ini. Foto, istrinya tidak kunjung memberi kabar, belum juga sampai di rumah, bagaimana dia bisa berpikir baik-baik saja saat ini?

Amerta - [The Other Side of Aldebaran & Andin] [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang