13 - Bian dan Kaila

1.7K 273 5
                                    

Sabtu, 13.00

Rumah Bian

Bian tengah berada di ruang kerjanya. Sabtu memang Sabtu, tapi libur hanya omong kosong bagi Bian. Nyatanya dia saat ini sedang berkutat dengan komputernya. Mengetik beberapa laporan yang harus diselesaikan agar Senin nanti meeting persetujuan akhir dengan koleganya tidak perlu ada revisi lagi.

Disaat Bian fokus dengan sesuatu yang dikerjakannya, suara ketukan pintu pun menyadarkan Bian.

"Ayah, ini Kaila. Kaila boleh masuk?" Tanya Kaila di seberang pintu.

"Iya, masuk aja, Sayang. Pintunya ngga dikunci." Kata Bian setengah berteriak takut-takut Kaila tak mendengar.

Bian pun meletakkan dokumennya di sebelah kiri. Menutup tab-tab yang berada di komputernya. Melihat monitor, fotonya dengan Kaila. Bian tersenyum.

"Ayah." Suara Kaila yang sudah berada di samping Bian menyadarkan dari lamunan sepersekian detiknya itu.

Bian pun mengangkat Kaila untuk duduk di pangkuannya. "Kenapa, Sayang? Tumben ke ruang kerja Ayah." Tanya Bian yang merapikan poni keriting milik Kaila.

Kaila menggeleng. "Ngga ada apa-apa, kok, Yah. Tadi, Kaila mau main sepeda sama Ayah, tapi kata Oma Ayah lagi kerja." Kaila menatap beberapa dokumen yang cukup banyak di meja kerja ayahnya itu. "Katanya libur, Yah."

Bian tersenyum dan mengusap rambut Kaila dengan sayang. "Iya, memang libur, sekarang Ayah di rumah, kan?" Tanya Bian yang menatap lekat mata Kaila.

"Tapi Ayah tetep kerja, sama aja boong." Kata Kaila sambil merajuk. Bian justru tertawa kecil melihat tingkah putrinya ini.

Jarang sekali Bian bisa sedekat ini dengan Kaila. Selain sibuk dengan bekerja, waktunya di rumah juga tak menemukan waktu yang tepat untuk bermain dengan putrinya ini. Pagi, Kaila bersekolah, Bian bekerja. Siang, Bian masih bekerja. Sore sesekali ada waktu luang, namun Bian tak memungkiri bahwa tubuhnya juga perlu untuk istirahat.

Bian ingat akan satu hal yang akan dia tanyakan pada Kaila. "Oh, iya, Ayah mau tanya sesuatu ke Kaila boleh?" Kaila mengangguk.

"Kemarin, Kaila ngomong apa ke Oma?" Kaila mengerutkan keningnya. Dari raut wajahnya, Kaila terlihat seperti berpikir. "Kemarin, waktu Kaila main ke kantor Ayah."

"Kaila ngga ngomong apa-apa, Yah, ke Oma."

Bian rasa, Kaila tidak langsung mengerti dengan apa yang dikatakannya tadi. "Waktu Kaila main sama Tante Nara di taman." Raut wajah Kaila langsung berubah.

"Oh, itu. Kaila minta Tante Nara buat jadi bundanya Kaila, Yah." Kaila tertawa kecil. Pun dengan Bian.

"Kenapa Kaila minta itu ke Tante Nara?" Tanya Bian selanjutnya.

Kaila diam dan seperti sedang berpikir. "Tante Nara, tuh, baik sama La, Yah. Dia bisa bikin La ketawa. Kemarin aja La sakit perut, ketawa terus sama Tante Nara." Jawab Kaila selanjutnya dengan sumringah.

Bian bisa merasakan kebahagiaan Kaila walau dia hanya bercerita sekelebat begini. Matanya berbinar dan gerak-gerik tubuhnya terlihat sangat senang.

"Kaila mau kalo Tante Nara jadi Bunda buat Kaila?" Kaila mengangguk dengan semangat.

"Kalau seandainya bukan Tante Nara yang jadi Bunda buat Kaila, gimana?"

"Ngga papa, Yah. Tapi La maunya Tante Nara." Kaila menyeringai.

Bian memeluk Kaila. Kaila memang sedang berada dalam fase yang merasakan iri pada teman-temannya. Kaila tak pernah mengatakan itu semua, tapi dalam diamnya juga Bian mengerti. Bian meratapi keegoisannya tempo hari. Bagaimana dia tak bisa melawan rasa trauma yang akhir-akhir ini terus menerus membayangainya.

Amerta - [The Other Side of Aldebaran & Andin] [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang