[50]•Devano

3.5K 177 16
                                    

Maafin aku kalo ini gak sesuai dengan ekspektasi kalian.

Selamat membaca

•••

"ka-kak Devina"

"Devina kenapa dan kenapa semua orang nangis?"

"Kak Devina udah gak ada kak, kak Devina udah gak ada" lirih Ayu yang kini telah menangis sejadi jadinya.

"Jangan bercanda ini sama sekali gak lucu, tadi pagi dia baik baik aja kok" Alano masih menganggap bahwa ini hanyalah bercandaan belakangan.

"Tapi kak Devina beneran udah gak ada"

"Bercandaan kalian semua gak lucu" teriak Alano keras, bahkan dirinya tak peduli bahwa dirinya menjadi pusat perhatian sekarang.

"Ibu ini cuman prank kan?" Riri tak menjawabnya.

Kemudian Alano melirik Steffy yang berada disebelah Riri.

"Ini pasti rencana lo kan, lo kan yang rencanain buat ngeprank gue" Steffy menggeleng.

"Dimana Devina?"

"Pasti di dalem sini kan?"

Alano masuk ke ruangan itu begitu saja, didalam sana hanya ada dua orang perawat dan seorang jenazah yang telah ditutupi dengan kain putih.

"Sayang kamu bercandanya gak lucu ih" kata Alano menghampiri jenazah tersebut.

"Maaf mas tapi pasien memang sudah meninggal" kata salah satu suster yang melihat Alano menggoyang goyangkan tubuh Devina yang masih tertutupi oleh kain.

"Kalian dibayar berapa buat ikut ikutan ngeprank saya"

"Saya tau ini semua cuman prank"

Kedua perawat itu pun hanya menggeleng yang kemudian memutuskan untuk keluar dari ruangan tersebut.

"Sayang aku buka ya kain nya?"

Alano membuka kain itu dengan sangat perlahan, dirinya benar-benar berharap bahwa semua ini hanyalah prank dan semuanya akan baik-baik saja.

Blam_

Alano mundur beberapa langkah setelah membuka kain yang menyelimuti tubuh Devina, Alano menggeleng tak percaya atas apa yang ia lihat sekarang.

Wajah yang dulunya bersemu merah setiap ia goda kini telah berubah warna menjadi putih pucat, bibir yang dulunya berwarna pink kini juga telah berubah menjadi putih pucat, tubuh yang dulunya sering ia peluk kini telah terbaring kaku.

"Ini semua mimpi kan"

Lelaki itu memukul mukul tubuhnya sendiri, wanitanya telah tiada, ibu dari anaknya telah meninggal dunia, lalu apa lagi yang harus Alano lakukan sekarang, bahkan Alano sendiri tak yakin setelah ini dirinya bisa melanjutkan hidup atau tidak.

"Sayang bangun!"

Alano kembali menggoyang goyangkan tubuh yang tak lagi bernyawa itu, sangat berharap wanitanya bangun. Namun nyatanya itu mustahil, wanitanya kini telah meninggal, meninggalkan seorang bayi mungil dan seorang suami yang sangat rapuh.

Alano menangis meraung-raung didalam sana, mengabaikan semua orang yang berdatangan untuk melihatnya, biarlah semua orang melihatnya menangis, Alano tak peduli itu.

"Udah nak ikslasin ya!" Siska memeluk tubuh Alano dari belakang berusaha menenangkan putranya.

Seumur hidup Siska tak pernah melihat Alano menangis seperti ini, bahkan saat kehilangan sang kakek kesayangannya beberapa tahun yang lalu pun tak sampai seperti ini.

Our Destiny [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang