Hari ini jadwal pulang sekolah sedikit dipercepat, karena adanya rapat guru yang membahas tentang olimpiade minggu depan yang akan diselenggarakan oleh SMA Erlaksa, oleh karena itu sekolah diperbolehkan untuk pulang lebih cepat dari biasanya.
Saat ini Devina sudah sampai di depan pagar rumahnya, gadis bertubuh mungil itu sudah merasa kelaparan sedari tadi, entah mengapa akhir akhir ini nafsu makannya sedikit meningkat, yang dulunya ia sangat malas makan tapi sekarang malah sebaliknya, dan Devina sudah tidak sabar lagi ingin memakan masakan ibunya itu. Walaupun yang disediakan hanya lauk pauk sederhana, tetapi itu sudah sangat nikmat baginya.
"Assalamualaikum" ucap Devina membuka pintu rumahnya yang langsung disungguhkan oleh Riri ibunya yang sedang duduk di sofa kayu ruang tamu dengan keadaan raut wajah yang sulit untuk diartikan.
Lalu Riri bangkit dari duduknya lalu menghampiri Devina.
"Apa ini Devina?" Ucap Riri menunjukkan dua buah testpack yang berada di genggaman tangannya.
Devina seketika membulatkan kedua matanya menatap kedua alat itu dengan keadaan Jantung yang siap ingin melompat.
"i- itu" cicit Devina pelan dengan suara yang hampir tak terdengar.
Devina baru ingat, jika ia lupa menaruh benda itu kembali ke laci setelah kemarin Steffy mengambilnya, dan sekarang ia benar benar ingin mengutuk dirinya sendiri karena kelalaiannya itu.
"APAAA" teriak Riri murka.
"Ma_ maafin Devina Bu hiks hiks" Devina hanya mampu menangis, ia merasa belum siap untuk menceritakan semuanya kepada Riri.
"Assalamualaikum" ucap Ayu yang juga baru pulang sekolah.
Ayu yang melihat kakaknya menangis pun langsung menghampiri Devina lalu balik menatap Riri heran.
"Kak Devina kenapa nangis?" Tanya Ayu polos sementara Devina hanya menggelengkan kepalanya.
Setelah itu Ayu lanjut menatap ke arah Riri dengan penuh tanda tanya.
"Kak Devina kenapa Bu?" Tanya Ayu lagi namun sama aja tidak ada jawaban apa apa dari sang ibu.
Malah sekarang Riri maju menghampiri Devina yang masih menangis dalam keadaannya masih berdiri.
Plakkk__
Satu tamparan melayang di pipi kirinya Devina.
"Anak kurang ajar kamu, bisa-bisanya kamu malu maluin keluarga Devina" teriak Riri murka sambil dipegangi tangganya oleh Ayu untuk menenangkan sang ibu.
"Udah Bu udah, kasian kak Devina Bu, hiks hiks" Sekarang malah Ayu jadi ikut ikutan menangis.
"Ma-maafin Devina Bu hiks hiks" Isak Devina yang kini bersempuh di lantai sambil memegang kaki Riri.
Riri pun dengan taganya malah menendang Devina hingga sang anak tersungkur tak berdaya di lantai.
"Ayo bilang sama ibu siapa yang sudah menghamili kamu hah!" teriak Riri lagi.
Devina hanya bisa menangis tanpa mampu menjawabnya.
Hiks hiks__
"AYO JAWABBB"teriak Riri murka.
"Kakak kelas sekolahnya Devina hiks" lirih Devina sambil terisak.
"Ayo sekarang antarkan ibu kerumahnya cepat" ucap Riri menarik tangan Devina kasar.
Devina yang ditarik pun hanya mampu mengikuti langkah sang ibu, karna jujur Devina sungguh tidak punya tenaga saat ini.
"Jangan Bu kasian kak Devina!" ucap Ayu sambil memegangi tangan sang kakak yang ditarik oleh ibunya.
Karna begitu lemas dan pusing, Devina pun tak mampu mengimbangi tubuhnya lagi terlebih lagi tarikan kasar yang diberikan oleh ibunya dan itu membuatnya kesakitan, Devina pun akhirnya jatuh pingsan.
"Kak Devina pingsan Bu" teriak Ayu kepada Riri ibunya.
"Devina bangun, gak usah pura pura pingsan kamu" ucap Riri tak percaya.
"Kak Devina beneran pingsan Bu" Ayu mencoba menepuk-nepuk pipi Devina berharap bahwa sang kakak terbangun namun itu nihil.
Riri yang melihat itu akhirnya langsung membopong tubuh Devina yang dibantu oleh Ayu, dan membawanya ke dalam kamar Devina.
SKIP___
Devina mulai mengerjabkan kedua matanya akibat mencium bau minyak putih yang dioleskan Riri ke hidungnya. Sudah terhitung 1 jam lamanya Devina pingsan dan akhirnya ia pun siyuman juga.
"Nih minum dulu kak!" Ayu menyodorkan segelas air yang diketahui itu adalah air teh hangat.
Devina pun menerimanya dengan tangan bergetar, Ayu tampak membantu Devina untuk meminumnya yang setelah itu Ayu letakkan gelas teh itu di sebuah meja disamping ranjang Devina.
Riri tampak bangkit dari duduknya lalu berjalan ke arah lemari pakaian Devina, Riri mengambil tas besar yang kemudian ia isikan dengan baju baju Devina.
Devina membulatkan matanya tak percaya, lalu ia bangkit dari ranjangnya dan menghampiri Riri yang sibuk mengemasi barang-barangnya.
"Bu___"
"CUKUP"
Belum sempat Devina mengeluarkan kata-katanya, Riri terlebih dahulu memotongnya.
"Pergi kamu dari rumah saya!" teriak Riri membuang mukanya asal.
Devina menggeleng, lalu meraih tangan ibunya yang buru buru ditepis oleh Riri.
"Jangan sentuh saya!, saya tidak Sudi disentuh oleh wanita murahan seperti kamu"
Setetes air mata mengalir dari matanya Riri ketika ia mengucapkan itu. Devina sendiri jangan ditanyakan lagi, gadis itu bahkan sudah menangis sesenggukan.
"Bu jangan usir kak Devina!" Ayu menghampiri mereka sambil memegangi tangan Devina.
"Ke kamar kamu sekarang!" teriak Riri kepada Ayu, yang seketika membuat gadis kecil itu ketakutan.
Ayu menggeleng, yang kini malah semakin erat memegang pergelangan tangan Devina.
Devina menghapus air matanya, lalu menghadap Ayu.
"Udah kamu ke kamar gih, kakak gak akan pergi kemana mana kok"
Setelah itu Ayu pun akhirnya mengangguk, lalu melangkah pergi meninggalkan kamar Devina, yang kini hanya tersisa dirinya dengan sang ibu.
"Bu dengerin penjelasan Devina dulu!" ujar Devina memohon.
"Saya minta kamu pergi! PERGI" teriak Riri dengan nada lebih tinggi daripada tadi.
Tanpa basa-basi lagi, Riri pun langsung menyeret Devina bersama tas besar yang berisi pakaian Devina lalu melemparnya ke depan pintu rumahnya.
"Bu maafin Devina hiks hiks"
Dan disinilah Devina sekarang, didepan pintu rumahnya dengan keadaan yang kacau balau amat memprihatinkan bagi siapa saja yang melihatnya, dengan keadaannya yang masih mengenakan seragam sekolah yang sudah tidak beraturan lagi, rambut yang terbang seperti singa, serta ingus yang terus membanjiri hidungnya. Riri telah berhasil menyeretnya lalu ia hempaskan Devina ke pintu dan pintunya ditutup.
Devina sungguh tak percaya ibunya bisa setega begitu terhadap dirinya, bahkan ibunya itu tidak mau mendengarkan sedikit penjelasan saja dari dirinya.
Selain itu Devina juga bingung ia harus pergi kemana, ingin menyewa kos uang tidak ada, ingin menghubungi seseorang ponselnya juga tidak ada, Devina sungguh tak ada tujuan saat ini. Ia hanya bisa menangis dan menangis, Devina berpikir bagaimana kelanjutan hidupnya setelah ini.
Mampukah ia bertahan bersama bayinya dalam kondisi seperti ini, atau mungkin ia akan mengakhiri hidupnya seperti banyak orang yang bernasip sama sepertinya yang berakhir dengan bunuh diri, karna jujur Devina sudah tidak sanggup untuk menghadapi semua ini.
Kasih vote sama komentarnya dong! Supaya aku makin semangat bikin ini cerita...
![](https://img.wattpad.com/cover/248126398-288-k188135.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Destiny [ON GOING]
Storie d'amore[16+ sad romance content] Judul sebelumnya YOUNG MAMA. Tentang DEVINA ANGRAISY yang harus menanggung beban hidupnya dengan mengandung di usia 17 tahun karna sebuah kesalahan yang diperbuat oleh ALANO MACRSKY MINAJ, kakak kelas brengsek yang sialnya...