Waktu kan terus berjalan sebagaimana pun lo menginginkan waktu untuk berputar kembali supaya Lo bisa mengulang semua kesalahan Lo agar menjadi benar Lo ga akan bisa, karna apa? Karna semua bergantung pada garis takdirnya.
"chef mama" entah kenapa dengan sore hari ini, semua terasa aneh, melayang namun tak mengambang hingga membuat langkah Ara membawa dirinya pada sebuah rumah dengan pintu putih nuansa modern, dengan beberapa kali menekan bel seorang wanita yang tak lain adalah chef mama nya Ara keluar dari dalam, menyambutnya dengan hangat.
"Ara? Astaga kamu kemana aja? Kenapa ga main-main lagi ke sini hm? Ish mama kangen banget tau ga ayo masuk" setelah memeluknya dengan hangat kemudian merangkulnya dengan hangat masuk ke dalam rumah.
"Hehe, Ara sebenarnya mau ngeprank chef pura-pura ngambek gitu eh tapi chef mama ga peka, malah ga nanya-nanya in Ara lagi kesel deh" cerita nya dengan bibir mengerucut.
Renata mengerutkan keningnya, "loh, kata siapa mama ga nanyain kamu? Mama selalu nanyain kok ke Alvi tapi Alvi bilang jamunya sibuk ga bisa main kesini" Ara terdiam mendengar itu.
Mengangguk pelan, "em, Ara emang rada sibuk sih belakangan ini, cuman ya chef seharusnya datengin kek, telponin kek, kan Ara not like" gurau nya.
"Oh jadi harus mama gitu yang nyamperin Ara iya?" Ara mengangguk, "oh oke oke" setelahnya gelitikan sepasang tangan sudah diterima Ara dipanggang gadis itu.
"AA cheef a-mmpun haha, iya iya, Ara yang seharusnya gitu, i-iya udah haha" Renata pun menghentikan gelitikan nya.
"Dasar anak nakal" ucap Renata sambil menjawili hidung mancung Ara.
"Udah sana, mama mau masak dulu kamu kecepetan kesini seharusnya malam biar sekalian bisa makan malam, nih kamu main aja ke kamar Alvi dia ada dikamar, sekalian mana minta tolong bangunin"
"Loh kok Ara?"
"Jadi harus mama gitu?"
Ara cengengesan, "hehe iya chef iya, sensi amat kek merek masker heran, udah tua juga"
"ARA MAMA DENGER YA" Ara cekikin sendiri mendengar teriakannya Renata.
Jujur ini adalah pertamakali ia disuruh masuk kedalam kamar seorang laki-laki yang sudah mengisi hari-hari yang sudah berlalu dalam hidupnya.
Haruskah ia masuk? Lalu jika bertemu dia harus apa? Apa ini benar? Apakah benar jika ia yang harus mulai menyapa? Tapi kenapa kaki ini tak mau berhenti melangkah? Langkah-langkah demi langkah anak tangga terlampaui hingga kini tangan nya sudah memegang knop pintu.
Memutar, kemudian mendorong pintu dan melangkah masuk dan kosong, tak ada orang menelusuri pandang kesetiap arah dan mendengar gemercik air dari dalam kamar mandi.
Ara sedikit lega, setidaknya masih ada waktu untuk memikirkan apa yang akan ia ucapkan setelah lama tak saling sapa, berjalan mendekati meja belajar yang cukup besar bagi seorang laki-laki, duduk dan menelisik setiap sudut meja belajar, rapi itulah kesannya.
Hingga matanya menangkap suatu hal yang tak asing di matanya, mengambilnya kemudian menelisik semua yang ada dalam selembar kertas yang berisikan dua orang anak kecil, sama-sama bertubuh krempeng dan damn it! Apakah ini semua nyata? Itu Alvi? Yang didalam foto itu adalah Alvi? Batin Ara berkecamuk melihat selembar foto usang itu, persis seperti fotonya yang hilang.
Ada dikejutkan dengan pengambilan paksa foto ditangannya secara mendadak, Ara mendongak, oh Ara benci ini, matanya mulai berkabut menatap orang itu, tidak terlalu jelas namun itu tatapan itu terlalu menyakitkan untuk Ara, hatinya berdenyut, berbagai umpatan Ara keluarkan agar air mata sialan itu tak keluar.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARALVI [Completed]
FantasyKepergian orang yang menjadi panutan dan cinta pertama baginya, membuat dirinya berubah! Hingga sebuah rasa yang dulu ada kini kembali menggerogoti dirinya, kesulitan yang telah dirasakan selama penantian panjang membuat dirinya tegas akan pendiria...