BAGIAN 4

1.3K 114 22
                                    

Happy Reading☘️

Bel istirahat pertama sudah berbunyi. Hal pertama yang Avin lakukan sebagai murid baru ialah berkenalan dengan semua teman kelasnya. Rasa gugup yang sempat ia rasakan tadi sudah meluap entah ke mana setelah bertemu Cika. Kini saatnya Avin mencari kenalan baru. Lumayan, bisa memiliki banyak teman.

Avin jalan dari meja ke meja, mencegah teman sekelasnya yang hendak berjalan ke luar hanya untuk menanyakan nama mereka. Sifat Avin yang mudah bergaul membuatnya dengan cepat diterima oleh teman sekelasnya.

Cika hanya duduk memperhatikan Avin yang sudah mulai akrab dengan yang lain. Rasa iri sedikit hadir di hati Cika melihat Avin dengan mudah bercengkrama dengan teman sekelasnya.

Cika tersadar. Tidak seharusnya Cika memiliki pemikiran kotor seperti itu. Dengan cepat Cika menggeleng kepalanya menjauhkan pikiran itu dari kepalanya. Cika tidak boleh iri, ia harus tetap bersyukur meski keadaanya seperti ini.

"Eh, Vin. Lo gak malu duduk sama si Cacat?" tanya teman sekelas Avin yang diketahui bernama putri.

"Gak, kok," jawab Avin santai.

"Masa, sih, lo gak malu? Lo gak jijik liat tangannya yang seperti alien itu?"

Avin menatap ke arah Cika yang ternyata juga sedang melihat ke arahnya. Avin tersenyum kecil yang langsung dibalas senyuman pula oleh Cika.

"Ngapain harus jijik? Cika gak ngelakuin kejahatan yang membuat aku jijik sama dia." Avin tersenyum kepada putri dan Jessy.

"Serius lo gak jijik?" tanya Jessy memastikan. Jessy dan Putri menoleh ke arah Cika dengan ekspresi jijik.

"Cika itu gak normal, Avin. Tangannya kaya alien. Jijik banget liat wajah dia apalagi tangannya itu." Jessy bergidik.

"Sebenarnya kita mau ngusir dia dari kelas ini. Gara-gara keberadaan Cika, kelas XII IPS 1 gak sempurna lagi," lanjut Putri.

Emang mereka ini sesempurna apa, sih? batin Avin tanpa sadar. Avin memilih diam, enggan menjawab ucapan mereka.

"Mending lo gabung sama kita aja," ajak Putri.

"Bener banget. Daripada sama si Cacat, nanti lo bisa ketularan virus dia lagi," sambung Jessy.

Avin tersenyum miris mendengarnya. Mereka terlalu menganggap hina orang lain, tidak memperhatikan diri mereka sendiri.

"Makasih, tapi Sorry. Aku gak bisa," tolak Avin. "Aku gak takut bakal terkena virus dari Cika. Virus apapun itu selagi bukan virus menghina orang lain, aku gak masalah," lanjut Avin, menekan kata menghina.

Kedua gadis itu hanya mengangguk mengerti, tidak merasa tersindir dengan ucapan Avin yang sebenarnya menyindir mereka. Avin salut dengan ketidakpekaan mereka.

"Nanti kalo lo bosan atau gak mau lagi temenan sama si makhluk alien itu, lo boleh gabung sama kita. Dengan senang hati kita nerima lo," ungkap Putri.

Andai saja Avin bukan murid baru, sudah Avin Sumpal mulut kedua gadis itu dengan sampah. Avin sempat menilai penampilan mereka. Sok-sokan menghina Cika padahal keduanya lebih cantikan Cika. Bagaikan bumi dan langit malah, tapi mereka dengan entengnya menghina fisik Cika.

Dasar dekil, batin Avin menghina mereka.

Maafkan aku Tuhan, bukan maksud aku menghina fisik mereka. Aku hanya tidak suka mereka menghina orang lain, tapi tidak sadar diri. Avin berharap Tuhan mendengar doanya.

Avin sudah bosan berbicara dengan mereka yang membahas hal yang tidak penting. Dengan segala keterpaksaan, Avin tersenyum ke arah mereka dan pamit untuk ke meja yang lain.

SECOND TIME SENIOR HIGH SCHOOL ||COMPLETED||Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang