BAGIAN 16

859 78 4
                                    

Happy Reading☘️

Avin membuka pintu UKS dengan kasar. Untung saja petugas UKS tidak ada di sana. Jika ada, mungkin Avin sudah ditegur. Avin membawa Zico ke sana untuk mengobati luka Zico yang semakin banyak. Cika mengikuti mereka, memperhatikan Avin yang terlihat emosi.

"Duduk!" perintah Avin tajam. Avin berjalan menuju nakas, mencari kotak P3K.

Cika semakin dibuat bingung dengan Zico yang hanya menuruti Avin, tidak berontak seperti yang cowok itu biasa lakukan. Cika bergantian melihat kearah Avin, merinding melihat perubahan sikap gadis bar-bar itu.

Cika merasa ngeri sendiri. Avin kalo marah ternyata seserem itu. Cika berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak pernah membuat Avin marah.

Avin mengobati luka Zico kasar, tidak peduli cowok itu meringis sakit.

"Kalo sakit, kenapa sok berantem? Mau jadi jagoan?" sinis Avin.

Tangannya dengan kuat menekan luka Zico membuat Cika meringis. Meski bukan Cika yang terluka, Cika ikut merasakan sakit melihat cara Avin mengobati. Cika yang melihat itu tidak tahan dan langsung merebut kapas dari tangan Avin. Diobati Avin bukannya sembuh malah makin parah. "Biar aku aja yang obati Zico."

Avin menjauh dari hadapan Zico, tapi matanya masih menatap tajam pemuda itu. Avin hanya memperhatikan Cika yang dengan lembut dan hati-hati mengobati luka Zico.

"Kenapa berantem?!" tanya Avin penuh penekanan. Tangannya bersedekap menunggu jawaban Zico.

"Jangan nanya dulu, Avin. Tunggu Zico selesai diobati dulu."

"DIAM!" bentak Avin.

Cika tanpa sadar menjatuhkan kapas di tangannya, terkejut mendengar bentakan Avin. Untuk pertama kalinya selama mereka berteman, Avin membentak Cika.

Cika berusaha menekan rasa takutnya. Cika menoleh ke arah Avin dan tertegun melihat kilatan amarah pada mata gadis itu. Jika seperti ini Avin terlihat sangat mirip dengan Aksa, sama-sama seperti monster.

Mengingat nama Aksa, Cika merenung. Jika Avin bisa seserem ini, tapi kenapa Avin tidak bisa melawan Aksa? Kepala Cika tiba-tiba berdenyut memikirkan itu. Daripada pusing, Cika memilih tidak memikirkan Aksa dan Avin dan kembali mengobati luka Zico dengan kapas baru.

Zico memilih diam, tidak menjawab Avin. Zico juga bingung dengan dirinya sendiri. Zico yang biasanya tidak bisa terintimidasi oleh siapapun seolah mati kutu melihat kemarahan Avin. Ingin membalas, tapi hatinya melarang.

Yang menjadi pilihan Zico hanya satu, menunduk tidak berani menatap mata Avin. Mata itu mengingatkannya pada mata orang yang sangat disayanginya.

"MAU CARI PERHATIAN BIAR DIKIRA JAGOAN, GITU?! ATAU BIAR SEMUA ORANG TAU KAMU MENAKUTKAN, GITU?!" bentak Avin penuh emosi. Avin menarik napas dalam berusaha menekan emosinya agar tidak lepas.

"Kalo orang yang lebih tua nanya, Jangan hanya diam, Zico! Kamu punya mulut, kan? JAWAB!"

Cika dan Zico sama-sama terdiam. Fokus keduanya hanya tertuju pada ucapan Avin yang menyebut dirinya sendiri, lebih tua?

Tak kunjung mendapat respon, Avin segera keluar UKS, meninggalkan Cika dan Zico yang termenung. Bahkan bantingan pintu Avin tidak membuat keduanya tersadar.

Avin berjalan menuju belakang sekolah dengan langkah lebar. Nafas gadis itu kembang kempis menahan emosi. Bagaimanapun, Avin tidak tega memarahi Zico yang terlihat pasrah. Avin mencari ketenangan di belakang sekolah untuk menenangkan diri.

Aksa yang kebetulan baru keluar ruangan tidak sengaja berpapasan dengan Avin, tapi gadis itu seolah tidak melihat keberadaannya. Karena penasaran, Aksa memutuskan untuk mengikuti gadis itu sampai di belakang sekolah.

SECOND TIME SENIOR HIGH SCHOOL ||COMPLETED||Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang