BAGIAN 11

999 91 16
                                    

Happy Reading☘️

Aksa dan Cika dalam perjalanan pulang. Sebelumnya Aksa sempat mampir ke minimarket untuk membeli beberapa barang. Tidak ada yang membuka suara sepanjang perjalanan. Aksa fokus mengemudi dan Cika sibuk menatap ke luar jendela.

Cika beberapa kali menghela napas bosan. Satu mobil bersama Aksa sungguh membosankan. Berbeda jika Cika bersama Avin yang selalu berceloteh sepanjang jalan. Meski celotehan Avin tidak jelas, Cika tetap menyukainya.

Kalo Cika boleh jujur, hidup bersama Aksa begitu monoton. Tidak ada pertengkaran atau adu mulut yang selalu terjadi seperti saudara pada umumnya. Aksa begitu kaku untuk diajak becanda. Selalu mengalah saat Cika pura-pura kesal.

Meski terasa membosankan, Cika tetap bersyukur hidup berdua bersama Aksa. Apalagi Cika mengetahui alasan di balik berubahnya sifat Aksa. Abangnya yang dulu begitu ramah dan ceria mulai berubah dingin dan kaku setelah dikhianati dan ditinggal pergi oleh orang yang begitu berharga bagi Aksa dan Cika.

Sejak saat itu, Aksa merawat Cika layaknya seorang anak. Aksa tidak pernah membuat Cika merasa kekurangan apapun termasuk kasih sayang. Aksa menjadi ayah, ibu dan abang sekaligus bagi Cika. Mengenai pembullyan terhadapnya, gadis itu sengaja meminta Aksa untuk tidak membantu meski pria yang menjadi abangnya itu ingin. Cika tidak mau orang-orang mendekatinya hanya karna adik seorang Aksara.

"BangSa?" panggil Cika pelan.

Aksa menoleh dan menaikan sebelah alisnya sebagai jawaban.

"Hening banget, ya? Kalo BangSa ngomong pasti rame," ucap Cika. Tidak salah, 'kan kalo Cika mencoba? Siapa tau Aksa mau mengubah suasana. Jujur, hening seperti ini sungguh membosankan.

"Bukannya Abang sudah biasa kaya gini, ya?" Aksa bertanya bingung.

Cika menghela napas, "Cika bosan, BangSa."

"kamu bosan sama Abang?" Aksa menolehkan kepalanya terkejut.

"Cika bukan bosan sama BangSa," kesal Cika. Aksa salah mengartikan ucapan Gadis cantik itu.

"Terus?"

"BangSa gak seru, ah!" Cika memalingkan wajahnya cemberut.

Aksa tertawa kecil melihat adik satu-satunya itu merajuk. Bukan Aksa tidak mengerti, pria itu hanya tidak bisa memulai percakapan meski itu dengan adiknya sekalipun. Aksa sangat kaku memulai obrolan selain tentang pekerjaan.

"Kalo sama Avin pasti seru," gumam Cika, ternyata didengar oleh telinga tajam Aksa.

"Teman kamu itu menyebalkan sekali."

Cika menoleh serentak mendengar Aksa tiba-tiba bersuara. Ini kejadian langka. Untuk pertama kalinya, Aksa membicarakan orang lain selain pekerjaan. Untuk sekarang ini biarlah Cika pura-pura tidak tahu dulu.

"Temen aku yang mana, BangSa?"

"Emang kamu ada teman lain selain gadis menyebalkan bernama Aviandra itu?"

Cika melongo sampai mulutnya mangap. Bahkan untuk berkedip saja Cika berusaha tahan. Cika begitu terkejut melihat perubahan raut Aksa, ekspresi yang sudah tidak pernah lagi Aksa tunjukan. Kesal. Raut Aksa berubah kesal saat membahas tentang Avin.

Cika diam-diam berterima kasih pada sosok Avin yang bisa membuat Aksa menunjukkan ekspresi lain selain datar. Cika berusaha mengendalikan diri untuk tidak teriak kegirangan.

"Avin gak nyebelin, BangSa," bela Cika.

Bullshit!

Cika menyebut sosok Avin tidak nyebelin itu cuma omong kosong. Kalau bukan ingin menikmati ekspresi kesal sang abang, Cika pasti sudah setuju dengan ucapan Aksa. Berada di dekat Avin harus bisa mengendalikan emosi jiwa. Apalagi kalau menyangkut Zico, gadis itu pasti habis-habisan menggodanya.

SECOND TIME SENIOR HIGH SCHOOL ||COMPLETED||Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang