BAGIAN 6

1.2K 107 28
                                    

Happy Reading☘️

Sesuatu yang paling ditunggu-tunggu saat pelajaran yang paling dibenci sedang berlangsung adalah suara bel istirahat. Suara itu bisa menjadi dewi penyelamat bagi siswa yang sudah tidak kuat menyerap pelajaran lagi.

Kantin adalah tempat yang menjadi incaran murid-murid kelaparan saat bel istirahat berbunyi. Tempat itu sudah ramai hanya dalam beberapa detik setelah jam istirahat tiba. Sudah banyak yang mengantri bahkan berteriak seperti orang kesurupan, menunggu giliran mereka mendapat pesanan.

Avin dan Cika memilih duduk terlebih dahulu di bangku kantin, menunggu antrian berkurang. Avin yang begitu pusing memilih membenturkan kepalanya ke meja, berharap dapat mengurangi pusing yang dideranya gara-gara Pak Aksa. Sedangkan, Cika sudah terkekeh pelan melihat komuk Avin yang seperti orang frustasi.

"Udah mendingan kepalanya?" tanya Cika.

"Belum, Cika. Kepalaku rasanya mau pecah," keluh Avin. "Mulai hari ini sampai kapanpun, aku bakalan benci sama tuh guru datar," lanjut Avin, mengebu-ngebu.

"Masa gara-gara Pak Aksa gak senyum kamu jadi benci sama dia?" heran Cika.

"Bukan karna itu, Cika. Aku mah gak peduli Pak Aksa mau senyum atau gak. Mukanya berubah jadi tembok beneran pun aku gak peduli."

"Apa gara-gara tadi?" tebak Cika, agak ragu. Masa hanya disuruh mengerjakan soal Avin langsung benci?

"Jelaslah!" Tanpa sadar Avin berteriak. Banyak pasang mata menatap Avin dan Cika sinis, tapi keduanya memilih acuh.

"Seenaknya aja dia nyuruh aku ngerjain soal. Kalo cuma satu aku gak masalah, tapi ini lima, loh, Cika. Lima!" tekan Avin, menunjukan lima jarinya di depan wajah Cika.

"Dia kira aku robot apa bisa ngerjain semua soal itu?! Emang cuma aku doang yang ada di kelas? Kenapa gak suruh yang lain aja? Kenapa harus aku? Kamu tahu, tadi aku hampir nangis dan muntah darah liat soal-soal itu, tapi gengsi. Ya kali seorang Aviandra Jesika nangis? Bikin malu aja."

Avin mengeluarkan semua unek-uneknya dengan perasaan naik turun. Reaksi Cika hanya tertawa melihat Avin yang sibuk mengomel.

"Ngomel kaya gitu bisa ngurangin sakit kepala?"

Avin menggeleng, "gak. Yang ada kepalaku tambah pusing."

Avin menatap Cika yang masih tertawa dengan sinis. Bukannya hibur malah ketawa. Emang Cika kira Avin pelawak? Kan kesel!

"Tawa terusss... sampe mampus. Giliran kamu yang kena langsung aku balas. Bila perlu aku bakalan goyang di sini," sungut Avin.

"Ya, maaf." Cika berusaha meredakan tawanya. "Kamu, sih, lucu gitu. Siapa coba yang kuat nahan tawa? Gak bakalan ada."

"Terserah. Aku ini pendendam, loh."

"Suka hati kamu ajalah." Cika memilih mengalah. Ternyata Avin gadis yang keras kepala juga. "Kamu lapar, gak?"

Avin mengangguk, "laper banget. Ngomel-ngomel ternyata nguras tenaga juga."

"Itu tau."

"Iya... iya," jawab Avin malas.

"Kita enaknya makan apa, ya?"

Mendengar pertanyaan Cika, Avin langsung menoleh semangat ke arah Cika. "Sebenarnya aku mau makan bakso, tapi gak ada duit. Biasalah, anak kos kaya aku ini sehari uang jajannya dua ribu."

Cika mendengus. Kalimat itu sudah Avin ucapkan seminggu yang lalu. Awalnya Cika kaget mendengar uang jajan Avin yang cuma dua ribu satu hari.

"Dua ribu itu bisa beli apa?" tanya Cika kala itu.

SECOND TIME SENIOR HIGH SCHOOL ||COMPLETED||Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang