BAGIAN 19

789 71 4
                                    

Happy Reading☘️

Avin sudah siap dengan pakaian santai, menunggu Cika yang akan datang menjemputnya. Tak perlu menunggu lama, Cika datang dengan motor matic hitam kesayangannya, berhenti tepat di depan Avin yang sudah berdiri di depan pagar rumahnya.

"Udah siap?" tanya Cika.

Avin mengangkat jempolnya dan naik ke motor Cika. Cika melajukan motornya ke tempat yang sudah mereka janjikan.

Cafe pelangi cukup rame didatangi oleh anak-anak muda. Cafe ini sudah menjadi tempat tongkrongannya anak muda baik untuk kerja kelompok, hanya sekedar menghabiskan waktu sore hari atau sekedar untuk berbincang dengan teman seperti yang dilakukan oleh Avin dan Cika.

Avin dan Cika sudah duduk di bangku kafe, menunggu pesanan yang baru saja mereka pesan. Tak berselang lama, pesanan keduanya sudah tersaji di depan mata. Dua orange juice, chicken fingers, crispy chicken dan juga kentang goreng.

Sebelum Avin mulai menceritakan masalahnya, Avin mengisi tenaganya dahulu. Makanan seenak itu sangat disayangkan jika dianggurin begitu saja. Cika masih dengan setia menunggu, tidak memaksa Avin untuk segera cerita.

"Aku udah bikin kesalahan besar." Avin mulai cerita setelah makanan dan minumannya sudah tandas.

Cika tidak menyahut, membiarkan Avin menyelesaikan ceritanya terlebih dahulu. Di sini, Cika akan menjadi pendengar setia.

"Aku udah ngelakuin hal gila yang membuat aku harus terjebak dengan Pak Aksa," lanjut Avin lesu.

Cika mengernyit tidak mengerti. Avin yang menyadari respon Cika mulai menceritakan kejadian malam itu dengan detail tanpa ada yang ditutupinya.

Tawa Cika langsung pecah setelah Avin menyelesaikan ceritanya. Bukannya kasihan, Cika malah terbahak hingga matanya berair. Avin yang melihatnya tentu saja langsung cemberut.

"Kamu gak kasian sama aku? Kok malah ketawa, sih?" Avin mengembungkan pipinya kesal.

Cika berusaha menahan tawanya, tapi tetap saja tidak bisa. Avin di tempat duduknya sudah memasang ekspresi keruh.

"Maaf, maaf. Kamu sih lucu gitu," ujar Cika masih menahan tawa.

"Apanya yang lucu, Cika. Yang ada aku kena sial."

"Emang siapa yang minta kamu ngempesin ban mobil Pak Aksa?"

"ya ... gak ada," jawab Avin lesu. "Aku kan niatnya mau balas dendam sama guru zombie itu, eh taunya aku sendiri yang kena imbas."

"Makanya gak usah cari masalah, Avin."

"Sebenarnya aku gak niat lakuin itu. Cika. Hanya aja, saat aku liat mobil Pak Aksa, ide itu muncul gitu aja. Padahal sebelum itu aku udah pastiin gak ada yang liat. Pak Aksa itu kaya makhluk halus, gak bisa dilihat pake mata normal. Julukan zombie memang cocok buat dia," jelas Avin mengebu-ngebu.

Cika terkekeh geli. Avin kalo soal menjelekkan Aksa, semangatnya empat lima.

"Aku harus apa, Cika? Mulai minggu depan pasti aku berasa hidup di neraka." Avin menjatuhkan kepalanya di atas meja, pusing memikirkan nasibnya menjadi budak Aksa.

"Terima ajalah, Avin. Kamu gak akan bisa lari dari Pak Aksa, aku jamin itu. Mungkin kalian jodoh dan ini cara Tuhan menyatukan kalian berdua," canda Cika yang sebenarnya bersungguh-sungguh.

"Apa?! Aku?! Jodoh sama Pak Aksa yang datar itu? hueekkk!" Avin rasanya mau muntah mendengar ucapan Cika. "Mending aku sama om-om aja daripada sama zombie itu."

"Kalo kamu lupa, Pak Aksa juga om-om, loh, Vin. Usianya udah 26 tahun, bukan remaja lagi," ingat Cika polos.

Avin sempat terdiam setelah mendengar ucapan Cika yang benar adanya. ''Ya ... kecuali Pak Aksa, aku bakal mau," balas Avin ragu.

SECOND TIME SENIOR HIGH SCHOOL ||COMPLETED||Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang