Satu per satu skandal terus menghampiri Chanyeol. Semakin hari dirinya semakin dibuat kewalahan dengan segala pertanyaan publik. Ia benar-benar tidak paham mengapa hal ini malah jadi berimbas dengan kemerosotan bisnisnya yang pada awalnya memang baik-baik saja. Namun, bukannya berkaca pada kesalahannya di masa lalu, ia malah kembali menyalahkan orang lain atas kesalahan dan kelalaian yang ia perbuat sendiri. Chanyeol kembali menyalahkan Taehyung yang bahkan tidak memiliki sangkut paut lain selain skandal mereka berdua atas kemerosotan yang dialami oleh perusahaannya. Tidak sampai disitu, permasalahan keluarga Park yang berawal karena keegoisannya malah ia timpalkan kepada Taehyung yang lagi-lagi bahkan tidak tinggal lagi di dalam rumah itu.
Chanyeol melangkahkan kakinya menuju mini bar di bagian belakang rumahnya. Ia mengambil salah satu whiskey kesukaannya dan menegaknya sendirian di sana. Tak lama berselang, Irene datang menghampiri sang suami dan mengusap bahu Chanyeol dengan tenang. Ia berasumsi mungkin ia tidak bisa membantu banyak, tapi setidaknya ia bisa menemani Chanyeol minum malam ini.
“Selama ini, kau tidak pernah menceritakan apa-apa tentang keluarga ini padaku. Terutama soal Taehyung. apa aku boleh menanyakannya sekarang?” tanya Irene dengan sangat hati-hati.
“Bagian mana yang ingin kau tahu? Kau bahkan sudah mendengar lebih banyak dari yang seharusnya kau tahu” balas Chanyeol dengan cukup ketus. Ya, ia sudah mulai mabuk saat ini.
“Aku ingin tahu segalanya darimu. Mengenai kenapa ia bisa keluar dari rumah ini, bahkan hingga semua skandal ini muncul. Kau bisa ceritakan apapun padaku” lanjut Irene masih dengan nada tenangnya.
“Ya, Taehyung, Lee Taehyung yang kalian tahu, si sialan itu, dia an yang dilahirkan oleh mendiang istriku. Anak itu hidup dengan tenang hingga ia merenggut istriku dari dunia ini. Karena anak itu, aku harus kehilangan orang paling penting di dalam hidupku” Chanyeol memberikan jeda sejenak. Ia menegak whiskeynya yang entah sudah gelas yang keberapa itu.
“Aku tidak bisa memaafkannya. Kalau saja anak itu tidak menjadi bodoh dengan bermain di luar rumah, Baekhyun tidak mungkin pergi dari hidupku. Aku sangat membencinya. Apapun yang ia lakukan tidak ada artinya bagiku. Mau sekeras apa ia meraih prestasi, membayar uang sewa sialan itu padaku juga, aku tidak akan pernah menerimanya kembali” lanjutnya dengan penuh amarah.
“Lalu, kenapa ia bisa tidak lagi tinggal di rumah ini? Kau mengusirnya?” tanya Irene lagi.
“Ani, aku sengaja meninggalkan anak tuli itu di Daejeon. Aku berharap ia mati pada kecelakaan di sekolah. Tapi ternyata nyawanya sangat banyak. Ia malah lumpuh dan akan semakin menjadi beban untukku. Jadi kubuang saja ia di Daejeon” balas Chanyeol dengan begitu lancarnya berucap. Irene sangat terkejut mendengarnya.
“Chanyeol-ah, mau bagaimana pun dia akan anakmu. Apa selama ini kau sama sekali tidak merindukan kehadirannya?” ujar Irene sambil menuangkan whiskey untuk suaminya itu.
“Merindukannya? Berharap dia hidup saja aku tidak, apalagi mengharapkan ia kembali? Kau sudah gila? Aku bahkan punya kau, Jaehyun, dan Jungkook. Aku tidak membutuhkan anak menjijikan itu lagi”
“Yeolie, kau tidak bsa terus menerus seperti ini. Mau sampai kapanpun, ia adalah darah dagingmu. Kau dan Baekhyun-ssi adalah orang tua biologisnya. Apa kau tidak ingin membicarakan hal ini baik-baik dengannya? Kalau selama belasan tahun ini ia menahannya, ia pasti bisa menerima kalau ka-”
“JANGAN BERANI-BERANI KAU MENGATAKAN KALAU AKU MENGAKUINYA!!!! SAMPAI AKU MENGHILANG DARI BUMI INI, AKU TIDAK AKAN MENGANGGAPNYA SEBAGAI ANAKKU!” amarah Chanyeol memuncak. Ia melempar gelas whiskeynya dan berlalu menuju kamar.
“Astaga, aku harus bagaimana ini?” lirih Irene sambil menenangkan dirinya.
.
.
.
.
.
.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
CHANGING [END]
Fanfiction"𝙿𝚕𝚎𝚊𝚜𝚎, 𝚓𝚞𝚜𝚝 𝚐𝚒𝚟𝚎 𝚖𝚎 𝚘𝚗𝚎 𝚖𝚘𝚛𝚎 𝚌𝚑𝚊𝚗𝚌𝚎, 𝚂𝚒𝚛" . . . . . . Perubahan selalu terjadi di dalam kehidupan ini. Ada perubahan yang diinginkan mau pun tidak. Perubahan dan kesempatan beriringan, seiring dengan berjalannya wak...