17

1.2K 150 24
                                    

Masih flashback yaaaaaa gaisssss

Dua minggu sudah Taehyung belum membuka matanya. Sudah banyak orang yang bergantian datang menjenguk dan menjaganya. Akan tetapi hanya di hari operasi itu saja kalian bisa melihat Chanyeol. Selama 2 minggu ini, Chanyeol tidak pernah menampakkan wajahnya lagi. Ia tak terlihat di area rumah sakit.

Chanyeol terlalu fokus menyelidiki semuanya. Sehari setelah kejadian, ia mendapatkan alasan mengapa kecelakaan itu bisa terjadi. Ia mengusut tuntas kasus ini dan berkedok tidak ingin mengeluarkan biaya asuransi apabila ada siswa siswi yang celaka lagi akibat konstruksi yang tak layak. Menurut Sehun dan beberapa teman dekat yang Chanyeol miliki, ia hanya membohongi hatinya lagi, lagi, dan lagi. Di salah satu celah hatinya terbesit rasa sayang untuk Taehyung, marah saat ini semua bukan murni kecelakaan, sedih, khawatir dan semua itu untuk Taehyung. Tetapi egonya lebih menguasai hatinya. Chanyeol terus berspekulasi bahwa semua penderitaan yang ia rasakan berasal dari Taehyung. Ia harus menyingkirkan anak itu. Walau di satu sisi Taehyung adalah anaknya. Setidaknya menyingkirkan anak itu setelah ia lumayan membaik tidak terlalu merepotkan

Chanyeol memfokuskan dirinya pada layar monitor ruang kerjanya. Ia mengecek saham dan mengurus beberapa berkas.  Hari ini seharusnya sekertaris barunya datang. Tetapi sampai detik ini ia belum juga menemukannya di sekitar kantor. Ia menggapai telepon genggam miliknya, kemudian mendial nomor orang kepercayaannya—Hansol.

"Beritahu aku di mana sekertaris baru itu" ujar Chanyeol yang langsung pada tujuannya.

"Maaf, Daepyonim. Tadi sekertaris itu menghubungi saya. Ia bilang harus mengurus beberapa hal mengenai kepindahannya beserta sang anak ke Korea" jawab Hansol di sebrang sana.

"Katakan padanya, besok pagi, jam 7 aku menunggunya di ruanganku. Pastikan ia tidak telat. Aku tidak mau ia melakukan kesalahan lagi" lalu Chanyeol memutus sambungan telfonnya.

Chanyeol mendapat surel dari sekertaris lamanya mengenai sekretaris barunya. Ia melihat nama dan wajah ddari wanita yang baru menjadi sekretarisnya itu. Namanya Irene. Ia janda beranak satu yang saat ini berusia 8 tahun. Ia hanya mengangguk-angguk saja. Ia merasa tertarik dengan sekretaris barunya ini. 'Akan kudekati wanita ini'batinnya.




.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Jimin memasuki ruangan Taehyung. Ia langsung duduk di sisi kanan anak itu. Menatapnya iba sekaligus sedih. Diraihnya tangan Taehyung dan digenggamnya. 'Kenapa kau yang baru begini Tae? Kenapa orang yang merencanakan ini semua begitu tega padamu?', batin Jimin. Ia kembali meneteskan air matanya. Tak ada satu pun orang yang begitu Jimin sayangi seperti ia menyayangi Taehyung—selain keluarganya tentunya.  Jimin benar-benar mengutuk siapa pun yang melakukan hal ini pada Taehyung.

"Eoh! Kau di sini, Jim. Appa mencarimu sejak kemarin" ujar Sehun dengan nada terkejut sekaligus khawatir saat menemukan anaknya bersama dengan Taehyung.

"Mianhae. Aku terlalu mengkhawatirkan Taehyung. Aku takut dia datang dan mencelakai Taehyung seperti dulu lagi, Appa" jawab Jimin tanpa mengalihkan perhatiannya dari sang ayah.

"Kau tenang saja, kondisi Taehyung sudah semakin membaik. Sebentar lagi ia pasti akan sadar" hibur Sehun sambil mengusap pelan bahu sang anak.

"Aku harap juga begitu. Tetapi sudah dua minggu.... sudah dua minggu ia belum sadar juga" lirih Jimin sambil mengeluarkan air matanya kembali.

CHANGING [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang