Lepaskan Dia

2.2K 75 3
                                    


Rendra dan Rika sedang asyik berjalan-jalan di mall. Mereka berencana membelikan hadiah untuk bayi Daniel. Istrinya baru saja melahirkan putri keduanya.

"Bagaimana kalau yang ini?" Rendra mengambil sebuah topi binatang berbentuk kelinci dengan telinga panjang diatasnya.

"Itu terlalu besar."

"Kalau ini?"

"Bayinya baru lahir, kenapa membelikan dress seperti itu."

"Dia bisa memakainya nanti jika sudah sedikit lebih besar."

"Tidak." Rika menggeleng.

"Jika yang ini?" tanya rendra saat mengambil baju bayi bergambar dinosaurus.

"Bayinya perempuan, Ren."

"Ow iya, aku lupa." Rendra tersenyum. "Kau saja yang pilih aku tak mengerti." Rendra berdiri di dekat jendela etalase baby shop itu. Dia sibuk memperhatikan barang-barang yang dipajang disana. "Ternyata keperluan bayi itu banyak sekali macamnya."

"Tentu saja, kau akan mengerti nanti jika sudah jadi ayah. "

"Tentu saja. Aku akan jadi ayah siaga dan memenuhi semua keperluan anakku dengan baik."

"Aku meragukannya." Rika tertawa pelan.

Rendra ikut tertawa tapi terdiam saat dia melihat sesuatu di toko seberang.

"Kenapa diam? Apa yang kau lihat?" Rika mencari tahu apa yang dilihat Rendra. Tapi Rendra menghalanginya.

"Bukan apa-apa. Ayo lanjutkan, kau pilih saja. Aku ke toilet dulu, ok."

"Baiklah, jangan lama-lama." Rika berbicara pada Rendra, tapi Rendra sudah menghilang. "Cepat sekali hilangnya."

Rendra berjalan ke toko seberang dan mengintip dari toko di sebelahnya. Dia ingin memastikan yang dilihatnya tadi adalah Joey. Dia berlagak seperti detektif profesional.

"Itu memang Joey. Apa yang dilakukannya disini? Di toko jam sendirian?" Gumam Rendra sendiri.

"Ada yang bisa dibantu?" Pramuniaga di toko itu mengagetkan Rendra.

"Ah tidak. Aku hanya melihat-lihat." Rendra tersenyum agar pramuniaga itu tak curiga. Tapi merasa aneh saat pramuniaga itu menahan tawa. Dia tak mengerti dan berubah malu saat menyadari toko tempat dia mengintip adalah toko pakaian dalam wanita. Dia menepuk jidatnya dan tersenyum pada pramuniaga itu.

"Bukan-bukan jangan berfikiran aneh tentangku. Aku pria normal. Aku mencari sesuatu untuk istriku. Kau lihat wanita di baby shop itu?" dia menunjuk Rika "Aku ingin membelikannya sesuatu yang spesial. Bisakah kau pilihkan sesuatu untuknya?"

Pramuniaga itu kembali tersenyum. "Tentu saja, silahkan ikuti saya. Akan saya tunjukkan."

"Tunjukkan? Ah tidak usah. Langsung bungkus saja. Kutunggu disini saja." Rendra tersenyum menutupi rasa malunya.

"Baiklah tuan. Harap tunggu sebentar." Pramuniaga itu meninggalkan Rendra. Kesempatan itu digunakan Rendra untuk kembali mengintip. Joey masih disana, dia memilih jam tangan untuknya. Tapi dia tak sendiri. "Itu Sandra." Rendra tercengang. "Dia tak bicara pada Egi tapi dia malah kencan dengan Sandra. Lelaki apa kau itu Joey!"

"Ini tuan." Pramuniaga itu kembali dan membawakan sebuah paperbag yang telah terisi sesuatu di dalamnya. Rendra tak menyadari pramuniaga itu berada dibelakangnya. "Bajingan." Gerutunya.

"Anda mengatakan sesuatu?" Tanya pramuniaga itu. "Tuan?" Pramuniaga itu menyentuh pundak Rendra.

Rendra berbalik dan terkejut melihat pramuniaga itu di belakangnya. "Oh maaf, aku tak melihat kau disana. Kau bilang apa?"

"Ini barang yang anda minta?"

"Barang? Barang apa?" Rendra lupa.

"Sesuatu untuk istri anda."

"Istri? Kau pasti bercanda. Aku belum..." Rendra lupa jika dia bilang tadi punya istri. "Oh iya...iya...tentu saja. Untuk istriku...istriku." Dia tertawa.

Rendra membayarnya dan segera menyusul Rika.

"Kau lama sekali," keluh Rika.

"Ini untukmu." Rendra menyerahkan tas belanjaan berwarna pink yang dibawanya.

"Apa ini?"

"Ambil saja, jangan tanya ini apa dan jangan tanya untuk apa atau jangan tanyakan apapun tentang itu."

Rika mengangguk, walau tak mengerti apa yang sebenarnya terjadi.

"Ingat jangan tanyakan." Rendra kembali memperingatkan.

***

Joey mengetuk pintu ruangan Rendra sebelum membukanya. Rendra tampak kesal.

"Kenapa hawa ruangan ini begitu suram," keluh Joey.

"Ruangan ini memang suram, disini tak ada sekretaris yang mencerahkan ruangan, apalagi sekretaris yang bisa diajak berkencan oleh bosnya."

"Apa?" Joey masuk ke ruangan Rendra dan duduk santai di sofa. "Kami tak berkencan."

"Pergi berdua ke tempat umum seperti itu, apa tak bisa dikatakan berkencan?"

"Kau kenapa? Kau cemburu? cemburu padaku atau pada Sandra? Oh, no, no, no, Ren, aku ini pria normal, aku suka wanita bukan kau." Joey tertawa dengan maksud bercanda.

"Kau tahu bukan itu maksudku. Apa kau sudah lupa bahwa kau sudah punya istri? Bagaimana dengan Egi? Bisakah kau berhenti mempermainkannya?"

"Aku tak pernah mempermainkannya. Dan aku tegaskan, kami tidak berkencan."

"Aku tak percaya kau bisa jadi laki-laki bajingan." Rendra marah.

"Kenapa kau begitu marah? Bukankah dulu kau sering gonta ganti pacar dan selingkuh sana sini?"

"Itu berbeda Joey. Statusmu kini berbeda. Kau punya tanggung jawab."

"Aku tahu, dan aku tak pernah lalai akan tugas dan tanggung jawabku."

"Tapi kau menghianatinya."

"Tolong jangan ikut campur urusan pribadiku lagi."

"Aku takkan pernah tinggal diam jika kau menyakitinya." Suara Rendra meninggi, menegaskan ancamannya pada Joey.

"Kau mengancamku? Sebesar itukah rasa pedulimu padanya? Kau ini sebenarnya kenapa?"

"Aku tak suka kau jadi penghianat. Aku percaya padamu. Aku sudah berjanji pada orang tuamu agar selalu menjagamu."

"Aku bukan anak kecil lagi. Aku bisa menjaga diriku sendiri. Lebih baik kau urus saja dirimu sendiri." Joey bangun hendak meninggalkan ruangan Rendra.

"Lepaskan dia jika kau tak bisa menjaganya." Rendra memperingatkan Joey. Joey tak menghiraukannya. Dia berjalan dan memegang pegangan pintu saat Rendra berkata "Aku serius. Lepaskan dia jika kau tidak bisa setia."

Karma Rasa CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang