Setelah berhasil menenangkan dirinya, walau tak percaya dengan apa yang terjadi. Dia membulatkan tekadnya untuk masuk ke ruang jenasah, tempat sementara raga Egi dibaringkan. Dia masuk dan memandang wajah Egi yang tampak tenang seolah sedang tertidur. Dia membelai rambutnya dengan lembut. Semua kenangan bersama Egi muncul kembali dalam ingatannya. Saat pertama mereka bertemu, hari-hari yang dilewatinya bersama sebelum dan sesudah menikah. Betapa keras kepala dan gigihnya Egi mengejarnya dulu.
"Maaf, aku baru memberikannya sekarang." Joey meletakkan sebuket bunga lili putih kesukaan Egi di samping jenasahnya. "Baik-baiklah disana. Aku akan tetap mencintaimu disini." Joey memejamkan matanya dan berdoa untuk istrinya. Dan saat membuka mata, jantungnya seperti hendak lepas dari badannya. Dia berteriak kaget karena Egi duduk di depannya, tersenyum ke arahnya dan memeluk bunga lili yang diberikannya dengan wajah pucat.
Rasa sakit menyerang Joey. Rasanya seperti jatuh dari ketinggian. Benar saja, Joey terjatuh dari sofa.
"Kau kenapa?" Tanya Rita dan membantu Joey bangun dari lantai. "Kau baru tertidur 5 menit dan kau sudah terjatuh."
"Egi dimana?" Joey bangun dengan panik dan akhirnya merasa sangat lega karena melihat Egi masih ada disana.
"Kau mimpi buruk, ya? Mimpi apa?" tanya Rita dengan penuh kekhawatiran.
"Jangan tanyakan. Aku tak ingin mengingatnya. Aku tak mau tidur lagi," jawabnya seraya duduk kembali di dekat di Egi. Dia menggenggam dan mencium tangan Egi.
"Makan dulu, Joey. Jangan siksa dirimu seperti itu."
"Iya, sebentar lagi. Aku belum lapar." Jawabnya sambil memperhatikan genggaman tangannya. Joey memanggil Rita saat merasakan tangan Egi mulai bergerak. "Rita, apa kau lihat ini?" tanyanya sambil tetap menggenggam tangan istrinya itu. "Sayang, kau dengar aku?" tanya Joey saat melihat Egi mulai sadar dan perlahan membuka matanya.
"Aku akan panggilkan Dokter." Rita merasa senang.
"Joey." Egi mengeluarkan kata pertamanya.
"Iya, aku disini."
"Joey, sakit," jawabnya lirih.
"Sabar ya, sebentar lagi sakitnya pasti hilang." Ada perasaan takut menyelimutinya. Jangan sampai mimpinya tadi jadi kenyataan. Di dalam mimpi saja sudah sesakit itu. Apalagi di dunia nyata. Dia tak mau kehilangan Egi.
Dokter segera masuk dan memeriksa keadaan Egi. Dokter mengatakan akan tetap memantau perkembangannya terlebih dahulu.
"Bagaimana keadaanmu?" Rita mendekati Egi dan membelai lembut pipinya. "Masih sakit?" tanya Rita dengan lembut ketika Joey mengantar dokter keluar sambil membicarakan keadaan Egi.
Egi mengangguk pelan. Egi mulai ingat apa yang terjadi, dia mengalami kecelakaan lagi. "Aku tak mau mengendarai mobil sendiri lagi." Egi mulai bicara. Rasa ngeri menjalarinya ketika mengingat kejadian itu lagi.
"Kami takkan mengijinkannya lagi." Rita menenangkan Egi.
"Mobil Rendra bagaimana? Apa aku menghacurkannya?"
"Tak usah pikirkan itu. Joey sudah membereskannya."
"Maafkan aku."
"Kenapa meminta maaf?"
"Aku selalu saja membuat kakak khawatir."
"Kau tak perlu minta maaf. Ini semua kecelakaan. Yang terpenting sekarang kau sudah baik-baik saja."
"Terima kasih karena selalu menjagaku."
"Berterima kasihlah pada Tuhan atas karunianya ini dan pada Joey yang tak henti menemanimu."
"Benarkah?"
"Iya, dia tak pernah beranjak dari sisimu."
Egi mengalihkan pandangannya ke arah Joey yang telah kembali dan berdiri di samping Rita.
"Joey, maafkan aku."
"Tak usah minta maaf. Menjagamu adalah tugasku." Joey tersenyum.
"Kalian bicaralah dulu. Aku akan mengabari Kak Daniel dan Rendra kalau kau sudah sadar. Mereka pasti akan sangat senang."
Joey tak henti memandangi wajah Egi. Bersyukur pada Tuhan karena dia masih punya kesempatan kedua.
"Kenapa memandangku seperti itu? Apa ada yang aneh dengan wajahku?"
"Wajahmu selalu cantik."
"Bagaimana tanganmu?"
"Kau lihatkan? Tanganku sudah sehat." Joey memperlihatkan tangan kanannya.
"Tapi masih ada perbannya."
"Itu hanya hiasan. Anggap saja tak ada, jangan pikirkan itu. Sekarang kau harus istirahat dan cepatlah sembuh, itu yang terpenting."
"Apa kau akan menceraikanku?"
"Apa? Bagaimana kau bisa berpikiran seperti itu. Kenapa aku akan menceraikanmu? Tidak. Tentu saja, Tidak."
"Tidak?" Egi menanyakannya lagi.
"Tidak." Joey mempertegasnya. Joey mendekatkan wajahnya pada Egi. "Tidak akan pernah." Dia mencium lembut kening Egi. "Jangan buat aku kacau seperti ini lagi. Berjanjilah, jangan pernah pergi lagi."
Egi mengangguk dan tersenyum pada Joey. Lega rasanya mengetahui Joey tidak ingin berpisah dengannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Karma Rasa Cinta
RomantizmEgi, seorang gadis cantik yang egois bertahan mencintai Joey yang jelas tidak mencintainya. Benarkah dia tidak mencintainya? Ataukah dia hanya tidak menyadari cinta itu karena masih terikat akan masa lalunya? Ketika satu persatu kebenaran terungka...