Beberapa minggu kemudian.
Pagi itu Egi terbangun karena rasa mual yang begitu tidak tertahan. Sudah beberapa hari dia merasa tidak enak badan. Egi terduduk di kamarnya. Dia kembali teringat kejadian itu. Kejadian, dimana pertama kalinya ia benar-benar takut pada Joey. Lima tahun dia mengenal pria itu dan baru saat itu dia merasa takut kepadanya. Kenapa hal ini harus terjadi ketika aku ingin melupakan Joey. Keluh Egi.
"Kau baik-baik saja?" Rika masuk ke kamar Egi.
"Iya, tidak usah khawatir. Mungkin ini efek karena terlalu sering begadang."
"Kau yakin? Bagaimana kalau kita kedokter? Wajahmu benar-benar pucat." Rika khawatir dengan kondisi Egi yang nampak tidak sehat.
"Tidak apa-apa kak. Tak perlu kedokter, istirahat sebentar pasti sembuh."
"Baiklah, lebih baik kau jangan ambil lembur dulu." nasehat Rika seraya melangkah pergi meninggalkan Egi yang masih terpaku menatap cermin.
Setelah selesai bersiap-siap, Egi pun berangkat kerja. Dia keluar dari rumah dengan memegangi kepala. Pusing yang mengglayuti makin menjadi-jadi dan mulai mempengaruhi pandangannya. Dia tetap memaksakan dirinya untuk melangkah ke halte bus, hingga tiba di persimpangan perumahan tempat tinggalnya diapun pingsan. Rendra yang sejak tadi memperhatikanpun langsung menolong dan membawanya ke rumah sakit. Rendra memang tinggal dekat dengan rumah Egi, Jadi bertemu seperti ini bukan hal aneh.
Saat membuka mata. Egi merasa asing dengan ruangan tempat dia berada. Ini bukan kamarnya, hingga ia menyadari tempat itu adalah rumah sakit. Tak lama setelah tersadar, Rendra masuk keruangan itu. Dia tersenyum dan mulai menanyakan keadaan Egi. "Bagaimana keadaanmu?"
"Ya, aku baik- baik saja. Hanya sedikit pusing." Egi menyentuh kepalanya yang masih terasa sedikit pusing.
"Siapa yang melakukan ini?" Rendra langsung bertanya to the point.
"Melakukan apa?" Egi tidak mengerti pada pertanyaan Rendra. Rendra berdiri di samping tempat tidur dan menatapnya tajam.
"Apakah ada pria lain atau Joey?"
"Apa maksudmu?"
"Jangan pura-pura tidak mengerti? Kau sedang hamil! Siapa ayahnya? Ada pria lain atau Joey?"
Egi tidak menjawab, ucapan Rendra yang mengatakan dirinya hamil masih terngiang jelas di telinganya. Dia tidak percaya itu.
"Tolong jawab! Siapa ayah dari bayi yang ada di kandunganmu?"
Egi menatap Rendra, air mata menetes dari matanya.
"Jika kau tidak mau menjawab, aku akan menelepon Daniel sekarang juga." Acamnya.
"Jangan, tolong jangan!" Dia menghentikan tangan Rendra yang hendak menelpon kakak tertuanya, Daniel. "Jangan katakana apapun pada kakakku. Aku mohon.""Kalau begitu, katakana siapa ayahnya? Apakah Joey?"
Egi tidak kuasa menjawab dia hanya mengangguk pelan. Hal itu otomatis membuat Rendra marah. Dia menghela napas pelan, berusaha menahan emosinya. "Bagaimana mungkin dia bisa melakukan hal seperti ini. Sebenarnya sudah sejauh apa hubungan kalian? Aku tahu kalian memang dekat, tapi aku tidak menyangka akan sedekat ini. Jadi, kau juga baru tahu kalau kau hamil?"
"Iya. Aku memang tidak enak badan akhir-akhir ini tapi aku tidak tahu kalau aku hamil," jawabnya terisak.
"Joey harus tahu." Rendra kembali meraih handphonenya dan hendak menelepon Joey. Tetapi Egi kembali menghalanginya.
"Jangan! Jangan hubungi dia!"
"Apa maksudmu dengan jangan? Dia harus tahu masalah ini!"
"Kami sudah tidak saling berbicara beberapa minggu."
"Itu bukan alasan. Dia harus tahu."
"Tidak, dia bahkan tidak ingat pernah melakukannya."
"Apa lagi maksudmu?" Rendra benar-benar tidak habis pikir, betapa rumitnya hubungan Joey dan Egi.
"Dia mabuk saat itu." Jawaban lirih Egi membuat Rendra menatapnya tidak percaya.
"Joey memperkosamu?" Tanyanya penuh amarah. "Astaga! Dia harus tahu hal ini. Dia harus bertanggung jawab!""Jangan Rendra, aku mohon jangan."
"Ini alasanmu menjauhi Joey akhir-akhir ini? Karena dia melukaimu? Kau ingin melupakannya karena dia melakukan perbuatan tidak pantas itu padamu?" Rendra benar-benar mencoba menahan amarahnya. Ingin rasanya dia menemui Joey dan menghajarnya. Bagaimana bisa, saudaranya itu bisa melakukan hal bejat seperti itu.
Egi masih terbaring, dia hanya terdiam sambil menatap kosong keluar jendela. Matanya masih sembab oleh air mata. "Aku ingin mengatakannya padanya. Tetapi dia pasti tidak akan percaya padaku. Jangan-jangan dia akan menuduhku menjebaknya". Egi tampak kecewa.
"Kau yakin itu calon bayinya?"
"Kau juga tidak percaya padaku?"
"Bukan begitu, tentu saja aku percaya. Aku cukup mengenalmu dengan baik. Bertahun-tahun kau mengejar Joey dan aku selalu ada disana. Bagaimana mungkin aku tidak percaya. Kau wanita terkeras kepala yang pernah kutemu. Tapi aku tahu kau bukan pembohong." Rendra tersenyum "Dan aku yakin kau adalah wanita yang baik."
"Tolong, jangan katakan ini pada Joey." Egi meminta Rendra merahasiakannya.
"Dia harus tahu! Dia berani berbuat, maka dia harus berani bertanggung jawab!"
"Tidak, jangan katakan padanya. Dia ... dia tidak akan percaya padaku." Egi semakin kecewa. "Dia tidak mencintaiku. Dia tidak akan mau mengakuinya. Mungkin saja, dia bahkan tidak ingat apa yang sudah terjadi. Saat itu dia sedang mabuk berat. Dan aku sempat memukul kepalanya dengan asbak. Dia pingsan jadi aku bisa kabur. Terakhir kami bertemu, dia bahkan tidak ingat apa yang telah dilakukannya. Dia mengira aku masih marah padanya karena pertengkaran kami di rumahmu."
Rendra tampak berfikir keras. Apa yang harus dilakukannya. Dia mengenal baik sahabatnya itu. Dia tidak akan dengan mudah percaya bahwa anak yang dikandung Egi adalah miliknya. Mengingat penolakannya selama ini pada Egi. Ini tidak akan mudah. Rendra tidak ingin sang anak menjadi korban karena hubungan kedua orang tuanya tidak saling mencintai. "Kau benar, walau aku sahabatnya dia tetap tidak akan percaya begitu saja tentang hal ini. Apakah ada orang lain yang tahu?"
"Tidak. Aku sempat menelpon Jennie saat itu. Awalnya aku menelponmu tapi handphonemu tidak aktif. Jadi aku meminta Jennie datang untuk menjaga Joey. Jennie adalah wanita yang di sukai Joey. Jadi kupikir Jennie pasti bisa menjaganya. Tapi hingga aku pergi, Jennie tidak datang."
"Baguslah kalau begitu. Lebih baik jangan ceritakan pada siapapun. Serahkan semuanya padaku, biar aku yang urus."
Egi tampak bingung dengan pernyataan Rendra. "Apa yang kau rencanakan? Aku akan mengurus anak ini sendiri. Aku tidak mau bersama dengan seseorang yang tidak pernah mencintaiku."
"Sudah, kau tenang saja. Hal terpenting yang harus kau lakukan saat ini adalah menjaga dirimu dan kandunganmu. Aku akan pastikan ketika dia lahir, dia akan punya seorang ayah."
Egi makin tidak mengerti dengan apa yang dikatakan Rendra. Dia masih terdiam. Rendra kembali bertanya pada Egi. "Kenapa kau begitu mencintainya?"
"Itu, ...aku tidak tahu." Egi murung, dia menundukkan kepalanya.
Kali ini, Rendra yang terkejut. "Bertahun-tahun kau mengejarnya, tapi kau tidak tahu alasan mengapa kau mencintainya?"
"Aku kira cinta tidak perlu alasan."
Rendra tertawa geli sambil menggaruk-garuk kepala karena heran.
"Kau menertawakanku. Kau pasti juga menganggapku gila."
"Bukan, bukan begitu. Aku salut padamu. Joey beruntung ada wanita yang mencintainya dengan tulus. Tetapi dia tidak pernah sadar. Ah sudahlah. Sekarang lebih baik kau istirahat. Dokter bilang kau hanya perlu istirahat. Jangan terlalu stress, itu mempengaruhi kandunganmu. Seperti yang aku katakan tadi. Biar aku yang mengurus semuanya. Aku yang akan bertanggung jawab."
"Apa maksudmu? Tanggung jawab? Tapi ini..."
"Sudah kubilang, aku yang mengurus masalah ini." sambil mengelus rambut Egi, Rendra pun keluar dari ruangan itu.
![](https://img.wattpad.com/cover/148202759-288-k174958.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Karma Rasa Cinta
RomansaEgi, seorang gadis cantik yang egois bertahan mencintai Joey yang jelas tidak mencintainya. Benarkah dia tidak mencintainya? Ataukah dia hanya tidak menyadari cinta itu karena masih terikat akan masa lalunya? Ketika satu persatu kebenaran terungka...