Kecelakaan

2.4K 82 2
                                        


"Jam tangan baru ya?" tanya Egi saat melihat Joey mengunakan jam tangan baru yang belum pernah dilihatnya sebelumnya.

"Ya," jawab Joey singkat.

Joey mengambil beberapa potong pakaian dan memasukkannya ke dalam koper kecil.

"Kau mau kemana?"

"Aku harus keluar kota."

"Kenapa begitu mendadak?"

"Ya, ada urusan mendadak."

"Urusan apa?"

"Urusan kantor. Kau takkan mengerti."

"Pergi sendiri?"

"Tidak."

"Dengan siapa?"

"Sandra."

Egi terdiam dan menunduk. Joey masih marah padanya dan kini Joey malah akan pergi keluar kota dengan Sandra. Mereka pasti akan punya banyak waktu untuk bersama.

"Jangan lupa kunci pintu. Aku akan pulang besok."

"Jangan macam-macam ya disana," pinta Egi. Dia memeluk Joey. "Ingat kau sudah punya aku."

"Memangnya apa yang akan terjadi jika aku macam-macam?"

"Entahlah."

"Kau akan lari kepelukan Rendra? Silahkan saja jika itu yang kau mau." Joey melepaskan pelukan Egi. "Aku buru-buru."

Joey mengambil tas, handphone, dompet dan kunci mobilnya. Egi mencoba menghentikannya. "Tunggu dulu." Egi berdiri di depan Joey. Dia memejamkan mata dan menunjuk keningnya.

"Apa lagi? Aku buru-buru."

"Cium ini." Egi menunjuk keningnya lagi. "Ayo, siapa tahu takkan bisa lagi."

"Kau menyumpahi terjadi sesuatu padaku?"

"Bukan begitu. Ayo cium dulu."

Karena Egi terus memaksanya, diapun menurutinya. Dia mencium kening Egi. Setelah itu Egi berjinjit dan mencium pipinya. "Hati-hati," bisiknya.

***

"Kau sudah menyiapkan apa yang aku minta?"

"Iya, berkas-berkasnya sudah lengkap. Lahan itu, sudah tak bermasalah, ini kesempatan kita untuk mendapatkannya. Lokasinya sangat cocok untuk proyek selanjutnya."

"Lahan itu, sudah lama diincar ayahku. Dan aku harus mendapatkannya."

"Kau semangat sekali," puji Sandra. "Aku bangga padamu." Sandra menyandarkan kepalanya di bahu Joey.

"Jangan seperti ini. Aku sedang menyetir," pinta Joey.

"Maaf." Sandra menuruti.

"Sampai kapan terus begini?"

"Sampai, kita tiba di tempat tujuan."

"Bukan itu maksudku."

"Lalu apa maksudmu?"

"Kapan kau akan menceraikannya?"

Joey kaget dengan pertanyaan Sandra. Dia memandang Sandra tak percaya dengan apa yang didengarnya. Joey tak memperhatikan jalan dan pandangannya kembali ke jalan saat klakson mobil dari arah berseberangan terus menjerit. Dengan sigap Joey membanting setir kekiri menghindari tabrakan. Dia berhasil menghindari mobil itu tapi dia malah menabrak pohon di seberang jalan. Bagian mobil sebelah kanannya hancur dan tangannya terluka. Sandra yang saat itu selamat makin panik saat tahu Joey terluka. Tangan kanan Joey terluka dan mengeluarkan banyak darah.

Dengan bantuan orang yang ada di tempat kejadian, Joey dilarikan ke rumah sakit. Sandra menelpon Rendra dan mengabarkan keadaan Joey.

Egi yang mendengar berita itu panik. Dia bersama Rendra menyusul Joey ke rumah sakit.

"Tenanglah dia pasti baik-baik saja. Sandra bilang hanya tangannya yang terluka."

"Bagaimana aku bisa tenang? Suamiku sedang terluka."

Egi berjalan bergegas ke kamar perawatan Joey. Sedangkan Rendra mengikutinya. Tapi langkahnya ikut terhenti saat Egi berhenti di depan pintu masuk kamar rawat Joey. Merasakan ada sesuatu, dia ikut menengok ke dalam kamar itu. Dia melihat Joey dan Sandra disana. Joey berbaring di tempat tidur. Tangan kanannya diperban. Kelihatan lukanya cukup parah. Untung saja tangannya tak patah. Sandra duduk ditempat tidur yang sama. Dia duduk menghadap Joey. Sehingga mereka tak menyadari Egi dan Rendra berdiri di depan pintu.

"Kau membuatku benar-benar panik." Sandra khawatir. "Kau baik-baik sajakan?"

"Apa terluka seperti ini masih bisa dikatakan baik-baik saja?"

"Tidak. Apa itu sakit?"

"Tangan kananku robek dan harus dijahit. Apa itu bisa dikatakan menyakitkan?"

"Iya. Jangan seperti itu lagi," pinta Sandra. "Aku hanya menyinggung masalah perceraian tapi kau malah hampir membunuh dirimu."

"Termasuk kau," tambah Joey. "Jangan katakan itu lagi."

Egi mundur dan meninggalkan ruangan itu. Rendra mengikutinya. "Gi, tunggu! kau mau kemana? Bukankah kita kesini untuk menemuinya?"

"Sudah ada wanita lain yang menemaninya. Dia akan baik-baik saja." Egi tersenyum tapi dia tak bisa menyembunyikan kesedihannya. Dia mulai menangis. Rendra memeluknya mencoba menenangkannya.

"Aku ingin pulang," pinta Egi.

"Baiklah, aku akan mengantarmu."

"Tak usah, kau temui saja dia. Dia sudah menghubungimu untuk menyusulnya. Aku tak apa, aku bisa pulang sendiri."

"Tapi, ini sudah malam. Aku tak tenang jika kau pulang naik bus atau taksi. Kau pulang dengan mobilku saja." Rendra menyerahkan kunci mobilnya. "Jangan membantah, ok? Tapi tolong, kau juga harus hati-hati. Kau bisa kan?"

"Iya." Egi mengambil kunci itu dan pergi. Rendra tetap melihatnya hingga Egi menghilang dibalik pintu. Perasaannya tak enak. Semoga tak terjadi hal buruk lagi.

Rendra berbalik dan berjalan keruangan Joey.

"Kau kelihatannya sehat. Itu pasti alasanmu saja ya?" Rendra menyindir Joey.

"Kau tak lihat. Tanganku terluka seperti ini?" Joey menunjuk tangan kanannya.

"Iya lukanya cukup parah. Dokter bilang, Dia masih harus istirahat disini hingga besok," jelas Sandra.

Joey melihat kepintu, ada yang dia tunggu tapi tak datang. "Kau sendiri?" tanyanya.

"Iya, siapa yang harus aku ajak kesini? Bukankah kau sudah punya asisten cantik yang mengurusmu disini?"

"Jangan mulai," pinta Joey saat melihat Rendra tersenyum sinis pada Sandra.

"Terserahlah. Aku akan mengurus administrasimu dulu." Rendra keluar kamar menahan amarah. Andai saja Sandra tidak ada di sana, dia pasti sudah menghajar Joey. 

Karma Rasa CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang