Egi nampak sibuk dirumahnya. Dia sudah menyiapkan banyak makanan istimewa dan sebuah kue tart cantik untuk ulang tahunnya. Rika tidak ada dirumah, jadi Egi mengerjakannya sendiri. Dia sangat senang karena akan merayakan hari pentingnya bersama Joey.
Pukul 18.40 Egi sudah selesai menyiapkannya. Dia sudah berganti pakaian dan siap menunggu Joey datang. Joey bilang akan datang pukul 19.00. Detik berubah menit dan putaran jam terus bergulir. Pukul 19.00 Joey belum juga datang. Egi masih menampik rasa kecewanya. Dari pagi sudah banyak yang mengucapkan selamat padanya, memberikan hadiah untuknya. Rika, Daniel, Rendra, teman-temannya. Tapi tak ada dari Joey. Pukul 20.00 Egi masih menunggu dia duduk diruang tamu. Terus memperhatikan jam. Dia mulai cemas dan memutuskan untuk mengirim pesan pada Joey. Tapi tidak pernah ada balasan. Pukul 21.00 Egi mencoba menelpon Joey tapi handphonenya tidak aktif. Egi makin khawatir, dia kecewa tapi tidak tahu harus berbuat apa. Pukul 22.00 pesannya tidak dibalas dan handphone Joey masih tidak aktif. Air mata Egi mulai menetes. Sebesar itukah Joey tidak peduli padanya, dia bahkan tidak memberi kabar. Jika memang dari awal dia tidak mau datang, dia tinggal bilang. Pikirnya.
Pukul 23.00 ada yang mengetuk pintu rumahnya. Egi senang, dia mengusap air matanya dan merapikan pakaiannya. Dia berlari dan membuka pintu berharap itu Joey. Tapi sayang, itu bukan Joey.
"Rendra." Egi terkejut melihat Rendra berdiri di depan pintu. Memakai t-shirt merah dan celana jeans. Dia terlihat gagah walau berpenampilan sederhana.
"Hai, maaf aku tidak bermaksud merusak hari pentingmu." Rendra menyeringai memandang Egi yang membuka pintu. Egi Nampak cantik dengan midi dress berpotongan kimono berwarna peach.
"Apa terjadi sesuatu?" Egi nampak khawatir.
"Kau menangis?" Rendra merasa sedih melihat Egi seperti itu.
Egi mengusap air matanya, mencoba menyembunyikan air matanya dari Rendra.
"Maaf, Joey tidak bisa datang." Rendra meminta maaf untuk Joey.
"Kenapa? Setidaknya dia bisa mengabariku."
"Iya, aku tahu, tapi situasinya tidak memungkinkan. Dia baru memberitahuku bahwa kau pasti menunggunya. Dia harus pergi keluar kota mendadak. Ada masalah dengan perusahaan cabang. Dia pergi kesana tadi sore. Dan dia..."
"Dia lupa ada janji denganku. Dan baru ingat saat sampai diluar kota." Egi melanjutkan.
Rendra tersenyum cengengesan. Dasar itu orang, ada masalah seperti ini, malah melemparnya padaku. Rendra menangis dalam hati. Dia jadi nampak tidak enak pada Egi. Dia mengalihkan pembicaraan. Dia memberikan sebuket bunga lili kesukaan Egi. "Ini dari Joey."
Egi mengambil buket bunga itu dan tersenyum. "Terima kasih. Tapi aku tahu kau bohong, Joey tidak mungkin memberikan ini padaku. Kau selalu menutupi kesalahannya dan membuatnya selalu nampak baik. Tapi sudahlah, ayo masuk!" Egi mempersilahkan Rendra masuk.
Rendra masuk dan melihat meja makan penuh dengan makanan enak.
"Wah enak tuh." Rendra dengan sigap berjalan ke ruang makan.
"Ayo duduklah, kau makan saja dulu. Aku masak banyak."
Rendra duduk di ruang makan dan mulai mencicipi masakan Egi. "Hmm...enak. Kau berbakat masak. Mana Rika?" Tanya Rendra pada Egi sambil tetap makan. Egi menuangkan minuman untuk Rendra.
"Dia pergi mengunjungi kak Daniel. Besok sore baru balik."
"Ah, itu pasti alasan. Kau mengusirnya ya? Agar bisa berduaan dengan Joey." Rendra menggoda Egi.
"Tidak. Itu tidak benar, dia memang sedang ada urusan disana." Egi membela diri.
"Ah sudahlah, kalian berdua sudah sama-sama dewasa. Kalian juga sudah lima tahun saling kenal dan sering menghabiskan waktu bersama." Rendra tertawa menggoda Egi.
Melihat wajah Egi yang memerah, dia tertawa makin keras. "Aku bercanda, lihat wajahmu merah seperti kepiting rebus." dia masih tertawa.
"Habiskan makananmu dan berhentilah tertawa." Egi memasukkan bunga lili yang diberikan Rendra ke dalam vas dan meletakkannya di atas meja makan.
Rendra menyelesaikan makannya. Dia mengambil pemantik dari saku celananya dan menyalakan lilin kue tart Egi. "Ayo tiup lilin dulu mumpung belum jam 12. Buatlah sebuah permintaan." Rendra menarik tangan Egi agar dia mendekat.
Egi tersenyum. Memejamkan mata sejenak untuk berdoa lalu meniup lilin itu. "Terima kasih." Egi tersenyum pada Rendra."
"Ah sudahlah, ini bukan apa-apa." Rendra membelai lembut rambut Egi. Mereka berdua sudah lama saling mengenal jadi sangat akrab. Rendra menganggap Egi sebagai adiknya. Baginya Joey dan Egi sudah seperti saudaranya sendiri, saudara yang tidak pernah dimilikinya.
Egi merasa senang dan terharu. "Terima kasih karena kau selalu baik padaku."
Rendramemeluk Egi yang mulai menangis. Dia tahu Egi senang. Tapi dia juga tahu, diakecewa karena Joey tidak bisa datang. Yang diharapkan Egi bukanlah dia. Tapi Joey."
KAMU SEDANG MEMBACA
Karma Rasa Cinta
RomansaEgi, seorang gadis cantik yang egois bertahan mencintai Joey yang jelas tidak mencintainya. Benarkah dia tidak mencintainya? Ataukah dia hanya tidak menyadari cinta itu karena masih terikat akan masa lalunya? Ketika satu persatu kebenaran terungka...