Seminggu setelah percakapan terakhirnya dengan Rendra. Perasaan Joey makin tidak jelas. Dia tidak mengerti akan apa yang dirasakannya. Marah pada Rendra, kesal pada dirinya. Rasa sakit dan kehilangan yang tidak pernah dia rasakan sebelumnya, rasa rindu. Rasa rindu yang menggebu pada sosok yang biasanya selalu ada di setiap hari-harinya. Senyumnya, sikapnya, wajahnya, semua itu selalu menghantui Joey setiap harinya. Rasa rindu walau hanya untuk mendengar suaranya. Rasa rindu pada Egi.
Perasaan yang tidak menentu itu menuntun langkahnya. Hingga malam ini, disinilah dia berada. Di depan pintu rumah Egi. Tanpa berfikir panjang, dia menekan bel. Egi tampak terkejut melihat Joey berdiri di depan pintu.
"Joey?"
"Ya, kenapa begitu terkejut melihatku."
"Tidak biasanya kau kesini."
"Aku.... Aku... tidak sengaja lewat. Jadi, ku pikir tidak ada salahnya untuk mampir. Kau tidak keberatankan?"
Egi nampak heran dengan pernyataan Joey. "Tidak, tentu saja tidak. Masuklah."
"Tidak, bagaimana kalau kita pergi ke taman dekat sini. Ada yang ingin aku bicarakan."
Egi ingin menolak, tetapi entah kenapa bibirnya malah menyanggupi. "Baiklah," jawabnya. Dia memarahi dirinya dalam hati. Kenapa dia malah menyanggupi untuk pergi bersamanya. Hatinya benar-benar tidak bisa berbohong.
Mereka berjalan menyusuri jalanan. Berjalan ke arah taman dengan suasana yang sangat canggung. Joey tidak tahu harus memulai darimana. Sedangkan, Egi sedang berusaha mensingkronkan hati dan pikirannya.
"Dulu kau selalu merengek agar mengajakmu kesini. Apa kau masih ingat?" Tanya Joey memecah kecanggungan saat mereka sampai di taman.
"Iya," jawabnya singkat.
"Kau bilang, taman ini punya banyak kenangan tentang masa kecilmu."
"Itu sebabnya, aku selalu ingin pergi ke tempat ini dengan orang yang aku sayangi." Tanpa Egi sadari, dia mengucapkan kata-kata itu. Dia kembali memaki dirinya di dalam hati. "Bukankah kau bilang ada yang ingin kau bicarakan?" Egi mengalihkan pembicaraan.
Joey menarik nafas panjang, menatap Egi, dan mendekat. "Akhir-akhir ini kau berubah. Apa kau masih marah akan pertengkaran kita yang terakhir?" tanyanya pelan.
"Aku sudah melupakannya." Egi menjawab tanpa melihat Joey. Dia mengalihkan pandangannya kearah air mancur.
"Benarkah? Lalu mengapa kau tidak berani menatap mataku saat berbicara?" Joey menunggu reaksi Egi tetapi dia tidak menjawab. "Apa pandanganmu kini hanya milik Rendra? Kau berkencan dengannya?" Pertanyaan Joey kali ini membuat Egi bingung.
Egi tak menjawab hanya memandang wajah Joey. Joey meraih tangan Egi, menariknya perlahan, sehingga Egi berdiri sangat dekat dengannya. Joey membungkuk, mencoba mendekati wajah Egi, tepatnya bibirnya. Joey mencoba mencium bibirnya. Dalam hitungan detik Egi seolah terhipnotis tapi dia memulihkan kesadarannya. Dia menarik dirinya lagi dari Joey. Dia menghindar.
Egi bergelut dengan perasaannya. Dia tidak ingin menghindari Joey. Dia tidak ingin pergi dari Joey. Dia bahkan ingin membenamkan dirinya dalam pelukan pria yang sangat dicintainya itu. Tetapi mengingat Joey yang tidak menginginkan dirinya, menolak cintanya bahkan menodainya sudah sangat cukup membuatnya terluka.
Joey mengurungkan niatnya melihat penolakan Egi. "Huft...padahal angin bertiup kencang tapi kenapa malam ini terasa sangat panas," Joey mengalihkan pembicaraan sambil menarik-narik kerah t-shirt hitam yang digunakannya. "Mana gelangmu?" Joey menanyakan gelang yang pernah diberikannya pada Egi. Dulu dia selalu memakainya.
"Oh gelang itu. Aku juga tidak tahu. Aku sudah mencarinya tapi tidak menemukannya. Maaf, aku tidak bermaksud menghilangkannya."
"Ya, sudah tidak apa. Kita bisa beli lagi lain kali."
"Ini sudah malam. Aku harus pulang. Rita pasti mencariku." Egi tidak kuat menahan diri jika berada di sisi Joey lebih lama lagi. Dia bisa saja kecolongan lagi kali ini. Dia tidak ingin membiarkan perasaanya terhanyut lagi.
"Baiklah, biar aku antar ke rumah."
Saat Egi akan masuk ke dalam rumah, Joey berpesan padanya. "Jangan berkencan dengannya," Pinta Joey. "Jangan berkencan dengan Rendra. Dia sahabatku..dia saudaraku."
Egi tidak menjawab, hanya menatap Joey dengan tatapan kosong. Diapun masuk ke dalam rumah.
"Jangandengan Rendra, jangan pula dengan pria lain," Joey bergumam sendiri saat Egi tidaklagi nampak. Dia mengeluarkan sesuatu dari saku celananya. Dia menatap sebuah kotakkecil yang ada ditangannya. Dia tidak tahu apa yang harus dilakukan denganbenda itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Karma Rasa Cinta
DragosteEgi, seorang gadis cantik yang egois bertahan mencintai Joey yang jelas tidak mencintainya. Benarkah dia tidak mencintainya? Ataukah dia hanya tidak menyadari cinta itu karena masih terikat akan masa lalunya? Ketika satu persatu kebenaran terungka...