"Kau sedang apa?" Suara Joey tiba-tiba mengagetkannya. Dia menyembunyikan diary itu di sampingnya agar Joey tak melihatnya.
"Hanya bersih-bersih rumah," jawabnya.
"Aku memanggilmu dari tadi. Apa kau tidak mendengarnya?"
"Tidak," jawabnya singkat.
"Makanya jangan melamun terus. Nanti kesambet setan gudang."
"Memangnya ada setan di gudang?"
"Tentu saja. Itu di belakangmu. " Joey menakuti Egi lalu pergi.
Egi yang memang takut setan menjadi ketakutan, dia melihat ke belakang, ke kiri, ke kanan, depan, dan atas. Tiba-tiba merinding. Dia takut dan berlari menyusul Joey, hingga tidak menyadari buku diary itu masih berada dalam genggamannya. Egi yang akhirnya sadar buku diary itu terbawa menggunakan kesempatan untuk menyembunyikannya saat Joey ada di kamar mandi. Egi memnyembunyikan diary itu di bawah tempat tidur. Karena "setan gudang" yang dikatakan Joey, dia tak berani menaruhnya lagi di gudang.
Joey keluar dari kamar mandi. Dia keluar menggunakan celana pendek dan t-shirt putih. Badannya bisa dibilang sangat keren, dada bidang, perut six pack. Wajar saja, dia termasuk rajin berolahraga.
"Kau sedang apa?" Joey heran melihat Egi yang berjongkok di dekat tempat tidur.
Egi yang kaget langsung bangun. "Ah tidak. Aku mencari...mencari...," berfikir sejenak. "Antingku." Dia memegangi telinga kirinya.
"Antingmu hilang? Biar aku bantu mencarinya." Joey mendekat dan hendak membantu mencarinya. Tapi Egi menahannya. "Ow, tidak usah. Ini sudah ketemu." Egi menunjuk telinganya memperlihatkan antingnya.
"Lain kali hati-hati." Joey menyentuh kepala istrinya dengan pelan. "Tolong buatkan aku jus apel," pinta Joey.
"Siap, bos." Egi menyanggupi. Dia hendak berjalan keluar tapi langkahnya terhenti ketika ingat diary itu. Bahaya jika Joey melihatnya. Dia pasti marah padaku. "Kita buat bersama saja."
"Aku lelah, aku ingin rebahan dulu. Buatkan saja dulu."
"Rebahannya di teras belakang saja Disana lebih nyaman. Udaranya lebih sejuk dan asegar. Lagipula udara segar lebih sehat." Egi membujuk Joey dengan tersenyum manja.
"Disini saja."
"Tidak, ayolah sayang," rayu Egi. Dia menarik tangan Joey. "Ayoo.."
"Kau ini sebenarnya kenapa? Baru satu hari aku tidak pulang tapi tingkahmu benar-benar aneh."
"Tidak, hanya perasaanmu saja. Ayolah."
"Baiklah, baik." Joey menuruti Egi. Dia berjalan ke teras belakang. Memilih beristirahat di gazebo yang dulu sering jadi tempat istirahat ayahnya. Dia mulai memejamkan mata. Disini memang nyaman, pikirnya. Andai saja ayah dan ibu masih ada. Mereka pasti tahu apa yang harus aku lakukan.
Tak lama, Egi datang membawa segelas jus apel. "Ini jusnya. Kau begadang lagi ya?"
Joey bangun dan mengambil jus yang diberikan Egi. Dia meminumnya hingga habis. "Rendra menggangguku semalaman. Insomnianya kambuh dan dia tak membiarkanku tidur."
Egi merebahkan badannya di dekat Joey. Dia juga merasa lelah karena membersihkan rumah sejak pagi. Joey yang saat itu duduk memperhatikan Egi yang berbaring disampingnya, ikut tiduran disamping Egi.
"Kau sudah mengunci pintu depan?"
"Sudah." Joey memejamkan matanya. Egi membuka tangan Joey sehingga kepalanya direbahkannya dilengan Joey. "Wanita idamanmu seperti apa?"
Joey tergelitik dengan pertanyaan Egi dan diapun tertawa. "Apa kau tidak waras? Kau menanyakan tipe wanita idaman pada suamimu? Apa benar-benar tak ada topik pembicaraan yang lain?"
"Aku hanya ingin tahu."
"Seperti apa ya, Joey mulai berfikir. Yang pasti bukan sepertimu."
"Terus kenapa menikah denganku?"
"Kecelakaan."
"Apa? Jadi kau menikahiku hanya karena kecelakaan?" Egi mencubit pinggang Joey. Joey mengaduh tapi tetap tertawa.
"Kalau bukan aku lalu seperti siapa?"
"Kau tahu? Pertanyaan seperti ini sangat rawan jika ditanyakan pada pasangan. Bisa mengakibatkan pertengkaran. Kau harus lebih banyak lagi belajar mencari topik pembicaraan lainnya." Jelas Joey.
Tapi Egi mengabaikannya. "Bagaimana dengan Jennie?"
"Jennie? Itu masa lalu. Dia bahkan berhenti bekerja karena kita menikah. Aku rasa bukan seperti dia. Dia itu bisa diibaratkan...apa ya...mungkin jambu air."
"Kenapa?"
"Mulus diluar, membuat orang penasaran ingin mencicipi tapi ketika telah dibuka terkadang banyak ulatnya."
"Kau jahat sekali bilang dia seperti itu."
"Itu hanya perumpamaan, bukan dalam arti sebenarnya."
"Kalau Sandra?"
"Sandra? Kenapa harus Sandra?"
"Sandra juga wanita. Ayo, kalau dia seperti apa?"
"Hmm...kalau dia mungkin seperti kelapa."
"Kenapa?"
"Dia itu tertutup. Telihat biasa saja, tapi jika orang bisa mendapatkannya. Dia akan memperlihatkan begitu banyak manfaatnya. Dia wanita yang pintar, rajin, cantik."
Egi heran bagaimana Joey bisa mengibaratkan orang seperti buah. Tapi jawabannya memang benar. Dia pun mulai penasaran. "Kalau aku buah apa?"
"Kau itu nanas." Joey menjawab tanpa berfikir panjang.
"Nanas? Kenapa nanas?"
"Dipenuhi duri. Untuk memakannya saja membutuhkan tenaga ekstra. Kupas sana sini, ah pokoknya menyusahkan." Joey tertawa.
"Kau ini menyebalkan." Egi kesal tapi malah ikut tertawa. Tapi terdiam saat pandangan mereka terpaut. Joey menyentuh lembut bibir Egi dengan jarinya lalu mencium lembut bibirnya. Egi terbawa dia memejamkan matanya. Joey yang melihat Egi memejamkan matanya tersenyum.
"Ting tong."
Suara bel tanda ada tamu memanggil-manggil dari ruang depan. Joey menghentikan permainan yang bahkan belum dimulai. "Ayo bangun ada tamu!" Joey meminta Egi bangun dan mengakhiri ciuman hangat itu.
"Apa?"
"Ada tamu, kau tak dengar? Dasar mesum." Joey meledek Egi.
Egi nampak kesal Joey mempermainkannya. "Bangunlah!" Joey kembali meminta Egi bangun karena tangannya masih ditindih Egi. "Aku mau buka pintu dulu." Joeypun bangun. Sementara Egi masih duduk di gazebo.
"Kita lanjutkan nanti malam." Joey menegaskan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Karma Rasa Cinta
RomanceEgi, seorang gadis cantik yang egois bertahan mencintai Joey yang jelas tidak mencintainya. Benarkah dia tidak mencintainya? Ataukah dia hanya tidak menyadari cinta itu karena masih terikat akan masa lalunya? Ketika satu persatu kebenaran terungka...