EPILOG

4.7K 94 2
                                        


Terdengar suara tawa dari dalam kamar mandi. Dibarengi dengan celotehan khas seorang balita berumur 1 tahun. Dia tampak gembira bisa memainkan air dengan menepuk-nepuknya. Mandi menjadi salah satu aktifitas kegemarannya selain minum susu dan tidur.

Egi meraih dua buah handuk. Satu handuk besar untuk sang ayah dan handuk kecil yang lembut untuk sang anak.

Joey tampak sangat senang bercanda dengan Arthur di dalam bak mandi. Dia tak pernah melewatkan kesempatan untuk pulang tepat waktu dan menghabiskan waktu mandinya bersama anak semata wayangnya di akhir pekan.

"Sudah cukup mandinya. Nanti kalian berdua masuk angin." Egi meraih Arthur yang telah diangkat Joey dari dalam bak mandi dan mengelap tubuhnya agar tetap hangat dengan handuk.

Joey mengambil handuk yang diberikan istrinya dan bangkit dari bak mandi. "Dia selalu senang jika diajak mandi. Tak pernah rewel." Ucapnya.

"Kurasa karena dia seperti papanya, yang sangat peduli akan penampilannya." Jawab Egi seraya kembali masuk ke kamar sambil menggendong anaknya. Egi membaringkannya di tempat tidur dan mulai mengeringkan tubuhnya dengan lembut. Kini dia sudah terbiasa kamarnya penuh dengan aroma bayi yang lembut dan menenangkan. Tak lama Joey sudah menyusul Egi. Kali ini dia sudah berpakaian, walau belum sisiran. Dia tak mau melewatkan kesempatan untuk selalu melihat anaknya. Egi memakaikan baju kaos dan celana pendek berwarna merah pada anaknya.

"Lihat dia." Joey duduk di samping Egi. "Bukankah dia sangat mirip denganku? Matanya, bibirnya, rambutnya..."

"Tentu saja, Arthur adalah anakmu. Memangnya kau mau dia mirip siapa? Rendra?" ucap Egi sambil tertawa.

Refleks Joey menoleh Egi dengan tatapan curiga dan mengangkat salah satu alisnya. "Itu tak mungkin. Dia tak boleh mirip dengan Rendra. Aku yang susah payah membuatnya tentu saja dia harus mirip denganku."

"Kau? Kau yang membuatnya?"

"Tentu saja. Apa kau tidak ingat apa yang kita lakukan sebelum akhirnya kau hamil?" Joey tersenyum genit.

"Apa kau tak malu membicarakan itu. Lihat, Arthur terus menatapmu."

Joey mengalihkan pandangannya pada Arthur yang ternyata memang memandang dirinya. Joey mulai berbicara padanya tapi hanya dibalas dengan tawa. Apapun yang dikatakan Joey dibalasnya dengan tawa.

"Aku bicara padanya, dia malah tertawa. Apa tampangku benar-benar lucu?"

"Kurasa." Egi tersenyum.

Joey mulai gemas, dia mulai menciumi dan menyentuh lembut kaki anaknya. "Terima kasih." Ucap Joey lirih sambil melihat jari telunjuknya di pegang erat oleh Arthur.

Egi mengalihkan pandangannya pada Joey. Begitu pula sebaliknya. "Terima kasih, ulang Joey saat pandangan mereka bertemu. "Terima kasih, karena sudah bersedia menjadi pendamping hidupku. Terima kasih, karena melalui dirimu aku diberikan kesempatan menjadi seorang ayah. Terima kasih, karena tak pernah berhenti mencintaiku."

Egi tak bisa menahan dirinya saat mendengar itu. Dia menangis, bukan karena sedih tapi senang. Joey tersenyum dan memeluknya dengan erat. "Walaupun nanas banyak durinya, aku takkan berhenti untuk menyukai buah itu," tambah Joey lagi. "Áku mencintaimu."

"Aku juga mencintaimu."

Karma Rasa CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang