"Mau kopi?" Sandra masuk ke ruangan Joey saat jam pulang.
Joey tak menoleh. "Tidak usah. Terima kasih," ucapnya sambil berdiri bersandar di meja kerjanya dan menatap kosong ke arah jendela.
"Kau tak ingin melompat keluar kan?"
"Apa yang akan kau lakukan, jika kau tahu telah mencintai orang yang salah?"
"Tergantung. Kau menganggapnya salah karena dia bukan orang yang tepat atau karena dia memiliki kesalahan yang tak bisa kau maafkan?"
"Jika keduanya?"
"Jangan hapus cinta itu, cukup alihkan pada orang yang tepat."
"Itu namanya pelarian," ucap Joey. "Kau tak pulang?" ucapnya lagi tanpa menunggu jawaban Sandra.
"Bosku belum pulang jadi tak enak untuk pulang duluan."
"Aku sedang tak ingin pulang."
"Ada masalah lagi ya?"
"Namanya juga hidup pasti ada masalah."
"Ya sudah, aku sedang tak ada kerjaan di rumah. Biar aku temani."
"Tak usah, kau pulang saja."
"Tidak apa-apa. Lagipula sudah lama kita tak pernah mengobrol." Sandra mendekat dan berdiri disamping Joey. "Kenapa tiba-tiba menanyakan hal seperti itu? Apa kau merasa mencintai orang yang salah?"
"Ayo kuantar pulang. Kita mengobrol di rumahmu saja. Dinding dikantor ini tidak bisa dipercaya."
***
Joey mengantar Sandra pulang. Sandra tinggal disebuah apartemen didekat apartemennya yang dulu. Apartemen tersebut tertata dengan rapi. Benar-benar terlihat seperti apartemen wanita yang telaten dan Joey suka itu.
"Silahkan duduk, akan aku buatkan minum."
Joey tak duduk dia tertarik pada beberapa foto yang dipajang Sandra di atas meja. Dia melihat-lihat. Ada foto-foto Sandra dari dia kecil hingga yang terbaru, bersama teman-teman, sendiri dan bersama keluarga, termasuk bersama Siska. Joey mengambil foto itu dan melihatnya lebih dekat.
"Aku heran, kami mirip tapi kau tak pernah keliru mengenali kami." Siska membawa segelas jus apel. "Jus apel kesukaanmu."
Joey tersenyum dan meletakkan kembali foto itu. "Kau masih ingat minuman yang kusuka."
"Tentu saja."
"Kenapa tiba-tiba lapar ya. Tapi, aku sedang tak ingin makan diluar. Mau memasak untukku?" tanya Joey pada Sandra.
"Kau mau makan apa?"
"Terserah saja. Kau tahu apa yang kusuka."
"Baiklah."
Sandra menyiapkan bahan-bahan dan mulai memasak. Bahan-bahan di dapurnya sudah lengkap jadi tidak perlu keluar untuk membelinya. Joey duduk dikursi dapur memperhatikan Sandra memasak. Sesekali dia mengecek handphonenya karena Egi terus mengiriminya pesan. Tapi dia tak membalasnya, hingga dia putuskan untuk menonaktifkan handphonenya.
"Sudah bilang disini? Nanti istrimu khawatir."
"Tak usah, biarkan saja dia merenungi kesalahannya." Joey meletakkan handphonenya di atas meja dan kembali memperhatikan Sandra yang sedang memasak. "Tak kesepian tinggal disini sendirian?"
"Tidak, aku memang lebih suka sendiri."
"Suatu saat kau takkan bisa sendiri. Aku saja tak pernah menyangka akan menikah. Padahal tak pernah ada rencana untuk menikah."
"MBA ya?"
Joey tak menjawab dan tersenyum mengingat bagaimana dia menikahi Egi.
"Kau kurang hati-hati."
"Aku mabuk saat itu."
"Ow...pantas saja. Kau menyesalinya?"
"Menyesali apa?"
"Kau menyesal atas perbuatanmu?"
"Tentu saja, Egi masih muda. Dia seharusnya masih menikmati masa mudanya bukannya mengurusi suami."
"Bukan tentang Egi. Tapi tentang kau, apa kau menyesal?"
"Tentu saja, gara-gara perbuatanku itu aku harus menahan sakit karena kakaknya menghajarku." Joey bergurau dan tertawa sambil menunjuk bagian wajahnya yang pernah dipukul Daniel.
"Benarkah? Dia memukulmu?"
"Wajahku memar dibuatnya. Sampai sekarang aku belum bisa membalasnya."
Mereka makan bersama saat masakan sudah matang.
"Aku tak tahu kau bisa memasak. Aku mengira kau akan masak telur mata sapi untukku."
Sandra terkejut dia baru ingat jika Joey tak tahu dia bisa memasak.
"Iya, aku belajar. Maaf rasanya tidak seenak yang biasanya kau makan."
"Ini enak, tapi rasanya sama persis dengan yang sering aku makan dulu. Masakan Siska juga mirip seperti ini.''
Sandra kikuk, bingung harus menjawab apa. "Resepnya sama Joey jadi mungkin saja jika rasanya sama."
"Kekentalan kuahnya, cita rasanya, potongan daging dan sayurannya pun sama persis."
"Itu..itu hanya kebetulan Joey."
"Siska tahu jika aku tak suka paprika makanya dia pernah memasukkan paprika kedalamnya."
"Ow..ya, Siska pernah cerita kau tak suka paprika. Makanya aku tak memasukkan paprika ke dalamnya."
Joey tersenyum mendengar jawaban Sandra.
"Tak cukupkah kau membohongiku bertahun-tahun?"
"Apa maksudmu?"
"Siska tak bisa masak kan? Kau yang memasakkannya? Siska tak tahu seleraku, kau yang memilihkannya."
"Itu tidak benar."
"Sudahlah, aku sudah tahu semuanya." Joey meletakkan buku diary Siska di atas meja. "Semuanya ada disini. Kalian membohongiku."
"Diary Siska? Maafkan kami Joey, kami tak bermaksud."
"Aku tak marah. Aku hanya kecewa, dia memikatku dengan cara curang. Dia membohongiku. Sebenarnya itu hal kecil jadi tak usah dipermasalahkan. Yang aku tak mengerti, kenapa kau mau berkorban demi dia?"
"Dia saudaraku, aku akan lakukan apapun demi dia."
"Termasuk membohongiku? Jadi selama ini, aku menyukai Siska karena mengira semua yang ada pada dirimu ada padanya? Wanita yang sabar, rajin, pintar, dan masih banyak yang lainnya hanya akting belaka?"
"Maaf Joey, aku..."
"Jika memang begitu kenyataannya, apa bisa dibilang aku menyukai orang yang salah? Aku seharusnya suka padamu bukan pada Siska?"
Suasana menjadi hening. Mereka saling memandang dan tak mengatakan sepatah katapun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Karma Rasa Cinta
RomansaEgi, seorang gadis cantik yang egois bertahan mencintai Joey yang jelas tidak mencintainya. Benarkah dia tidak mencintainya? Ataukah dia hanya tidak menyadari cinta itu karena masih terikat akan masa lalunya? Ketika satu persatu kebenaran terungka...