MAUKAH KAU MENIKAH DENGANKU?

2.1K 70 0
                                    

"Mau kemana?" Egi bertanya pada kakaknya. Rita nampak cantik dengan mini dress berwarna maroon.

"Pernikahan teman," jawab Rita singkat.

"Hati-hati masuk angin dengan pakaian seperti itu!"

"Iya, Nyonya tenang saja." Sahutnya sembari berjalan bergegas menuju pintu keluar. "Aku pergi dulu!" Teriaknya dari depan pintu. Rita meninggalkan Egi di dalam rumah, duduk di sofa ruang tamunya yang hangat.

"Ada yang ketinggalan?" tanya Egi saat mendengar langkah kaki di belakangnya.

"Ada." Terdengar suara yang sangat dirindukannya. Dia bangkit dan menoleh kearah suara tersebut.Joey berdiri tepat di belakangnya.

"Maaf, aku kira kakak yang kembali." Ucapnya terbata.

"Tak apa-apa. Dia baru saja pergi. Kami bertemu di depan." Joey menjelaskan dengan nafas yang belum teratur. Keringat bercucuran di wajah dan lehernya, tampak begitu lelah. Maklum saja, dia baru saja berlari dari rumah Rendra ke di rumah Egi. Jatak rumah mereka hanya beberapa blok, entah kemana perginya logika miliknya sehingga lebih memilih berlari daripada mengendarai mobilnya yang saat ini terparkir di rumah Rendra.

"Kau baik-baik saja?" Egi khawtir melihat keadaan Joey. "Biar aku ambilkan minum."

"Tidak usah, aku baik-baik saja," jawab Joey sambil mengatur nafasnya.

"Ada apa? Kenapa malam-malam kesini?"

"Aku kira aku tak harus punya alasan untuk kesini? Apa kedatanganku mengganggumu lagi?"

"Tidak. Duduklah." Egi mempersilahkan Joey duduk dan mengambilkan tisu untuknya.

Joey menuruti Egi. Dia mengambil tisu yang diberikan Egi dan duduk di sofa. "Kenapa begitu canggung? Apa ada yang salah dengan kedatanganku?" Dia mengusap keringatnya dan mulai berbicara. Nafasnya sudah teratur lagi.

Egi hanya menggeleng.

"Kau takut Rendra akan marah jika aku mengunjungi calon istrinya malam-malam? Tak usah takut, dia sudah kuhajar, jadi dia takkan macam-macam padaku lagi!" Joey terus memandang Egi.

"Apa yang kau lakukan padanya?" Egi merasa cemas dengan pernyataan Joey.

"Hanya memberinya pelajaran. Tapi tak usah khawatir, lukanya tak parah."

"Kenapa kau lakukan itu?"

"Hanya ingin menyadarkannya. Sudahlah, itu urusan laki-laki jadi tak perlu kau pikirkan."

"Tapi bukan dengan kekerasan."

"Kekerasan. Kau tahu, terkadang kekerasan memang diperlukan terutama untuk menghadapi orang seperti dia. Oh ya, aku kesini untuk menyampaikan pesan dari Rendra." Joey tersenyum penuh kemenangan. "Dengan sangat terpaksa pernikahan kalian harus dibatalkan."

"Dibatalkan? Kenapa?" ada perasaan lega di hati Egi. Rendra mengambil tindakan terlebih dahulu darinya. Dia memang ingin membatalkan pernikahan itu.

"Karena aku. Kau tak tampak sedih." Joey terus berbicara tanpa mengalihkan sedikitpun pandangannya dari wajah Egi.

"Aku...." Egi tertunduk, entah kenapa dia tidak berani memandang Joey.

"Dia membatalkannya karena aku. Kami sepakat untuk tidak menikah di tahun yang sama. Dia mengalah dan membiarkan aku menikah terlebih dahulu."

"Kau akan menikah?" Egi nampak gelisah. "Dengan siapa?" wajah Egi kembali muram.

"Iya, aku memutuskan untuk melepaskan masa lajangku tahun ini. Dengan siapa...tentu dengan wanita yang kucintai."

Egi kecewa, hatinya tambah terluka. Matanya mulai memerah, menahan air mata. Joey melihat itu dan tersenyum.

"Ini." Joey menyerahkan sesuatu padanya.

"Kotak apa ini?" Egi memandang kotak merah yang diberikan oleh Joey.

"Bukalah!" pinta Joey.

Egi tak kuasa menahannya lagi, air matanya jatuh dipipinya ketika membuka kotak itu. Joey kembali tersenyum. Dia mengusap air mata Egi dengan lembut. Mengambil cincin itu dan bertanya. "Maukah kau menikah denganku?"

Egi tak kuasa menahan senyumnya, dia mengangguk dan akhirnya menangis tersedu. Joey meraih tangan Egi dan menyematkan cincin itu dijari manisnya. Joey merapatkan diri lalu memeluk Egi. "Sudahlah, jangan menangis. Semuanya baik-baik saja." Joey memeluk Egi dan membelai rambutnya mencoba menenangkan.

"Kenapa baru sekarang kau melakukan ini? Kenapa membuatku menunggu begitu lama?" Egi tersedu-sedu sambil sesekali memukul dada Joey.

"Aku ingin melamarmu beberapa bulan lalu. Tetapi kau dan Rendra malah melakukan hal bodoh."

"Benarkah?"

"Apa aku seperti pembohong bagimu?"

Egi menggeleng dan tetap menangis dalam pelukan Joey. Joey mencium keningnya dan tangannya membelai lembut perut Egi.

"Darimana kau tahu aku hamil?"

"Bukan hal sulit bagiku untuk mengetahui itu. Tapi kenapa kau tak mengatakannya langsung padaku. Kau takut padaku? Kau takut aku tidak akan mengakuinya?"

Egi mengangguk. "Aku benar-benar takut saat itu. Aku tak tahu harus berbuat apa."

"Itu sebabnya kau menerima tawaran Rendra untuk berpura-pura akan menikah dengannya?"

"Pura-pura?"

"Iya, pura-pura. Ini hanya sandiwara. Kau tak tahu itu?"

"Tidak, dia tak pernah cerita ini hanya pura-pura."

"Benarkah? Kurang ajar. Ingatkan aku untuk memberinya satu pukulan lagi. Dia bahkan menipumu juga."

"Jangan, jangan lakukan hal itu. Dia tak pernah berniat buruk padamu. Dia hanya ingin menolongmu," bela Egi.

"Kau selalu membelanya. Aku rasa kehamilanmu membuatmu berfikir lebih dewasa. Sudahlah, berhenti menangis atau aku akan membatalkan pernikahan kita."

"Kau akan membatalkannya hanya karena tangisanku?"

"Iya."

"Kau serius?"

"Tentu saja tidak." Joey tertawa bahagia. Untuk pertama kalinya Egi melihat sosok Joey yang begitu berbeda. Rona bahagia memancar dari wajahnya.

"Maafkan aku," pinta Joey.

"Sudahlah, cinta tak pernah salah dan cinta selalu memaafkan."

Mereka bertatapan. Joey merasa lega, pandangan Egi yang dikenalnya sudah kembali. Joey meraih tangan Egi dan meletakkannya di atas perut Egi. "Calon bayi kita ada di sini." Joey tersenyum.

Karma Rasa CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang