Saudara Terbaik

1.1K 42 1
                                    


Sikap Joey pada Egi mulai berubah. Dia berangkat kerja lebih awal dan pulang larut malam. Egi makin khawatir tapi Rendra memastikan padanya, bahwa Joey baik-baik saja. Pulang kerja Joey selalu mampir ke rumah Rendra karena itu dia sering pulang terlambat. Informasi dari Rendra membuat Egi sedikit tenang.

"Kau betah sekali disini? Gak sekalian pindah saja kesini? Kasian istrimu khawatir di rumah memikirkan dirimu yang tidak jelas ada dimana." Rendra mencoba membujuk Joey agar mau pulang.

"Kau keberatan aku disini?"

"Bukan begitu. Egi mengkhawatirkanmu."

"Aku baik-baik saja, jadi tak perlu mengkhawatirkanku."

"Jelaskan pada istrimu bukan padaku."

"Kalau begitu tak usah protes." Joey sedang asyik bermain game di handphonenya.

"Setidaknya bertanggung jawablah. Kau tidak lajang lagi. Kau punya pasangan sekarang."

"Berisik. Aku bertanggung jawab padanya. Aku menafkahinya lahir dan batin. Lalu apa masalahnya?"

"Tapi sikapmu tak menunjukkan itu."

"Kenapa kau begitu cerewet. Aku disini mencari ketenangan jadi diamlah."

"Pergi saja kepulau terpencil jika ingin mencari ketenangan. Kau hanya lari dari masalah."

"Aku tak lari. Aku tak pernah meninggalkannya. Apa lagi yang kurang? Seorang istri yang khawatir dengan keadaan suaminya itu wajar. Istri khawatir, bukan berarti karena suaminya tak bertanggung jawab."

"Ah, terserahlah. Jika bicara denganmu aku akan selalu kalah." Rendra menyerah menasehatinya. "Sebenarnya kau juga keras kepala, kau tahu itu?" Rendra mengeluh. "Seharusnya aku saja yang menikahinya dulu." Rendra bergumam sendiri. Tapi Joey mendengarnya. "Kau bilang apa?" Joey ingin memperjelas apa yang didengarnya.

"Bukan apa-apa." Rendra tertawa.

"Kau kira aku tuli? Ayo bilang. Apa yang kau katakana tadi?"

"Kau bilang kau tak tuli, kenapa bertanya lagi?" Rendra masih tertawa.

"Aku ingin mendengarnya sekali lagi. Ayo katakan!" Joey menunjukkan wajah kesalnya. Tapi Rendra tahu Joey hanya bercanda.

"Seharusnya aku yang menikahinya. Seharusnya sekarang dia jadi istriku. Kami pasti sudah punya anak sekarang, anak itu akan mirip denganku."

"Apa? Akan kuhajar kau!" Joey melempar handphonenya ke sofa dan mulai mengejar Rendra yang berlari sambil tertawa. Rendra berlari ke halaman belakang dan menceburkan dirinya ke kolam. Joey terhenti di pinggir kolam.

"Keluar kau dari sana!" pinta Joey.

"Kenapa? Kau takut air?" ledek Rendra. "Kucing! Si kucing kecil takut pada air! Meow...meow...meow...si kucing jantan takut air." Rendra meledek Joey yang hanya berdiri di pinggir kolam. Joey kesal tapi malah ikut tertawa. Dia memasukkan kedua tangannya ke saku celananya dan tiba-tiba tersenyum licik. Rendra merasa aneh saat melihat Joey tersenyum seperti itu dan akhirnya mengerti saat Joey bicara. "Malam ini indah. Nikmati saja di luar." Joey berjalan santai ke dalam rumah. Rendra mengerti pikiran licik Joey. Dia tak suka jika Joey tersenyum seperti itu. Rendra langsung keluar dari kolam dan mengejar Joey tapi dia terlambat. Joey mengunci semua pintu dari dalam. Rendra mencoba mengecek jendela tetapi semua juga sudah terkunci. Rendra menggedor pintu tapi Joey tak menghiraukannya.

"Joey buka! Bercandamu kelewatan! Joey! Joey, disini dingin! Joey!" Rendra terus berteriak tapi Joey tak juga menghiraukannya. "Joey, buka! Kau mengunciku! Ini rumahku!"

Joey melihat Rendra dari balik kaca jendela yang tirainya sengaja dibukanya. Joey tertawa puas. "Anak kucing kedinginan, terkunci di luar rumah. Meeeaaooow....kau kehilangan indukmu?" Giliran Joey mengerjai Rendra. Rendra tersenyum kesal. Joey berhasil mengerjainya. "Oke aku menyerah! Buka pintunya," pinta Rendra. "Kau menang. Kau selalu menang. Ayo buka!"

"Apa? Aku tak mendengarmu!" Joey senang bisa balik mengerjai Rendra. Dia kembali mengambil sekaleng bir dan meminumnya.

"Buka!"

"Apa?" Joey pura-pura tidak mendengar. Dia hanya memandang Rendra yang kedinginan dari balik jendela.

"B-U-K-A!" Rendra mengeja sambil menunjuk pintu.

"Apa? Aku tidak mendengarmu!" Lagi-lagi Joey berpura-pura.

15 menit kemudian Joey membukakan pintu karena kasian Rendra kedinginan diluar.

Setelah berganti pakaian, dia menghampiri Joey yang duduk dan minum dipinggir kolam renang.

"Kau tak pulang?"

"Besok minggu. Aku menginap saja."

"Kau sudah mengabari Egi?"

"Dia pasti sudah tidur. Aku sudah bilang padanya tak usah menungguku."

"Kau suami yang jahat."

"Benarkah? Seharusnya dia sudah tau itu sebelum setuju menikah denganku."

"Dia menikahimu karena kau memperkosanya."

"Jangan gunakan istilah itu. Kata-kata itu benar-benar sadis."

"Bukankah memang begitu keadaannya. Apa bedanya sekarang. Kau marah karena dia mengacaukan hidupmu. Lalu bagaimana dengan Egi? Kau juga melakukannya. Kau menghamilinya dan merampas masa mudanya. Itu adilkan?"

"Itu hal yang berbeda."

"Ayolah jangan egois."

"Jangan bahas itu. Aku sudah bertanggung jawab atas apa yang aku lakukan."

"Ayolah Joey. Aku yakin kau tak berfikir sedangkal itu. Jangan lari dari masalah. Jika kau bertanggung jawab dengan menikahinya. Tanggung jawab apa yang kau kehendaki dari Egi? Kematiannya? Biar adil nyawa dibalas nyawa?"

Joey meneguk bir lagi. "Aku tak tahu. Tapi yang pasti bukan itu. Aku hanya perlu waktu. Jangan mendesakku seperti itu. Aku mencoba memperlakukannya seperti biasa. Tapi, saat aku melihat wajahnya. Malah wajah Siska yang terlintas. Aku tak bisa melupakan wajah itu. Aku merasa menjadi penghianat. Mengertilah Ren, aku tahu kau peduli pada kami tapi aku rasa untuk kali ini biar kami selesaikan sendiri."

"Baiklah, kurasa itu yang terbaik. Itu masalahmu yang harus kau tangani. Aku harap masalah ini tak berlarut-larut."

Joey memandang sekilas ke arah Rendra dan berkata, "Terima kasih, kau selalu jadi saudara terbaikku."

Rendra senang mendengar itu. "Tentu saja, kitakan saudara! Ayo bersulang!" 

Karma Rasa CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang