Explosion

5 2 0
                                    

"KENAPA KAMU JADI KAYAK GINI!"

"GAK BECUS BANGET KAMU JADI ANAK, ARTERI! DARI AWAL BAPAK GAK SETUJU KAMU PERGI DARI RUMAH APAPUN ALASANNYA! KAMU TUH PENGACAU! SADAR GAK SIH SEMUA YANG KAMU LAKUIN ITU CUMA BIKIN KITA KECEWA DAN MALU! MAU TARO DI MANA MUKA KITA KALO ORANG MELIHAT KAYAK GINI? APA INI! ORANG GILA YANG TEROBSESI SAMA PEREMPUAN SAMPE PINDAH AGAMA?!" YA ALLAH, SAKIT BANGET GUE KALO JADI ARTERI!

"AKU GAK PINDAH AGAMA, PAK!"

"TERUS INI SEMUA APA?!"

"APANYA YANG APA? IT IS WHAT IT IS! NO HIDING!"

"BULLSHIT!" "--EH KAMU! KAMU BISA JELASIN INI APA?" GUE PANIKKKKKK BANGET SAMPE NANGIS!

"JANGAN LIBATIN, VENA!" Arteri mendorong gue mundur dan berdiri di depan gue.

"TANGGUNG JAWAB DONG! KITA LIHAT SEBERAPA USAHA DIA BUAT KAMU YANG KATANYA TERJEBAK DALAM TOXIC FAMILY! KAMU BILANG KITA RACUN SAMA DIA? KAMU HIDUP KARENA KITA, ARTERI! KALO KITA RACUN, KAMU UDAH MATI!"

"AKU UDAH MATI, PAK, BU! JIWA AKU UDAH MATII!!! AKU GAK TAU LAGI GIMANA CARANYA AKU HIDUP KE DEPANNYA! AKU GAK BISA RASAIN APAPUN! AKU CUMA TERBANTU SAMA OBAT PENENANG DAN PELAMPIASAN SECARA FISIK UNTUK MERASAKAN AKU HIDUP DAN MASIH MERASAKAN RASA SAKIT! DIA YANG DIKIRIM TUHAN BUAT BANTU AKU MERASAKAN KEMBALI JIWA YANG HIDUP!" Gue tambah nangis pas Arteri teriak kayak gitu. Apalagi tiba-tiba dia mau muntah dan langsung ambil obatnya di atas kasur lalu lari ke kamar mandi.

GUE PANIK BANGETTTT KARENA DI OTAK GUE DIA BAKAL PAKE OBAT ITU BUKAN CUMA BUAT NENANGIN DIA, TAPI LEBIH DARI ITU....

"ARTERI!" Gue nyusul dia ke kamar mandi. Bapak dan ibunya juga nyusul ke kamar mandi. Untung pintunya gak dikunci sama Arteri. Jadi kita bisa masuk dan liat dia muntah-muntah di toilet. Obat yang dia pegang jatoh di lantai, tapi masih di dalam tempatnya. Bapaknya ambil si obat itu, sedangkan gue dan ibunya bantuin Arteri buat berdiri.

"Udah, Ravena. Kamu gak usah ikut-ikutan ini! Ini udah ranah keluarga. Kamu gak bisa ikut campur sebegitu dalamnya!" MASALAHNYA GUE GAK PERCAYA DIA ADA DI TANGAN KALIAN!

"Kalo emang menurut kalian aku yang membuat Arteri seperti ini, biarin aku yang tanggung jawab atas apa yang udah aku lakuin sama Arteri." Gue tetep berusaha menyentuh Arteri, tapi tangan gue ditepis sama ibunya. Arteri udah lemes banget! Dia duduk di lantai dan senderan di toilet sambil dipegangin sama ibunya.

"Kamu bisa apa?! Tanggung jawab apa kamu? Tanggung jawab sama diri kamu sendiri! Apa yang baru aja kamu bicarakan dengan saya sangat bertolak belakang sama kelakuan kamu sama Arteri! Kalo kamu emang mau tanggung jawab, bilang sana sama orang tua kamu kalo kamu udah berhubungan badan sama Arteri! Berani gak kamu mengecewakan kedua orang tua kamu!" Mereka bisa banget cari titik terlemah seseorang untuk diserang ya? Gue langsung gak bisa berkutik gitu.

"Vena, bantuin bapak beresin barang-barang kakakmu!" Tiba-tiba si bapaknya mengambil keputusan sepihak buat bawa balik Arteri ke Makassar. GAK BISA GITU DONG! KOK MAIN BAWA PULANG AJA SIH! Arteri juga gak bisa melawan karena dia udah lemes bangettt! Ibunya berusaha membantu Arteri berdiri dan memindahkannya ke kasur. Gue masih terus ikutin Arteri dan berada di sampingnya.

"Ravena, kamu menyia-nyiakan waktu berharga kamu untuk ikut campur dalam kehidupan Arteri yang kamu gak tau apa-apa tentang itu! Lebih baik kamu pulang dan bertemu keluarga kamu!"

"Meanwhile bertemu Arteri adalah momen berharga buat aku, Tan." Gue masih nangis dan memohon belas kasihan sama ibunya yang mungkin masih punya hati dan enggak sekeras bapaknya.

"Kamu gak akan sanggup menjalani hubungan dengan Arteri."

"Yeah, at least we can be friends like what we did earlier."

Arteri dan VenaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang