Sekiranya jam setengah 7 malam kita sampe di parkiran sebuah restoran yang cukup ramai, tapi enggak di pinggir jalan. Sebelum turun, gue touch up make up gue lagi karena gue gak mau keliatan abis nangis banget. Aries bener-bener udah bete sama gue. Dia bahkan gak bilang kalo kita udah sampe apalagi bukain pintu gue. Tinggalin aja gitu di dalem mobil nungguin gue keluar.
Aries juga jalan masuk duluan ke restoran dan gue ikut di belakangnya. Kita ketemu sama Hanif di satu meja meligkar. Dia sendirian di sana.
"Yo, barudaks!"
"Yo!" Mereka berdua tosan, tapi enggak sama gue.
"Sok, duduk-duduk." Aries gak nyuruh gue duduk, tapi gue duduk aja sendiri. Karena mejanya bentuk lingkaran, jadi kita bisa saling berhadapan.
"Naon?" Gak mau ngomong....
"Sok, Ven." AH ANJIR! Udah tinggal satu kesempatan lagi, tapi dia gak mau nolongin gue.
"Euhm--"
"Maraneh dari mana? Vena gak balik ke Jakarta, Ven?"
"Ahm, udah kok. Ini ada keperluan buat balik lagi ke Nangor."
"Oh. Terus kenapa mau ketemu aku?"
"Euhm, aku... cuma mau nanya aja sih. Kamu kan project officer Eksplorasi ya. Kamu ada... data alamat lengkap Arteri gak ya?"
"Hah? Arteri? Buat apa? Kan maneh pacarnya, kenapa gak nanya aja?" ANJIR! KENAPA SEMUA ORANG MASIH ANGGEP GUE PACARAN SAMA ARTERI SIH?! Bahkan temen deketnya Aries sendiri?!
"Enggak, Nif. Aku udah lama banget gak sama Arteri. Sekarang aku sama Aries."
"Aries? HAHA! Gelo sia, Res! Baget!"
"Lagi gak mood bahas itu." Dia buang muka dari gue dan Hanif. Aaahh!
"Maneh udah buat temen aku sakit, Ven. Mana pernah dia kayak gini." DAAAAMMMMNN!
"I'm sorry to your friend, but this one is really important and you are the last chance for me to get his address."
"Setelah apa yang kamu lakuin sama kita semua, kamu masih mau minta tolong? Gak punya malu kamu, Ven!"
"YES I AM! Aku emang udah gak punya rasa malu, bahkan aku gak tau aku masih bisa rasain perasaan atau enggak!" Ekspresi meremehkan Hanif berubah jadi serius.
"Kenapa kamu?"
"Aku cuma pengen cari tau Arteri bunuh diri atau enggak...." Semua di meja ini langsung mengubah posisinya menjadi duduk.
"Ven, aku kira dari tadi kamu cuma khawatir Arteri nyakitin diri lagi atau enggak...." Aries mendekat ke gue dengan rasa bersalah.
"Kenapa kamu bisa mikir kayak gitu?"
"Karena semua tanda, firasat, dan alasan semua itu nyata!"
"Apa? Tanda apa? Firasat apa?"
"Dia gak mungkin gak ngabarin sama sekali kalo dia pegang hp! Dia baru jawab pas aku chat dia hari Rabu dan dia bilang dia bakal kabur ke Singapore dan apus semua kontaknya di Indo. Tapi di sisi lain dia bales chat temen BEM-nya hari Senin dan bilang dia mau pergi ke Australia. That's so strange! Tadi di apartnya resepsionis bilang kalo Arteri dibawa pulang sama keluarganya di hari Sabtu, hari terakhir kita ketemu. Dan yang paling jelas dari semua ini adalah... alasan kalo emang Arteri beneran bunuh diri."
"Alasan apa, Vena?" AHHHHHH! HARUS BANGET GUE BILANG SEKARANG?!
"Aku--" Hp Hanif berdering dan layar hp-nya memunculkan nama Angel. HOLY MOLY! I HAVE ONE MORE INFORMANT!
KAMU SEDANG MEMBACA
Arteri dan Vena
RomanceKisah dua sejoli dengan latar belakang yang sangat bertolak belakang, akhirnya dipertemukan meski dalam kerumitan. "I bounded with you like arteries and venas. We have to work together for life." Arteri dan Vena bertugas untuk membawa darah, bukan r...