Gue pura2 tidur di sepanjang jalan padahal gue nahan nangis, nahan panik, nahan seluruh enosi yang buruk terhadap kisah gue dan Arteri selanjutnya.
Sampai di rumah udah hampir malem. Untung kamar gue udah dirapihin sama mereka, jadi gue tinggal rapih-rapih diri dan istirahat. Gue bilang makannya nanti aja karena ngantuk banget, padahal gue gak mau tidur. Gue mau nangisssss! Keinget kemarin gue cuma baru kasih betadine, belum gue bungkus handsaplast.
Pas mami papi udah selesai makan dan balik ke kamarnya, gue ambil kotak P3K yang isinya betadine sama handsaplast dan juga alkohol buat bersihin lukanya. Ini masih periiihhhhh bangettt! Masih merah banget! Tapi dengan gue kasih alkohol gue makin puas rasain sakitnya. Mendingan gue rasain sakit di sesuatu yang berwujud daripada yang enggak berwujud.
Gue bolak-balik kontaknya Arteri. Rasanya pengen bangetttt chat dia, tapi gak bisaaaa! Gue takut semakin mengacaukan takdir kita. Kalo ternyata hp ini ada di orang tuanya dia dan semakin parah kalo gue chat dia. Arteri... plis chat gue.... Gue bener-bener lost control dan depressed as fuck selama lo gak ada kabar dan menghilang setelah ledakan momen itu.
Gue gak makan malam, tapi gak tidur juga. Rasanya kepala gue penuh banget sama semua overthinking dan negative thinking. Gue baru bisa tidur setelah 2 jam nangis kira-kira setengah 3 pagi. Bangun-bangun dibangunin mami jam 9. PUSINNGG BANGET! Terus dada gue sakit, badan gue panas, dan udah pasti mata gue sembab banget. Gue gak tau harus berapa lama gue menutupi ini semua dan alasan apa lagi yang gue lontarkan ke mami papi selama gue ada di rumah ini.
"Ven, kamu sakit?" Mami masuk ke kamar, duduk di pinggir kasur, lalu mengecek suhu tubuh gue lewat dahi.
"Mungkin. But I'm fine kok. Capek aja."
"Kamu udah makan belum semalem? Kok nasinya masih utuh?"
"Aku makan mie biar anget."
"Indomie? Kamu makan Indomie semalem?"
"Iya."
"Mami gak nyetok Indomie loh...." Mati gue.... Ketauan banget boongnya!
"Oh? Atau itu kemaren pas masih di kos ya? Haha lupa deh." Mami kayaknya tau gue bohong. Dia menarik napas dalam dan mendekat ke gue.
"Cerita sama mami. Kamu kenapa?" Anakmu satu-satunya ini udah melakukan sebuah dosa besar dan sedang menjalani karma instan atas dosa besar yang hanya berlangsung beberapa menit itu.
"I'm fine."
"Nothing's fine, Vena. Mami bisa lihat."
"I can't tell you."
"Why?"
"Just can't." Tahan... jangan nangis.
"Tentang apa?"
"Nothing. Please, just don't ask me." Gue berpindah posisi ke ujung mentok tembok dan menarik selimut sampai ke bawah dagu.
"We're here for you anytime, okay?" SUMPAH, GAK BISA NAHAN NANGIS LAGI PAS MAMI BILANG GINI! Langsung nangis kejer dan peluk mami. Gue telah membocorkan kalo ada sesuatu yang gak beres di hidup gue, tapi gue gak mau mengungkapkan ada apa itu sekarang.
"Makan dulu yah? Supaya cepet sehat. Gak tambah sakit. Mami ambilin." Mami keluar kamar buat ambil makanan gue. Ini semakin gue merasa bersalah dan gak pantes masih diperlakukan baik.
Akhirnya gue makan diambilin dan ditungguin sama mami. She wanted to make sure I eat the food.
Sembari makan, gue ngecek hp. Ada notif dari Aries yang nanyain gue jadi balik ke Jakarta kapan. Makin makin dong gue sekaranggg! Apa yang harus gue bilang ke Aries kalo gue udah di Jakarta sekarang?
KAMU SEDANG MEMBACA
Arteri dan Vena
RomanceKisah dua sejoli dengan latar belakang yang sangat bertolak belakang, akhirnya dipertemukan meski dalam kerumitan. "I bounded with you like arteries and venas. We have to work together for life." Arteri dan Vena bertugas untuk membawa darah, bukan r...