Aries main hp di halaman depan, sedangkan gue masih sibuk sama barang-barang buat ditaruh di kamar. Tapi sebelum itu, gue terfokus dengan sebuah guci di ruang tamu. Arteri Fernando.... Ya Allah, nangis lagi guee pas liat ini. Langsung gue peluk-pelukin gucinya.
"Vena, sayang...." Mami peluk gue dan menaruh kembali guci yang gue peluk ke posisi sebelumnya.
"I'm broken into pieces, Mom."
"I know. Udah yuk. Bismillah, ikhlas. Besok kita kubur yah." Gue cuma ngangguk, lalu pergi ke kamar.
Gue mandi dulu baru keluarin barang-barang di koper. Setelah mandi, barulah gue beresin baju yang ada di koper. Do you know what I found instead? Arteri's phone. Aaahhhhh! Air mats gue yang tadi bahkan belum kering! Udah ngalir lagi! Kata Vena diceknya pas udah di rumah aja. Emang ada apa di dalamnya?
"Venaaa." Aduhhh apalagi iniii!
"Iya, bentar, Mi." Gue masukin hp Arteri ke laci sebelum keluar kamar dan usap air mata gue di pipi meskipun mata gue gak bisa bohong.
Ketika gue keluar kamar, ternyata ada rombongan keluarga Aries yang datang dan sedang bersalaman sama mami papi. Astaga... kok gue deg-degan ya? Gak mungkin kan mereka dateng tanpa alasan yang jelas?
"Eh, halo, Vena!" Karena mereka keburu liat gue, ya udahlah gue samperin dan salaman sama mereka.
"Halo, Om, Tan! Kok gak bilang-bilang mau dateng ke Jakarta?"
"Ah, sebentar aja. Cuma mau jemput Aries." Kan. Kenapa tiba-tiba dijemput? Bawa semua adiknya pula.
"Disuruh duduk dong, Ven," perintah mami.
"Eh iya. Mangga duduk Om, Tan, adik-adik. Anggap aja rumah sendiri hehe."
"Nuhun, Vena, Pak, Bu. Saya bawa makanan ini khas Sunda. Bisa diangetkeun nanti kita makan bareng-bareng." Mamanya Aries kasih setas gede gitu isinya makanan ke mami.
"Oh iya boleh, boleh. Mangga, Ibu. Nuhun." Mami sama mama ke dapur buat angetin makanannya. Gue, papi, Papanya Aries, Aries, dan adik-adiknya menunggu di ruang tamu.
Papi basa-basi aja sama papanya Aries tentang perjalanan ke sini. Adik-adiknya fokus sendiri, ada yang ngobrol, ada yang main hp, sedangkan gue dan Aries masih sama-sama canggung. Duduk kita pun ujung ketemu ujung.
"Ihhh! Eta guci yang sering adek liat di YouTube! Eta teh aya isinya, Teh?" Tiba-tiba adeknya Aries yang masih SD berjalan ke arah guci Arteri dan dipegang-pegang sama dia. NOOO!!! NOOO!!!
"NO! DON'T TOUCH!" Gue langsung sigap mengambil dan memeluk guci itu. Adeknya kaget banget liat respon gue. Semuanya juga jadi speechless sama perilaku gue.
"Eittt si Gaga! Cicing maneh heh! Sini budak!" Aries ambil adeknya dari sini dan disuruh duduk diam di sampingnya. Masih syok gitu si Gaga sama gue. Gue pindahin aja gucinya ke kamar dan ditaro di dalam lemari biar aman. Abis itu gue keluar lagi.
"Papi, Vena, ayo makan dulu yuk di meja makan," ajakan mami. Gue yang baru keluar kamar pun jalan ke meja makan sama papi yang dari ruang tamu.
"Papa sama Aries juga sini yuk! Eta barudak suruh ambil makanannya, tapi makan di ruang tamu aja." Apa nih? Kenapa adek-adeknya disuruh di ruang tamu aja? Ini tuh mereka pasti mau ngomongin something serious, tapi gak tau ke arah positif atau negatif. Perasaan gue gak enak.
Kita berenam berkumpul di ruang tamu. Gue depan-depanan sama Aries, tapi gak berani saling tatap. Samping gue mami papi. Mami papi juga gak tau mau ngapain, tapi perasaan kita bertiga agak gak nyaman. Gue gak tau apa yang Aries bilang ke mama papanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Arteri dan Vena
RomanceKisah dua sejoli dengan latar belakang yang sangat bertolak belakang, akhirnya dipertemukan meski dalam kerumitan. "I bounded with you like arteries and venas. We have to work together for life." Arteri dan Vena bertugas untuk membawa darah, bukan r...