RACHEL menatap ponselnya dengan khawatir. Dirinya sangat terkejut oleh ratusan notif yang masuk di ponselnya.
Barusan ia memberanikan diri untuk menyalakan ponselnya. Dan sesuai dugaan, ada banyak sekali panggilan beserta pesan masuk dari Luna, Ardi dan Regal.
Kedua mata bulat itu membaca satu persatu pesan dari Regal. Dan anehnya, Rachel merasa bersalah karena telah membuat lelaki itu khawatir.
Sungguh, sebenarnya Rachel tidak mengharapkan hal ini terjadi.
"Hel,"
Entah sejak kapan, tiba-tiba Raynzal sudah menampakkan dirinya di depan pintu kamar. Kedua matanya salah fokus dengan ponsel yang sedang Rachel genggam.
Si tampan mendekat, kemudian memberikan segelas susu hangat kepada Rachel. "Udah sarapan?"
"Belum," Rachel menggeleng kecil sembari mematikan ponselnya.
Raynzal berdiri dihadapan Rachel sembari memasukkan kedua tangannya ke kantong celana. Ditatapnya Rachel dengan serius, "Luna ngomong apa?" Tanyanya mengalihkan topik.
Rachel menggeleng kemudian menunduk, "belum aku lihat, aku takut,"
Raynzal diam selama beberapa saat, "kalo dia ngancem kamu, atau ngomong yang aneh-aneh—kasih tau aku,"
"Iya,"
Raynzal tidak menyahut lagi. Sekarang dia menatap dirinya melalui pantulan cermin besar sembari merapihkan dasinya yang belum terpasang sempurna.
Kebetulan Raynzal sudah rapi dengan setelan jas formalnya dan siap pergi ke gedung. Namun sebelum pergi, ia membuatkan Rachel segelas susu terlebih dahulu—mengingat gadis itu belum makan apapun sedari tadi.
Mengenai kondisi Rachel, kebetulan gadis itu sudah jauh lebih baik dari sebelumnya. Rachel berkata bahwa dirinya sudah tidak merasa pusing, hanya saja energinya belum sepenuhnya pulih.
"Aku bawain makanan ya?"
Rachel menggeleng, "enggak usah, aku ambil sendiri aja nanti,"
Raynzal mengangkat sebelah alisnya, "berani?"
Rachel mengangguk.
"Yaudah,"
Sedari tadi Rachel dibuat salah fokus oleh penampilan Raynzal yang nampak gagah. Tidak bisa dipungkiri bahwa kedua matanya terus mencuri pandang terhadap sosok tersebut.
Sebelum benar-benar pergi, Raynzal harus memastikan bahwa Rachel dalam keadaan baik-baik saja. "Makan yang banyak ya, Bunda udah masak banyak buat kamu,"
"Kalau kamu bosen, ke bawah aja. Jangan di kamar terus,"
Rachel memandang Raynzal. "T—tapi aku takut ngerepotin Bunda,"
"Enggak," singkat Raynzal. "Nggak boleh ngomong gitu,"
Rachel menunduk, lalu cemberut. Raynzal yang melihatnya tidak tau harus berkata apa lagi.
Sempat hening beberapa saat sebelum akhirnya berakhir oleh suara Rachel. "Maaf ya,"
Raynzal mengangkat sebelah alisnya, "untuk apa?"
"Karena ngerepotin kamu sama Bunda,"
Raynzal terdiam sejenak sebelum berkata, "justru aku malah seneng kamu di sini,"
Rachel melirik Raynzal singkat dengan jantung berdebar. "Kenapa?"
Raynzal menatap Rachel. Keduanya saling tatap dalam waktu yang cukup lama. Lelaki itu kemudian mendekat sehingga membuat jantung Rachel berdebar cepat. "Soalnya aku kangen," ujarnya dengan tenang, dan itu cukup membuat Rachel membeku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Temperature Of Love
Teen Fiction[CERITA SUDAH LENGKAP] [SEQUEL OF RAYNZAL ANGKASA] Selama delapan tahun ini, Raynzal percaya bahwa hidupnya dihantui oleh kesedihan. Tidak ada sehari pun yang ia lewati untuk merenung dan menyendiri, meratapi nasibnya yang kian memburuk. Rachel, ga...