Edisi Flashback : 05
8 Tahun Lalu...
— Temperature Of Love —
SATU minggu berlalu dan rasanya sangat berat bagi Akbar untuk menjalani kehidupan. Hari-harinya dipenuhi dengan kekosongan dan rasa hampa.
Semua ini berlalu begitu saja. Tanpa ada canda tawa yang keluar dari mulut Ibunya.
Hubungan mereka tak kunjung membaik. Ibu Akbar menjadi sosok yang berbeda. Semua waktunya dipakai untuk mengurus Nila dan Nilam.
Akbar mengingat betul bagaimana ekspresi yang ditunjukkan Ibu tempo hari padanya.
Datar.
Selalu begitu. Sampai-sampai membuat dirinya kepikiran.
“Lho, Bar belum berangkat sekolah?” Suara itu lantas membuatnya menoleh. Ternyata sang Ayah.
Menarik napas, ditegakkannya kembali tubuh Akbar yang menyender.
Kemudian, Ayah duduk di sampingnya. Pandangannya tertuju pada anak lelakinya. “Nggak usah terlalu mikirin Ibumu kali. Palingan bentar lagi baik-kan hatinya,” ujarnya bermaksud menenangkan.
“Sekarang berangkat sekolah. Takutnya kamu telat,”
Akbar ini tipikal orang yang terlalu baper. Ia sulit melupakan suatu kejadian yang menurutnya sangat memalukan. Selama masalah itu belum selesai, otaknya akan terus kepikiran.
“Akbar takut bikin Ibu kecewa, Yah,” Akbar berujar, tanpa ada niat bangkit dari sofa.
“Udah, lain kali jangan kayak gini lagi. Kamu sendiri tau sifat Ibumu kalau marah kayak gimana,”
Akbar mengangguk singkat. Ia pun mengambil kunci motor yang tergeletak diatas meja.
Ayah menatap gerak-gerik anaknya. Ia pun kembali bersuara. “Minta maaf juga sama Nila,”
Detik setelah mengucapkan itu, Akbar langsung menoleh. Ia menatap Ayahnya dengan alis tertaut.
“Ayah setuju sama ucapan Ibu. Memang enggak sepatutnya kamu ngomong kasar sama orang yang lagi ditimpa musibah,”
Seketika, Akbar mengingat bagaimana ekspresi yang ditunjukkan Nila padanya tiga hari lalu. Saat keduanya tak sengaja berpas-pasan di rumah sakit. Tampak datar.
Hal itu jelas saja membuat Akbar berpikir bahwa Nila kecewa padanya. Ia tau gadis itu terluka. Tapi dengan bodohnya Akbar membuat luka itu semakin lebar.
Luka yang tengah Nila coba obati, ternyata kembali muncul karena ulahnya sendiri.
Apakah ia pantas disebut brengsek?
“Kamu keras kepala nurunin Ibumu. Tapi, Ibu enggak separah kamu,”
“Kata Ayah, Nila marah gak sama Akbar?” Tanya Akbar—tidak memungkiri perkataan Ayah barusan.
“Ya jelas marah lah. Pakai nanya lagi,”
Perkataan itu berhasil membungkam mulut Akbar. Dia tidak tau harus merespons apalagi. Kalimat itu langsung membuat dirinya merasa tersindir.
“Papa sebetulnya lagi malas ngomong banyak. Cuma kali ini kamu benar-benar butuh arahan,” pria itu mengambil napas dalam-dalam selama beberapa detik.
“Nila lagi ngerasa tertekan karena nyawa Ibunya berada diambang kematian. Seharusnya waktu itu kamu jangan ngomong kasar ke dia—apalagi sampai ngata-ngatain,”
KAMU SEDANG MEMBACA
Temperature Of Love
Teen Fiction[CERITA SUDAH LENGKAP] [SEQUEL OF RAYNZAL ANGKASA] Selama delapan tahun ini, Raynzal percaya bahwa hidupnya dihantui oleh kesedihan. Tidak ada sehari pun yang ia lewati untuk merenung dan menyendiri, meratapi nasibnya yang kian memburuk. Rachel, ga...